Pelaku Bisnis Spa Tegas Tolak Pajak Hiburan 40 sampai 75 Persen, Dinilai Memberatkan dan Bisa Mematikan Usaha

Pajak hiburan naik 40 persen dan maksimal 75 persen dari sebelumnya hanya 15 persen, menuai polemik. Pelaku bisnis spa turut menyuarakan keberatan mereka terkait ketentuan yang tertuang dalam UU Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (HKPD) tersebut.

oleh Putu Elmira diperbarui 11 Jan 2024, 23:00 WIB
Miss International 2015, Edymar Martinez Blanco saat melakukan pemijatan di Taman Sari Royal Heritage & Spa, Jakarta. [Foto: Rizky Aditya Saputra/Liputan6.com]

Liputan6.com, Jakarta - Pajak hiburan naik 40 persen dan maksimal 75 persen dari sebelumnya hanya 15 persen, menuai polemik. Pelaku bisnis spa turut menyuarakan keberatan mereka terkait ketentuan yang tertuang dalam UU Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (HKPD) tersebut.

Anggota Asosiasi Spa Indonesia (ASPI) sekaligus perwakilan Taman Sari Royal Heritage Spa, Kusuma Ida Anjani mengatakan selama pandemi Covid-19 banyak bisnis yang masih berjuang hingga tak sedikit pula yang tutup, termasuk di industri spa. Ia menyebut bahwa insentif dapat membantu pengembangan industri yang masuk dalam kategori wellness ini.

"Yang kami sebut insentif bisa dimulai dengan tidak memberatkan. Bila ditambah cost, 75 persen maksimal, 75 persen mungkin bisa melebihi cost business untuk beroperasi," katanya saat ditemui di kawasan Tanah Abang, Jakarta Pusat, Kamis (11/1/2024).

Ajeng, begitu ia akrab disapa, menambahkan ketika pelaku usaha dihadapkan dengan kondisi demikian, ada beberapa dampak yang tentunya akan terasa. "Yang pertama, pengurangan pekerja. Dampaknya PHK, ini akan berdampak sangat besar, tidak hanya satu usaha yang akan melakukan ini, tapi masif," lanjutnya.

"Kedua, memahami dari segi cost, tentu spa didukung produk-produk kosmetik, bahan baku naik, dengan ini berapa besar cost yang harus dikurangi," lanjutnya.

Ia melanjutkan, "Bagaimana kita bisa memberikan pelayanan terbaik bila sangat terbatas dari sisi cost yang sangat besar yang harus dikurangi, kami tidak ingin ini berdampak pada kualitas."

 


Dirasa Memberatkan

Anda dapat menikmati treatment dari Martha Tilaar Spa Express yang hadir di pusat kota Jakarta untuk menghilangkan stres masyarakat urban.

Anggota Asosiasi Spa Indonesia (ASPI) sekaligus Direktur Martha Tilaar Spa, Wulan Tilaar menerangkan bahwa industri spa saat ini masih belum pulih. "Belum 100 persen back to normal," katanya saat ditemui pada kesempatan yang sama.

Walau begitu, ia bersyukur banyak orang sudah kembali menjalankan perawatan di spa kebugaran. "Tapi banyak juga orang yang masih paranoid untuk menjalankan treatment karena dia langsung body contact," tambahnya.

Wulan menjelaskan, "Jadi catatan bagi kami ke depannya, pajak 40 persen belum lagi kita punya pajak yang lain, PPN, PPh, PBB, ada sewa menyewa itu juga pasti masuk dalam cost kami."

Pihaknya juga fokus kepada para pelaku usaha yang masih di skala UMKM. "Kalau ini terjadi, pasti akan mematikan industri spa di Indonesia," terangnya.

Dikatakannya, Indonesia melihat potensi kekayaan alam, budaya, dan tradisi yang sudah dituangkan ke dalam treatment, yaitu etnowellness. "Di Indonesia berusaha kita promosikan sekuat tenaga, jangan sampai usaha-usaha yang kita lakukan bertahun-tahun itu akan gagal hanya karena pajak yang memberatkan industri ini," tegasnya.


Dampak Spa

Ilustrasi spa. (dok. pexels.com/Jonathan Borba) 

Di sisi lain, Ajeng turut mengungkapkan dampak spa terhadap berbagai faktor, mulai dari ekonomi, penciptaan lapangan pekerjaan, pemeliharaan budaya, menjaga kesejahteraan kebugaran masyarakat, dan tentunya di dalam Sustainable Development Goals. Pihaknya disebut telah menawarkan perawatan kebugaran dan juga kecantikan berbasis budaya.

"Kami selama 20 tahun lebih merasa beruntung dapat sampai di posisi ini karena kami bisa memperkenalkan spa dengan basis budaya Indonesia, tidak hanya di dalam negeri, tapi juga di mancanegara," jelasnya.

Pencapaian ini, dikatakan Ajeng, menjadi bukti masyarakat Indonesia dan turis asing menghargai perawatan kesehatan kebugarand ari spa yang berbasis warisan budaya Indonesia yang sangat kental. "Dalam industri ini, spa berfokus dalam tiga pilar, yaitu body, mind, and soul. Ini menjadi suatu daya tarik yang luar biasa yang bisa menjadi salah satu penyokong untuk industri pariwisata di Indonesia," lanjut Ajeng.

"Kontribusi spa dampak yang bisa diberikan kepada ekonomi, kita mengetahui bahwa wisata kebugaran memiliki potensi yang luar biasa besar di dunia, bahkan Indonesia saat ini masih ada di peringkat 17, harapan kami, kita bisa mencapai paling tidak top 5," tuturnya.


Potensi Besar Wisata Wellness

Ilustrasi Spa. (Foto: unsplash.com)

Wisata wellness, disebutkannya, juga berkontribusi tinggi bila dilihat dari data global. "Tercatat kenaikan sekitar 4,2 triliun dolar AS di tahun 2017 menjadi 4,5 triliun dolar AS di 2019," lanjutnya.

Dampak selanjutnya adalah penciptaan lapangan pekerjaan. "Kita semua memahami bahwa Indonesia saat ini memiliki strategi yang sangat penting untuk menyongsong Indonesia Maju, salah satu pilar penting adalah SDM," katanya.

Ajeng menambahkan, "Industri spa saat ini dari terapis spa, terapis kecantikan, dan seluruh staf dan juga crew spa sangat dibutuhkan dan bahkan menjadi peluang yang sangat besar untuk mengembangkan keterampilan vokasional. Saat ini adalah momentum yang tepat."

Ia turut mengutip dari Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf) pada event IWTCF 2022, wellness tourism dapat menciptakan 1,3 juta lapangan kerja yang baru dan berkualitas. "Hal ini menjadi fakta yang penting kita harus meningkatkan insentif-insentif dan dukungan-dukungan untuk memperkenalkan dan mengembangkan industri spa di Indonesia sebagai wisata kebugaran," jelasnya.

 

Infografis Daya Tarik 3 Destinasi Wellness Tourism di Indonesia.  (Liputan6.com/Henry)  

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya