4 Risiko Kembangkan Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi di Indonesia

Salah satu risiko pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) adalah terkait perizinan, bencana alam atau force majeure, paparan gas beracun, pencemaran lingkungan, kecelakaan kerja, dan kesenjangan tarif yang mempengaruhi keekonomian proyek.

oleh Tira Santia diperbarui 15 Jan 2024, 12:15 WIB
Anggota Dewan Energi Nasional (DEN) Satya Widya Yudha menjelaskan risiko pengembangan Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) di Indonesia.

Liputan6.com, Jakarta - Dewan Energi Nasional (DEN) menyebut terdapat empat resiko yang dihadapi dalam pengembangan Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) di Indonesia.

Anggota DEN Satya Widya Yudha, menyampaikan, untuk risiko pertama pembangunan pembangkit panas bumiyakni risiko tahap eksplorasi tinggi, antara lain ditemukannya cadangan (kegagalan menemukan zona permeabel dan suhu tinggi), tidak ada jaringan, dan tidak ada permintaan, pembebasan lahan (waktu berkepanjangan, sewa/beli).

"Kalau kita lihat risiko-risiko dalam pengembangan geothermal (panas bumi), kita lihat tahap eksplorasi memiliki resiko yang tinggi karena ditemukannya cadangan atau gagal menemukan zona permeabel yang bagus," kata Satya dalam Webinar Strategi Penciptaan Nilai Tambah Panas Bumi sebagai langkah mendukung NZE 2060, Senin (15/1/2024).

Risiko kedua yakni pada tahap pengembangan eksploitasi yang moderat seperti penundaan dan biaya EPCC yang melebihi anggaran mempengaruhi harga keekonomian, negosiasi harga uap/listrik, sosial seperti LSM yang mempengaruhi masyarakat memerlukan dukungan pemerintah daerah, dan pendanaan (kemampuan bank dan memiliki izin tetapi tidak memiliki dana).

Kemudian, risiko ketiga dalam tahap operasi rendah yaitu kinerja pembangkit menurun, produksi sumur make-up di bawah target.

Keempat, risikonya pembangunan PLTP terkait permasalahan lainnya antara lain perizinan, bencana alam/force majeure, paparan gas beracun, pencemaran lingkungan, kecelakaan kerja, kendala sosial, pandemi, terdapat kesenjangan tarif yang mempengaruhi keekonomian proyek.

"Itu yang terindikasi dari yang kita lihat daripada kita bisa mengembangkan pembangkit tenaga listrik untuk panas bumi yang perlu kita benahi," pungkasnya.


Chevron dan Pertamina Geothermal Bentuk Usaha Patungan yang Kembangkan Panas Bumi di Lampung

PLTP Area Kamojang PT Pertamina Geothermal Energy Tbk (PGEO). (Foto: Pertamina Geothermal Energy)

Sebelumnya, PT Pertamina Geothermal Energy Tbk (PGEO) atau PGE berkomitmen bersama Chevron New Energies Holdings Indonesia Ltd (Chevron) untuk mengembangkan Wilayah Kerja Panas Bumi (WKP) Way Ratai, Lampung, terus berlanjut. 

Sebagai wujud nyata, kedua pihak membentuk Joint Venture Company (JVC) yang dilanjutkan dengan pengurusan Izin Panas Bumi (IPB) serta perizinan lainnya. Hal ini disampaikan pada acara penandatanganan akta pendirian PT Cahaya Anagata Energy yang dilaksanakan di Grha Pertamina, Jakarta, Rabu, 6 Desember 2023.

Acara penandatanganan akta pendirian ini dilakukan oleh perwakilan Chevron New Energies Holdings Indonesia Ltd. Siddharth Jain dan Direktur Utama PT Pertamina Geothermal Energy Tbk, Julfi Hadi dan disaksikan oleh Chevron Indonesia Country Manager Wahyu Budiarto serta PTH. Direktur Utama Pertamina New & Renewable Energy (PNRE) Said Reza Pahlevy.

"WKP Way Ratai ini sangat strategis dan salah satu yang terbaik di Indonesia, posisi Way Ratai ini juga memiliki peran penting sebagai Hub di Sumatera sehingga bisa menambah nilai dari panas bumi dengan mengembangkan secondary product khususnya green hydrogen. Kami optimis kerja sama ini menjadi langkah maju yang positif," kata Direktur Utama PT Pertamina Geothermal Energy Tbk, Julfi Hadi dalam keterbukaan informasi, dikutip Sabtu (9/12/2023).

Ia melanjutkan, perusahaan patungan yang diberi nama PT Cahaya Anagata Energy dalam bahasa sansekerta, Anagata berarti masa depan yang mencerminkan komitmen berkelanjutan kedua belah pihak dalam mengembangkan Energi Baru dan Energi Terbarukan (EBT) sebagai energi masa depan.

"Semua ini berfokus dan sejalan dengan agenda pemerintah untuk mencapai net zero emission 2060," ujarnya.


Komposisi Pemegang Saham

PT Pertamina Geothermal Energy Tbk. (PGE) (IDX: PGEO) melalui di PGE Area Kamojang menunjukkan kontribusi besar bagi masyarakat dan lingkungan. Dok PGE

Sementara itu, Direktur Utama Pertamina New & Renewable Energy (PNRE), Said Reza Pahlevy mengatakan, penandatanganan akta pendirian ini, menandai langkah maju yang signifikan dalam upaya mencapai solusi energi berkelanjutan.

"Pendirian PT Cahaya Anagata Energy merupakan bukti komitmen kami dalam membina kolaborasi dan kemitraan dalam industri energi baru dan terbarukan. Melalui usaha patungan ini, kami memanfaatkan pemahaman mendalam PGE mengenai lanskap panas bumi dan juga pengalaman luas Chevron di industri ini untuk menjajaki peluang baru untuk diversifikasi dan transisi energi," kata Reza.

Adapun 40 persen saham PT Cahaya Anagata Energy dimiliki oleh PT Pertamina Geothermal Energy Tbk. Sisanya sebanyak 60 persen dikantongi oleh Chevron.

PT Cahaya Anagata Energy akan fokus melakukan eksplorasi panas bumi di WKP Way Ratai, Lampung, yang akan dilakukan hingga 2028.

Sebelumnya PGE dan Chevron yang tergabung dalam satu konsorsium telah diumumkan sebagai pemenang lelang WKP Way Ratai oleh Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) pada Juni silam.

Infografis Optimisme KTT G20 di Tengah Krisis Pangan, Energi, Keuangan (Liputan6.com/Triyasni)

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya