Awas! Banyak Caleg Lakukan Pencucian Uang di Pemilu 2024

PPATK mengindikasikan adanya Rp 51 triliun transaksi mencurigakan yang dilakukan 100 calon legislatif (caleg) jelang Pemilu 2024.

oleh Maulandy Rizky Bayu Kencana diperbarui 12 Jan 2024, 08:00 WIB
Banner Infografis Temuan-Temuan Mengejutkan PPATK Jelang Pemilu 2024. (Liputan6.com/Abdillah)

Liputan6.com, Jakarta Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) mengindikasikan adanya Rp 51 triliun transaksi mencurigakan yang dilakukan 100 calon legislatif (caleg) jelang Pemilu 2024.

Melihat temuan itu, Pengamat Kebijakan Publik Trubus Rahadiansyah mengaku tak heran. Menurutnya, itu merupakan hal yang lumrah terjadi di setiap pergelaran pesta politik.

"Tiap pemilu kan pasti ada temuan kayak gini. Itu kan berulang-ulang. Bukan masalah baru kok," ujar dia kepada Liputan6.com, Kamis (11/1/2024).

Menurut dia, transaksi gelap kerap dipakai oleh calon wakil rakyat untuk melakukan pencucian uang. Aksi ini kerap terjadi untuk memanfaatkan donasi dari salah satu pihak kepada caleg, dimana uang kampanye berlebih itu diputar dulu untuk mengelabui batasan jumlah donor yang ditetapkan dalam aturan.

Atau, sang caleg hendak memutar uang haram hasil korupsinya di masa lalu untuk dipakai sebagai dana politiknya.

"Kadang-kadang saya melihat ini kesempatan buat mereka cuci uang, dari uang haram dulu. Dia berlindung di balik pemilu untuk menjadi caleg," kata Trubus.

Langkah Hukum

Menindaki laporan PPATK tersebut, ia lantas mendorong Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) untuk melakukan langkah-langkah hukum. Sehingga seluruh kegiatan transaksi politik jelang pemilu 2024 bisa lebih transparan.

"Dalam hal ini tentu KPU, Bawaslu harusnya segera membuka dan melaporkan (temuan) itu kepada aparat penegak hukum. Itu kan melanggar UU Pemilu toh?," tegas Trubus.


Temuan PPATK: Aliran Dana Caleg Rp 8,3 Triliun, Paling Banyak untuk Judi dan Korupsi

Gedung PPATK (Liputan6.com/Helmi Fithriansyah)

Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) mencatat aliran dana dari calon anggota legislatif (caleg) dengan akumulasi nilai sekitar Rp 8,3 triliun. Paling besar tercatat untuk kasus korupsi dan perjudian.

Tercatat ada 13 kasus korupsi yang terkait nama-nama caleg pada kurun waktu 2022-2024. Kepala PPATK Ivan Yustiavandana mengatakan nama caleg itu merujuk pada daftar calon tetap (DCT) yang dimiliki Komisi Pemilihan Umum (KPU). Sementara, total 47 kasus yang terdata itu merupakan yang sudah disetor ke aparat penegak hukum.

PPATK sendiri telah mengantongi nama caleg dalam DCT sebanyak 256 ribu nama. Ketika disandingkan dengan data PPATK, alhasil memunculkan 45 ribu nama yang terlibat dengan kasus.

"2022 laporannya hanya 6.064, sudah dilaporkan, walaupun dia belum (masuk daftar) jadi orangnya DCT, belum dideklarasi sebagai DCT, dia sudah dilaporkan ke PPATK, sudah ada laporannya, itu 6.064 laporan. Nah, 2023 kemudian berkembang, begitu menjadi DCT, dideklarasikan sebagai DCT, laporannya naik menjadi 39.409 laporan DCT," papar Ivan dalam Konferensi Pers di Kantor PPATK, Jakarta, dikutip Kamis (11/1/2024).


Indikasi Korupsi

Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) Ivan Yustiavandana. (Liputan6.com/Johan Tallo)

Selanjutnya, dari nama-nama itu, Ivan memetakan ada 47 kasus. Ada 13 kasus korupsi yang menyangkut caleg dengan nilai total mencapai Rp 3.518.370.150.789 atau Rp 3,5 triliun.

"Kasus yang telah diserahkan kepada aparat penegak hukum terkait dengan DCT dari tahun 2022 sampai 2024. Nama-nama yang ada di depan tadi ada di dalam 13 kasus korupsi kami dengan angka Rp 3.518.370.150.789," ungkap Ivan.

Dia pun turut merinci besaran dana per jenis kasusnya. Ternyata, ditemukan dana paling besar mengalir terkait dengan korupsi, lalu diikuti dengan kasus perjudian.

"Nama-nama yang ada di dalam DCT atau partai politik tadi, ada di dalam hasil analisis kami, 4 hasil analisis kami terkait dengan perjudian, senilai Rp 3,1 triliun," ucapnya.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya