Peringati Hari Tuli Nasional, Pusbisindo Harap Ada Peningkatan Akses Informasi di 2024

Menilik dari sejarahnya, penetapan tanggal 11 Januari sebagai Hari Tuli Nasional dilakukan saat Rapat Kerja Nasional (Rakernas) Gerkatin.

oleh Ade Nasihudin Al Ansori diperbarui 12 Jan 2024, 16:31 WIB
Peringati Hari Tuli Nasional, Pusbisindo Harap Ada Peningkatan Akses Informasi di 2024. (Ade Nasihudin/Liputan6.com).

Liputan6.com, Jakarta Tanggal 11 Januari diperingati sebagai Hari Tuli Nasional. Dalam peringatan Hari Tuli 2024, Pusat Bahasa Isyarat Indonesia (Pusbisindo) berharap agar akses informasi semakin meningkat.

“Selamat Hari Tuli Nasional! Marilah kita mengingatkan hari ini sebagai momen penting untuk perjuangan hak dan kesetaraan bagi kaum Tuli seluruh Indonesia,” kata admin Pusbisindo Stefanus Sinar Firdaus melalui Bahasa isyarat dikutip dari Instagram @pusbisindo, Jumat (12/1/2023).

“Akses informasi dan komunikasi melalui Bahasa Isyarat Indonesia (Bisindo), teks dan berbagai media visual di berbagai fasilitas harus ditingkatkan,” tambahnya.

Menilik dari sejarahnya, penetapan tanggal 11 Januari sebagai Hari Tuli Nasional dilakukan saat Rapat Kerja Nasional (Rakernas) Gerkatin. Rakernas ini digelar pada 21-23 September 2017 di Hotel Lotus Garden Kediri, Jawa Timur.

Tema Rakernas saat itu adalah “Konsolidasi Organisasi Gerkatin dalam Rangka Meningkatkan Kapasitas dan Memperkuat Jaringan Organisasi”. Gagasan menetapkan sebuah hari untuk diperingati sebagai Hari Tuli Nasional pun digulirkan. Pilihannya jatuh pada 11 Januari.

Menurut Ketua Pusat Layanan Juru Bahasa Isyarat (PLJ) Juniati Effendi, tanggal tersebut dipilih sebagai penanda awal munculnya kesadaran dan kebangkitan Tuli yang dimotori oleh seorang Tuli bernama Aek Natas Siregar, Mumuh Wiraatmadja, dan aktivis Tuli lainnya di Bandung.


Pendirian Organisasi Tuli di Indonesia

Peringati Hari Tuli Nasional, Pusbisindo Harap Ada Peningkatan Akses Informasi di 2024. Foto: Freepik.

Mereka mendirikan sebuah organisasi bernama SEKATUBI yang merupakan singkatan dari Serikat Kaum Tuli-Bisu Indonesia yang beranggotakan 42 orang. SEKATUBI didirikan pada 11 Januari 1960 atau 64 tahun lalu.

Tak hanya di Bandung, geliat berdirinya beberapa organisasi Tuli juga terlihat di daerah lain di Pulau Jawa.

“Kaum Tuli-bisu di Semarang, Yogyakarta dan Surabaya juga turut mendirikan organisasi yang diberi nama Persatuan Tuna Rungu Semarang (PTRS), Perhimpunan Tuna Rungu Indonesia (PERTRI) Yogyakarta, dan Perkumpulan Kaum Tuli Surabaya atau PEKATUR,” tulis Juniati dalam keterangan pers, Senin, 11 Januari 2021.


Doa Ir. Soekarno untuk Teman Tuli

Tulisan tangan Presiden Soekarno pada 1961. Dok: facebook Gerkatin Kepemudaan

Setahun memperjuangkan hak Tuli dalam bidang pendidikan yang tak menunjukkan hasil, Siregar dan Mumuh pun memutuskan untuk menemui Presiden pertama Indonesia Ir. Soekarno.

Presiden pun menyambut dan mendukung gagasan para pejuang Tuli dan menuliskan sebuah doa untuk mereka.

“Mudah-mudahan usaha Siregar dan Mumuh dapat tercapai, sampai semua anak-anak bisu-Tuli dapat perhatian dari pemerintah. Tuhan Yang Maha Esa selalu melindungi,” doa dari Soekarno 1 Februari 1961.


Perjuangan Membuahkan Hasil

Seorang penyandang disabilitas tuna rungu memperagakan bahasa isyarat kepada warga di arena Car Free Day, Jakarta, Minggu (25/9). Sosialisasi bahasa isyarat itu sebagai salah satu kampanye memperingati Hari Tuli Internasional. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Perjuangan dan doa yang dipanjatkan nyaris 6 dekade silam ini telah membuahkan berbagai hasil. Sebagian penyandang Tuli telah menikmati pendidikan di perguruan tinggi. Bukan hanya di Indonesia tapi juga sampai di luar negeri.

“Namun, tak dapat dimungkiri, masih banyak yang mengalami penolakan di sekolah-sekolah tertentu bahkan kalaupun bersekolah, mereka masih mengalami kesulitan-kesulitan aksesibilitas,” tutup Juniati.

Infografis Akses dan Fasilitas Umum Ramah Penyandang Disabilitas. (Liputan6.com/Triyasni)

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya