Liputan6.com, Jakarta - Kementerian Komunikasi dan Informatika mengungkapkan bahwa ada wacana mengenai insentif buat operator telekomunikasi. Meski begitu, hal ini masih dalam kajian.
Ismail, Direktur Jenderal Sumber Daya dan Perangkat Pos dan Informatika Kementerian Kominfo mengatakan, operator seluler saat ini menghadapi beratnya pertumbuhan pendapatan, yang tersaingi dengan layanan digital over-the-top seperti Google hingga Meta, yang memanfaatkan infrastruktur mereka.
Advertisement
"Dia (layanan digital) kuenya gede ternyata bisnisnya. Sementara infrastruktur ini membutuhkan investasi yang sangat besar, apalagi negara seperti kita mencakup dari Sabang sampai Merauke," kata Ismail di kantor Kominfo, Jakarta, Jumat (12/1/2024).
"Industri ini sedang mengalami tekanan sangat berat. Kita sebagai pemerintah melihat ini sudah kebutuhan pokok buat masyarakat, untuk menggunakan HP ini sehari-hari. Jangan sampai nanti karena dia 'melambat', kekuatan finansialnya makin rendah, maka tidak bisa berkembang, ada banyak daerah yang tidak bisa dilayani," ujarnya.
Karena itu, Ismail mengungkap ada diskusi untuk melakukan valuasi harga spektrum dengan valuasi yang optimal, bukan berarti mahal atau murah.
"Kalau murah nanti negara dapat PNBP (Penerimaan Negara Bukan Pajak) jadi berkurang, kita untuk kebutuhan kesehatan, pendidikan kan penting. Kalau terlalu mahal, kolaps para operator telko ini," kata Ismail.
Rencana insentif ini pun masih dalam tahap diskusi, yang akan diselesaikan, mengingat biaya lelang yang ada selalu naik dalam beberapa tahun terakhir, namun industri tidak sedang baik-baik saja..
Kemkominfo Minta Masukan dari Operator Seluler
Ismail pun menyebut mereka juga tengah meminta masukan dari para operator seluler. Ini juga belum diputuskan karena masih harus dikoordinasikan dengan Kementerian Keuangan, BPKP, dan pihak-pihak terkait lain, agar pemberian insentif melalui lelang ini rasional, atau ada argumentasi yang kuat.
"Jadi kalau ditanya kapan, dari kajian kami sebenarnya sudah penghujung final lah dari kami," kata Ismail.
"Laporan sudah kami berikan ke pak Menteri tapi beliau belum putuskan, bukan karena lambat memutuskan, tapi karena masih harus berkoordinasi lagi dengan beberapa pihak dari lembaga lain yang berwenang untuk kita dengarkan masukannya."
Terkait bentuk pasti untuk insentif, Ismail menegaskan belum ada keputusan, meski wacana soal ini sudah ada. Namun, menurut Ismail, ada dua skema kemungkinan.
Dua skema yang sedang digodok ini pertama, "diskon" terhadap biaya spektrum frekuensi yang sudah dibayarkan tahunan, atau kedua, insentif untuk yang akan dilelang
Advertisement
Menkominfo Minta Penyelenggara Pemilu Perkuat Keamanan
Di sisi lain, Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Budi Arie Setiadi mengatakan bahwa sudah meminta usut tuntas dugaan kebocoran Daftar Pemilih Tetap (DPT) baru-baru ini.
Untuk ini, Menkominfo mengatakan sudah menugaskan Direktur Jenderal Aplikasi Informatika Kementerian Kominfo Semuel Abrijani Pangerapan.
Hal ini diungkapnya dalam Rapat Kerja Komisi I DPR RI mengenai Diseminasi Informasi dan Dukungan Infrastruktur TIK Pemilu 2024 di Senayan, Jakarta Pusat, Rabu lalu.
Meski begitu, Budi Arie mengatakan Kementeriannya belum bisa memastikan adanya kebocoran data Pemilih Tetap. Mereka masih berkoordinasi dengan Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Ditjen Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kementerian Dalam Negeri.
"Kalau data DPT itu kan semua partai peserta Pemilu kan pasti dapat, dan hal itu sesuai Undang-Undang. Caleg juga pasti memegang data DPT dapilnya kan?" kata Budi, mengutip siaran pers, Sabtu (2/12/2023).
Kominfo Masih Lakukan Penyelidikan
"Oleh karena itu, Kominfo masih menyelidiki kasus ini dengan berkoordinasi bersama instansi terkait. Di antaranya KPU hingga BSSN, untuk terus mengantisipasi soal keamanan IT KPU," imbuhnya.
Menkominfo menyatakan dirinya sejauh ini masih menunggu informasi lebih detail dari KPU terkait dugaan kebocoran data tersebut.
"Sehingga Kominfo belum dapat menyimpulkan sebelum adanya laporan dari lembaga terkait. Kami ingin meyakinkan kalau ini tidak ada motif politik. Ini motif bisnis, motifnya ekonomi dengan pengertian jualan data."
Lebih lanjut, Budi menegaskan dugaan kebocoran data ini harus jadi peringatan untuk seluruh pihak penyelenggara Pemilu, untuk memperkuat keamanan data dan menjaga sistem dengan lebih baik.
Advertisement