Liputan6.com, Jakarta Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) telah menyetujui rencana kerja dan anggaran biaya (RKAB) penambangan PT Freeport Indonesia (PTFI) untuk periode 2024-2026. Selama itu, PTFI akan mengeruk total sekitar 219 juta ton tembaga.
Plt Direktur Jenderal Mineral dan Batu Bara Kementerian ESDM Bambang Suswantono mengatakan, pihaknya sudah menyetujui RKAB dari Freeport Indonesia.
Advertisement
"Memang untuk RKAB 2024-2026 PT Freeport sudah kita setujui," kata dia dalam Konferensi Pers Capaian Tahun 2023 dan Program Kerja Tahun 2024 Subsektor Minerba, di Jakarta, dikutip Rabu (17/1/2024).
Dia merinci jumlah masing-masing rencana produksi PTFI. Pada 2024, dikejar produksi 63,1 juta ton, pada 2025 dikejar produksi 77,5 juta ton, dan pada 2026 dikejar produksi 79,1 juta ton. Dengan begitu, jumlah total direncanakan sebesar 219 juta ton.
"Saya tambahkan untuk RKAB PT Freeport ya, untuk 2024-2026 untukn2024 ini sebesar 63.161.089 ton, untuk tahun 2025, 77.522.837 ton, kemudian untuk tahun 2026, 79.120.171 ton," jelasnya.
Ekspor
Sementara itu, Bambang menegaskan terkait ekspor konsentrat tembaga oleh PTFI, masih perlu mengajukan izin kembali ke Kementerian ESDM. Dia menyebut, saat ini masih dalam proses. Freeport sendiri mengantongi izin ekspor konsentrat tembaga hingga Mei 2024.
"Namun untuk masalah ekspor konsentrelatnya mereka pun harus izin lagi kepada kita. Ini sedang dalam proses," ucapnya.
"PTFI masih dalam proses, sepanjang yang saat ini adalah yang sampai Mei (2024), (setelah Mei) belum, belum," sambung Direktur Pembinaan Program Minerba Kementerian ESDM Tri Winarno.
Syarat Perpanjangan Izin Ekspor
Sebelumnya, Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia menyebut ada kompensasi yang perlu dibayar PT Freeport Indonesia (PTFI) terkait permintaan perpanjangan izin ekspor konsentrat tembaga. Sebelumnya, Freeport Indonesia dikabarkan meminta relaksasi ekspor konsentrat tembaga hingga akhir 2024.
Diketahui, izin yang dikantongi PTFI untuk ekspor tersebut berlaku hingga Mei 2024, tahun depan. Pengajuan perpanjangan izin sendiri menimbang operasional dari Smelter Manyar yang dimulai pertengahan tahun depan.
Bahlil Lahadalia membuka kemungkinan adanya perpanjangan izin yang diminta tersebut. Namun, ada sanksi yang akan diterapkan, semisal kompensasi yang harus dibayarkan perusahaan tambang itu.
"Sebenarnya boleh saja, tapi pasti kan ada sanksi yang mereka dapatkan. Karena kita sudah menyetop, relaksasi dapat diberikan tetapi ada kompensasi yang harus mereka bayarkan kepada negara," ujar dia saat ditemui di Mesia Center Indonesia Maju, Jakarta, Senin (11/12/2023).
Tak Mudah Diatur
Terkait aturan besaran kompensasi tersebut, Bahlil melempar kewenangannya ada di tangan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM). Meski begitu, Bahlil menegaskan posisinya kalau pemerintah tak mudah untuk diatur oleh korporasi.
"Nah aturan kompensasi seperti apa, itu ada pada di Kementerian keuangan dan ESDM. Tapi saya yakinkan bahwa negara tidak bisa lagi diatur para pengusaha, pengusaha harus diatur oleh negara. Jadi gaya-gaya lama enggak bisa lagi," tegasnya.
Dia kembali mengungkap soal kompensasi yang harus dibayarkan kepada negara. "Kalau mau ekspor oke, tapi you kenakan kompensasi yang harus ada negara dapat dari ekspor," pungkasnya.
Advertisement
Cadangan Tambang Freeport
Sebelumnya, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif menyebut cadangan tambang milik PT Freeport Indonesia (PTFI) cukup hingga 100 tahun. Menurutnya, ada banyak lapisan yang bisa menopang cadangan tersebut.
Arifin bilang, memang ada kemungkinan di beberapa titik yang cadangannya mulai menipis. Meski begitu, menurut dia itu cukup hingga 2041 mendatang, saat waktu habisnya kontrak PTFI.
"Cadangan itu kan yang sekarang ada sampai 2041," kata dia di Kementerian ESDM, ditulis Sabtu (9/12/2023).
Dia mengatakan cadangan yang terbatas itu berada di tambang Grasberg. Namun, untuk titik lainnya memiliki cadangan yang lebih banyak. Jumlahnya diperkirakan cukup hingga 100 tahun.
"Yang di bawah itu kan lebih banyak. Kan dia ada 4 layer atau berapa tuh. Cukup 100 tahun lagi perkiraanya kalau semua dieksplor dengan kapasitas produksi sekarang," bebernya.
Arifin menyebut proses eksplorasi sendiri membutuhkan waktu tahunan. Memgingat perlu ada pertimbangan terkait kelanjutan program hingga penambahan kapasitas.
"Kalau mau eksplorasi butuh waktu. Jadi kalau nunggu, abis lagi. Ini juga kelanjutannya bagaimana untuk program-program apa. Nanti menambah kapasitas. Smelternya dari mana kalau sekarang? Dan itu harus direncanakan biayanya, kapannya," urai Arifin.