Liputan6.com, Jakarta - Pemilihan umum (Pemilu) Taiwan dinilai dapat meredakan kekhawatiran global mengenai hubungan Taiwan dengan China sekaligus mendorong aksi jual di dalam negeri pada Senin, 15 Januari 2024. Hal ini seiring investor khawatir hasil pemilu tersebut dapat hambat kebijakan ekonomi.
Dikutip dari Channel News Asia, Senin (15/1/2024), Wakil Presiden Lai Ching-te memenangkan kursi kepresidenan pada Sabtu, 13 Januari 2024. Ini masa jabatan ketiga berturut-turut bagi Partai Progresif Demokratik atau Democratic Progresivve yang berkuasa. Namun, partai itu kehilangan suara mayoritas di parlemen sehingga mempersulit rencana pengeluaran Lai dan niat untuk mengambil sikap agresif terhadap China.
Advertisement
China yang klaim Taiwan sebagai wilayahnya, menyebutkan Lai sebagai seorang separatis dan "pembuat onar". Namun, bersikap lebih lembut setelah pemilu dengan tidak menyebut namanya dan mengatakan hasil pemilu menunjukkan DPP tidak dapar mewakili opini publik arus utama di Taiwan.
Analis perkirakan pasar saham Taiwan akan terpukul pekan ini karena momok kelumpuhan kebijakan memicu penjualan di pasar yang naik 25 persen dalam waktu kurang dari setahun.
Dikutip dari CNBC, indeks saham Taiwan naik 0,19 persen ke posisi 17.546,82 pada Senin pekan ini setelah Lai Ching-te memenangkan pemilu dengan perolehan suara lebih dari 40 persen.
Namun, hasil ini juga melegakan investor yang khawatir sikap hawkish Lai Ching te akan mendorong kemerdekaan formal Taiwan. Akan tetapi, hal itu dibantahnya. Investor juga khawatir terhadap reaksi bermusuhan dari China dan reaksi berantai sanksi yang dapat melumpuhkan industri semikonduktor global.
Risiko Internal dan Eksternal
"Saya membayangkan reaksinya negatif. Pasar bisa membaca lemahnya pemerintahan di Taiwan, banyak risiko eksternal dari daratan dan banyak risiko internal karena tidak ada kendali dari badan legislatif,” ujar Ekonom Natixis, Alicia Garcia Herrero.
Namun, Herrero menuturkan, pidato kemenangan Lai yang seimbang dan kebuntuan di parlemen adalah alasan China mungkin tidak bereaksi.
“Jika China tidak melakukan apapun, mungkin pasar akan menganggap hal ini bukan masalah besar dan mungkin akan tetap bersikap positif,” ujar dia.
Investor meski perkirakan terjadi aksi jual spontan pada saham-saham Taiwan dan bahkan mata uangnya pada pekan ini, kemungkinan besar pelaku pasar akan menunggu sampai pemerintahan baru mulai menjabat.
Parlemen akan dibuka pada 1 Februari dan Kabinet Lai akan mulai menjabat pada 20 Mei 2024.
Advertisement
Investor Cermati Dukungan di Parlemen
Head of Asia Macro and Investment Strategy BNY Mellon Investment Management, Aninda Mitra prediksi akan terjadi retorika politik yang memanas dan keributan jangka pendek lainnya ketika politikus Taiwan dan rekannya dari China dan Amerika Serikat saling bertukar reaksi dalam beberapa hari mendatang.
"Dari sisi makro dan geopolitik, saya rasa tidak akan ada dampak besar dari perspektif global," ujar Ekonom Mizuho Bank, Vishnu Varathan.
Ia menambahkan, hilangnya mayoritas parlemen oleh DPP adalah masalah lebih besar. “Dolar Taiwan mungkin akan sedikit terpukul karena potensi kebuntuan lebih besar,” ujar dia.
Dalam beberapa minggu ke depan, investor akan mendapatkan gambaran lebih baik tentang seberapa besar dukungan yang akan diperoleh Lai dari parlemen di mana DPP yang dipimpinnya memenangkan 51 kursi. Sedangkan kubu oposisi Kuomintang mendapatkan 52 kursi dan Partai Rakyat Taiwan memperoleh delapan kursi.
Reaksi China Jadi Penentu
Namun, reaksi China masih menjadi faktor penentu bagi pasar global. Sementara itu, Lai tidak menjelaskan jelas dengan mengatakan diperlukan kerja sama tetapi ia bertekad melindungi Taiwan dari ancaman dan intimidasi dari China.
Taruhannya besar bagi pasar global, mengingat ekspektasi Amerika Serikat akan mendukung Taiwan jika China ingin melakukan invasi.
Taiwan memproduksi 60 persen semikonduktor dunia, yang digunakan dalam segala hal mulai dari telepon pintar dan jet tempur, serta 90 persen chip paling canggih. Sanksi ekonomi terhadap Taiwan dapat melumpuhkan sektor teknologi global dan kecerdasan buatan.
Perusahaan terbesarnya, Taiwan Semiconductor Manufacturing Co, sering kali berada di tengah ketegangan geopolitik dan sanksi perdagangan. Saham TSMC, perusahaan tercatat paling berharga di Asia, melonjak 32 persen pada 2023.
"Dari sini yang memerlukan lebih banyak penilaian adalah kebijakan strategis pemerintah Taiwan yang akan datang dan kohesi internal mereka,” kata Mitra.
“Apakah mereka akan mencoba menyeimbangkan hubungan mereka dengan China dan Amerika Serikat atau menjauh dari salah satu negara tersebut? Masih terlalu dini untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan ini secara pasti saat ini,” ia menambahkan.
Advertisement