Liputan6.com, Tel Aviv - Israel akan melanjutkan perang melawan Hamas sampai menang dan itu tidak akan dapat dihentikan oleh siapa pun, termasuk Mahkamah Internasional (ICJ). Pernyataan tersebut disampaikan Perdana Menteri Benjamin Netanyahu dalam pidatonya pada Sabtu (13/1/2024).
Netanyahu berbicara setelah ICJ di Den Haag mengadakan sidang dengar pendapat selama dua hari menyusul tuduhan Afrika Selatan bahwa Israel melakukan genosida terhadap warga Palestina di Jalur Gaza.
Advertisement
Israel menolak tuduhan tersebut, menyebutnya fitnah dan pura-pura suci.
Afrika Selatan dalam tuntutannya meminta ICJ memerintahkan Israel menghentikan serangan udara dan daratnya.
"Tidak ada yang akan menghentikan kami, tidak Den Haag, tidak poros kejahatan, dan tidak seorang pun," kata Netanyahu dalam pidatonya di televisi pada Sabtu malam, mengacu pada Iran dan milisi sekutunya, seperti dilansir AP, Senin (15/1).
Kasus yang diajukan Afrika Selatan ke ICJ diperkirakan akan memakan waktu bertahun-tahun, namun keputusan mengenai langkah-langkah sementara mungkin akan diambil dalam beberapa pekan mendatang. Keputusan ICJ mengikat, namun sulit untuk ditegakkan, bergantung pada tekad Dewan Keamanan PBB.
Netanyahu menggarisbawahi Israel akan mengabaikan perintah untuk menghentikan pertempuran.
Israel semakin mendapat tekanan internasional untuk mengakhiri perang di Jalur Gaza, yang telah menewaskan lebih dari 23.800 orang dan menyebabkan penderitaan yang luas di daerah kantong tersebut. Bagaimanapun, sejauh ini Israel dilindungi oleh dukungan diplomatik dan militer Amerika Serikat (AS).
Lautan manusia tumpah ruah ke jalan-jalan di ibu kota Washington, London, Paris, Roma, Milan, Dublin, dan banyak lagi pada Sabtu untuk menuntut diakhirinya perang Hamas Vs Israel. Para pengunjuk rasa yang berkumpul di Gedung Putih mengangkat poster yang mempertanyakan kelayakan Presiden Joe Biden sebagai calon presiden karena dukungannya yang kuat terhadap Israel selama perang.
Israel berpendapat bahwa mengakhiri perang berarti kemenangan bagi Hamas, kelompok militan yang menguasai Jalur Gaza sejak 2007 dan bertekad menghancurkan Israel.
Perang Hamas Vs Israel dipicu oleh serangan mematikan pada 7 Oktober di mana Hamas dan militan lainnya diklaim membunuh sekitar 1.200 orang di Israel. Sekitar 250 orang lainnya disandera dan meskipun beberapa telah dibebaskan atau dipastikan tewas, lebih dari setengahnya diyakini masih ditawan.
Minggu menandai 100 hari perang Hamas Vs Israel di Jalur Gaza.
Warga Palestina Tidak Diizinkan Kembali ke Gaza Utara
Kekhawatiran akan terjadinya konflik yang lebih luas dinilai sudah terlihat jelas sejak dimulainya perang Hamas Vs Israel.
Front-front baru dengan cepat terbuka, dengan kelompok-kelompok yang didukung Iran – pemberontak Houthi di Yaman, Hizbullah di Lebanon, dan milisi yang didukung Iran di Irak dan Suriah – melancarkan serangkaian serangan. Sejak awal, AS telah meningkatkan kehadiran militernya di wilayah tersebut untuk mencegah eskalasi.
Menyusul Houthi yang melancarkan serangan drone dan rudal terhadap kapal-kapal komersial di Laut Merah, AS dan Inggris melancarkan beberapa serangan udara pada Jumat (12/1), sementara AS menyerang lokasi lain pada Sabtu.
Afrika Selatan menyebutkan melonjaknya angka kematian dan penderitaan yang dialami warga sipil Jalur Gaza, serta komentar-komentar yang menghasut dari para pemimpin Israel merupakan bukti dari apa yang mereka sebut sebagai niat genosida Israel.
Dalam argumen balasan pada Jumat, Israel meminta agar kasus dugaan genosida diabaikan.
Pengacara Israel berpendapat bahwa negara tersebut mempunyai hak untuk melawan musuh yang kejam dan Afrika Selatan mengabaikan apa yang Israel anggap sebagai upaya untuk mengurangi kerugian terhadap warga sipil.
Sementara itu, Netanyahu dan panglima militernya Herzl Halevi mengatakan mereka tidak memiliki rencana dalam waktu dekat untuk mengizinkan kembalinya pengungsi Palestina ke Jalur Gaza Utara, yang merupakan fokus awal serangan Israel. Intensitas pertempuran di bagian utara telah dikurangi, dengan pasukan sekarang fokus di Kota Khan Younis di bagian selatan.
Meski demikian, pertempuran terus berlanjut di bagian Jalur Gaza utara.
Netanyahu mengatakan isu pengungsi telah diangkat oleh Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken selama kunjungannya teranyarnya. Pemimpin Israel menekankan kepada Blinken, "Kami tidak akan mengembalikan penduduk (ke rumah mereka) ketika terjadi pertempuran."
Pada saat yang sama, Netanyahu mengatakan Israel pada akhirnya harus menutup apa yang disebutnya sebagai pelanggaran di sepanjang perbatasan Jalur Gaza dengan Mesir. Selama bertahun-tahun blokade Israel-Mesir, terowongan penyelundupan di bawah perbatasan Mesir- Jalur Gaza telah menjadi jalur pasokan utama ke Jalur Gaza.
Kota Rafah di Gaza Selatan saat ini dipenuhi oleh ratusan ribu warga Palestina yang melarikan diri dari Gaza Utara dan kehadiran mereka akan mempersulit rencana untuk memperluas serangan darat Israel.
Advertisement
Israel Salahkan Hamas atas Tingginya Jumlah Korban Tewas
Di Jalur Gaza, tempat Hamas melakukan perlawanan keras terhadap serangan udara dan darat Israel, perang terus berlanjut.
Otoritas kesehatan Gaza mengatakan total korban jiwa akibat perang menjadi 23.843 orang.
Perusahaan telekomunikasi Palestina, Jawwal, mengungkapkan bahwa dua karyawannya tewas pada Sabtu, ketika mereka mencoba memperbaiki jaringan di Khan Younis. Keduanya disebut terkena tembakan.
Jawwal menuturkan pihaknya telah kehilangan 13 karyawan sejak dimulainya perang Hamas Vs Israel.
Israel meyakini bahwa Hamas bertanggung jawab atas tingginya korban sipil. Mereka mengklaim bahwa anggota Hamas memanfaatkan bangunan sipil dan melancarkan serangan dari daerah perkotaan yang padat penduduknya.