Liputan6.com, Jakarta - Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko heran aparat TNI kerap diganggu dengan isu netralitas setiap ada pelaksanaan pemilihan umum (Pemilu). Mantan Panglima TNI itu menilai, isu tersebut dapat menganggu konsentrasi prajurit dalam menjaga Indonesia.
"Kami mantan Panglima TNI bisa melihat bagaimana sih sebenarnya kultur baru yang terjadi di jajaran TNI. Sudah ada sebuah perubahan yang sangat signifikan atas kultur baru di TNI," kata Moeldoko di Kantor Staf Presiden, Jakarta Pusat, Senin (15/1/2024).
Advertisement
"Jadi jangan lagi TNI yang sudah baik, selalu diganggu persoalan netralitas. Itu mengganggu konsentrasi TNI," sambungnya.
Menurut dia, isu netralitas TNI merupakan penyakit tahunan yang selalu muncul setiap Pemilu. Moeldoko mengatakan dirinya salah satu Panglima TNI yang memperkuat netralitas prajurit setiap ada pesta demokrasi.
"Saya pastikan, saya mantan Panglima TNI yang ikut terlibat dalam memperkuat kultur itu. Ingin memastikan bahwa TNI bisa diandalkan dalam konteks netralitas. Jadi jangan selalu dimunculkan hal-hal yang dari dulu seperti itu," jelasnya.
Moeldoko meminta apabila ada TNI-Polri yang berperilaku tidak netral, tak dianggap sebagai kesalahan organisasi. Sebab, kata dia, bisa saja ketidaknetralan itu terjadi karena keterbatasan pengetahuan prajurit TNI-Polri.
Ketidaknetralan Oknum Jangan Dianggap Sikap Organisasi
Moeldoko meyakini Panglima TNI dan Kapolri telah memberikan instruksi yang jelas kepada jajarannya soal netralitas aparat di Pemilu. Sehingga, dia berharap ketidaknetralan satu oknum TNI-Polri tak dianggap sebagai sikap organisasi.
"Jangan itu dibilang TNI tidak netral atau Polisi tidak netral. Karena kebijakannya sangat jelas, pengendaliannya sangat jelas," ujarnya. Tapi kalau ada yang aneh-aneh seperti itu, mungkin ya kalau mungkin memang ada, itu personal, oknum," ujar dia.
"Jangan mengatakan itu TNI, jamgan mengatakan itu Polri, jangan mengatakan itu PNS, dan sebagainya," imbuh Moeldoko.
Advertisement