Liputan6.com, Jakarta Ombudsman RI mengungkapkan bahwa pihaknya menemukan 4 permasalahan dalam penerbitan Rekomendasi Impor Produk Hortikultura (RIPH) komoditas bawang putih.
Anggota Ombudsman, Yeka Hendra Fatika mengatakan bahwa permasalahan pertama terjadi pada penyaluran dana biaya tanam bawang putih dari importir, yang jauh dari kebutuhan petani.
Advertisement
“Misal di daerah Temanggung kebutuhan biaya tanam bawang putih per hektar per musim tanam Rp. 70 juta, namun banyak importir yang hanya memberikan dana biaya tanam kepada petani pelaksana wajib tanam sebesar Rp15-20 juta," ungkap Yeka dalam konferensi pers Ombudsman yang disiarkan pada Selasa (16/1/1024).
Akibatnya, petani harus menanggung sisa biaya tanam demi mendapat nilai tambah dan daya saing produk bawang putih lokal.
“Kalau tidak mampu (menanggung sisa biaya) maka potensi gagal wajib tanam itu besar sekali," jelas Yeka.
Temuan kedua, adalah ketidaksesuaian antara komitmen wajib tanam dan realisasi wajib tanam bawang putih.
"Ada ketidaksesuaian, adanya anggota fiktif pada kelompok tani pelaksana wajib tanam bawang putih, dan yang berikutnya adalah komitmen wajib tanam bawang putih tidak dilaksanakan oleh importir penerima bawang putih," bebernya..
Kemudian, temuan ketiga yaitu adanya dugaan pungutan liar dalam proses penerbitan RIPH bawang putih.
"Misalnya, kalau RIPH-nya mendapatkan kuota 6.000 kg dan Surat Persetujuan Impor (SPI) 1.000 kg, tetapi pungutannya ke 6.000 kg sesuai RIPH," papar Yeka.
Kuota Jual Beli
Akibatnya, kuota jual beli dalam penerbitan RIPH ini memungkinkan penerbitan RIPH bawang putih melebihi rencana impor bawang putih yang ditetapkan dalam rapat koordinasi terbatas (rakortas) pemerintah.
Keempat, penerbitan RIPH bawang putih melebihi rencana impor bawang putih.
"Penerbitan RIPH bawang putih itu ternyata melebihi dari rencana impor bawang putih yang ditetapkan oleh pemerintah melalui Rakortas. Misal di tahun 2023 ditetapkan 560.000 ton, namun jumlah bawang putih yang diimpor 1,2 juta ton. Ini hampir dua kali lipatnya. Memang tidak harus sama, tetapi kalau jumlahnya seperti ini pasti akan mengakibatkan permasalahan perebutan dan SPI pelaku usaha rugi,” pungkasnya.
Ombudsman Endus Dugaan Pungutan Liar dalam Rekomendasi Impor Bawang Putih
Sebelumnya, Ombudsman RI mengungkapkan bahwa pihaknya menemukan dugaan pungutan liar dalam proses penerbitan Rekomendasi Impor Produk Hortikultura (RIPH) bawang putih.
Dugaan ini ditemukan saat Ombudsman melakukan investigasi terkait polemik impor bawang putih pada 2023 lalu.
“Ombudsman menemukan ada pungutan liar RIPH bawang putih yang nilainya bervariatif," ungkap Anggota Ombudsman RI, Yeka Hendra Fatika dalam konferensi pers yang disiarkan pada Selasa (16/1/2024).
Yeka membeberkan bahwa, pihaknya mendapat laporan dari pelaku usaha yang dibebankan pungutan ilegal sebesar Rp 200-250/kg dari besaran RIPH yang ingin diterbitkan.
"Misalnya, kalau RIPH-nya mendapatkan kuota 6.000 kg dan Surat Persetujuan Impor (SPI) 1.000 kg, tetap pungutanya ke 6.000 kg sesuai RIPH," jelasnua.
Akibatnya, kuota jual beli dalam penerbitan RIPH ini memungkinkan penerbitan RIPH bawang putih melebihi rencana impor bawang putih yang ditetapkan dalam rapat koordinasi terbatas (rakortas) pemerintah.
Sebagai informasi, kuota impor bawang putih di 2023 adalah sebanyak 560 ribu ton. Di sisi lain, RIPH yang dikeluarkan oleh Kementan kepada importir sebanyak 1,2 juta ton.
"Memang tidak harus samac tapi kalau jumlah seperti itu pasti akan mengakibatkan permasalahan. (Berisiko terjadi) rebutan SPI dan pelaku usaha merugi," imbuh Yeka.
Advertisement
Ombudsman Panggil Pejabat Kementan
Untuk mendapat penjalasan lebih lanjut, Ombudsman RI memanggil sejumlah pejabat Kemeterian Pertanian (Kementan), khususnya dari Direktorat Jenderal Hortikultura.
Pemanggilan pertama dilakukan siang ini pada Selasa, 16 Januari 2023 kepada Direktur Jenderal Hortikultura.
"Besok (17/1) kami akan melakukan pemeriksaan terhadap dua pihak, yaitu Sekretaris Ditjen Hortikultura dan Direktur Pengolahan dan Pemasaran Hasil Hortikultura selaku pihak yang melakukan verifikasi dan validasi persyaratan permohonan RIPH berdasarkan Permentan pasal 19 tentang RIPH," beber Yeka.
Berlanjur pada Kamis (18/1) besok, Ombudsman akan memanggil Direktur Perlindungan Hortikultura dan Ditjen Hortikultura, yang bertugas dalam perumusan dan pelaksanaan kebijakan di bidang perlindungan hortikultura.
Ppada 2023 lalu, Ombudsman mendapati pengaduan dari sejumlah importir bawang putih terkait RIPH.
Aduan ini salah satunya importir yang tidak mendapatkan Surat Persetujuan Impor (SPI), karena penerbitan RIPH dari Kementan melebihi batas kuota impor.
Pengusaha Lapor Dugaan Maladministrasi Impor Bawang Putih ke Ombudsman, Siapa Tertuduh?
Ombudsman RI mengungkap laporan pelaku usaha terkait dugaan maladministrasi pada penyelenggaraan pelayanan penerbitan Surat Persetujuan Impor bawang putih yang dilakukan Direktorat Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan (Kemendag).
Anggota Ombudsman RI Yeka Hendra Fatika, mengatakan pihaknya telah menerima pengaduan dari pelaku usaha tersebut pada akhir Juli 2023. Awalnya, pelaku usaha alias pelapor telah menyampaikan permohonan melalui Sistem Indonesia National Single Window (SINSW) pada awal tahun 2023.
Kemudian, pada Februari 2023, pelapor mengalami beberapa kali pengembalian dokumen di Sistem Inatrade hingga dokumen dinyatakan lengkap secara sistem.
Selanjutnya, pada Juni-Juli 2023, akibat belum ada tindak lanjut, pelapor menyampaikan pengaduan kepada Kementerian Perdagangan namun tidak mendapatkan respon.
"Lalu pada akhir Juli 2023, pelapor menyampaikan pengaduan kepada Ombudsman. Pelapor dirahasiakan berdasarkan ketentuan Pasal 24 ayat 2 Undang-undang Nomor 37 tahun 2008 tentang ombudsman Republik Indonesia," kata Yeka dalam penyerahan LAHP Maladministrasi pelayanan Penerbitan SPI Bawang Putih di kantor Ombudsman, Jakarta, Selasa (17/10/2023).
Advertisement