Liputan6.com, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan Bupati Labuhanbatu Erick A Ritonga dan anggota DPRD Kabupaten Labuhanbatu Rudi Syahputra Ritonga dalam kasus dugaan suap proyek pengadaan barang dan jasa di Kabupaten Labuhanbatu, Sumatera Utara.
Selain Erick dan Rudi, KPK juga menjerat dua pihak swasta bernama Efendy Sahputra dan Fajar Syahputra. Keempatnya ditetapkan tersangka usai terjaring operasi tangkap tangan (OTT) pada Kamis, 11 Januari 2024 kemarin.
Advertisement
"Atas laporan dan pengaduan masyarakat ke KPK dan ditindaklanjuti segera melalui pengumpulan bahan keterangan disertai informasi, sehingga naik ke tahap penyelidikan serta atas dasar kecukupan alat bukti, ditingkatkan lagi ke tahap penyidikan dengan menetapkan dan mengumumkan tersangka," ujar Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron dalam jumpa pers di Gedung KPK, Jumat (12/1/2024).
Ghufron menjelaskan konstruksi perkara yang menjerat keempatnya. Ghufron menyebut, Kabupaten Labuhanbatu mengangarkan pendapatan dan belanja dalam APBD 2023 dan 2024 dengan rincian anggaran pendapatan dan anggaran belanja yang masing-masing sebesar Rp1,4 triliun.
Dengan anggaran tersebut, Erick selaku Bupati Labuhanbatu melakukan intervensi dan ikut secara aktif berbagai proyek pengadaan yang ada di berbagai SKPD di Pemkab Labuhanbatu. Proyek yang menjadi atensi Erick di antaranya di Dinas Kesehatan dan Dinas PUPR.
Khusus di Dinas PUPR yaitu proyek lanjutan peningkatan Jalan Sei Rakyat Sei Berombang Kecamatan Panai Tengah dan proyek lanjutan peningkatan Jalan Sei Tampang- Sidomakmur Kecamatan Bilah Hilir/Kecamatan Panai Hulu dengan besaran nilai pekerjan kedua proyek tersebut sebesar Rp19,9 miliar.
Rudi Ditunjuk untuk Atur Proyek
Erick menunjuk Rudi yang merupakan anggota DPRD Labuhanbatu sebagai orang kepercayaan untuk melakukan pengaturan proyek. Erick juga meminta Rudi menunjuk secara sepihak siapa saja kontraktor yang akan dimenangkan.
"Besaran uang dalam bentuk fee yang dipersyaratkan bagi para kontraktor yang akan dimenangkan yaitu 5% hingga 15% dari besaran anggaran proyek," kata Ghufron.
Untuk dua proyek di Dinas PUPR, kontraktor yang dikondisikan untuk dimenangkan yaitu Fajar Syahputra dan Efendy Sahputa.
Sekitar Desember 2023, Erick melalui Rudi meminta agar segera disiapkan sejumlah uang yang diistilahkan kutipan atau kirahan dari para kontraktor yang telah dikondisikan untuk dimenangkan dalam beberapa proyek di Dinas PUPR.
Penyerahan uang dari Fajar dan Efendy kepada Rudi dilaksanakan pada awal Januari 2024 melalui transfer rekening bank atas nama Rudi Syahputra Ritonga dan juga melalui penyerahan tunai.
"Sebagai bukti permulaan, besaran uang yang diterima EAR (Erick) melalui RSR (Rudi) sejumlah sekitar Rp 551,5 juta sebagai satu kesatuan dari Rp1,7 miliar," kata Ghufron.
Advertisement
Kembangkan ke Pihak Lain
Ghufron menyebut, uang itu turut diamankan dalam operasi tangkap tangan (OTT) ini. Ghufron memastikan pihaknya akan menelusuri adanya pihak-pihak lain yang diduga juga turut memberikan sejumlah uang pada Erick melalui Rudi.
"Selain itu KPK terbuka untuk terus melakukan pendalaman lebih lanjut kaitan adanya dugaan perbuatan korupsi lain dalam penanganan perkara ini ke depannya," kata Ghufron.
Untuk kebutuhan penyidikan, keempatnya langsung ditahan di Rumah Tahanan (Rutan KPK) untuk 20 hari pertama terhitung mulai 12 Januari 2024 hingga 31 Januari 2024.
Sebagai penerima, Erick dan Rudi disangka melanggar Pasal 12 huruf a atau b atau Pasal 11 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.
Sementara Fajar dan Efendy sebagai pemberi disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 13 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.