Kronologi Petani di Bekasi Ditagih Bank Rp 4 Miliar padahal Merasa Tak Pernah Utang

Seorang petani di Kampung Cikarang RT03 RW02, Desa Jayamulya, Kecamatan Serangbaru, Kabupaten Bekasi kaget bukan main. Pasalnya, petani bernama Kacung Supriatna (63) ini tiba-tiba didatangi oleh tiga orang yang menagih utang sebesar Rp4 miliar.

oleh Septian Deny diperbarui 17 Jan 2024, 13:54 WIB
Ilustrasi Utang. Dok Kemenkeu

Liputan6.com, Jakarta Seorang petani di Kampung Cikarang RT03 RW02, Desa Jayamulya, Kecamatan Serangbaru, Kabupaten Bekasi kaget bukan main. Pasalnya, petani bernama Kacung Supriatna (63) ini tiba-tiba didatangi oleh tiga orang yang menagih utang sebesar Rp4 miliar.

Padahal, Kacung merasa tidak pernah meminjam uang atau utang dengan jumlah sebesar itu. Merasa dirugikan, dia melaporkan peristiwa itu ke Polres Metro Bekasi dan laporannya teregister dengan nomor : LP/B/44/I/2024/SPKT/POLRES METRO BEKASI/POLDA METRO JAYA.

Dikutip dari Merdeka.com, Kacung didatangi oleh tiga orang penagih utang yang mengatasnamakan dari salah satu bank di Jakarta pada 2021 lalu. Penagih utang itu datang langsung ke rumahnya dan meminta agar tanggungan utang sebesar Rp4 miliar dibayar.

"Datang tiga orang, nagih utang katanya saya punya tanggungan Rp3 miliar lebih sampai Rp4 miliar, saya enggak ngerasa punya utang sampai Rp4 miliar, Rp100 ribu juga saya mah enggak pernah minjem," kata Kacung.

Kacung khawatir dan takut persoalan tersebut akan berdampak pada keluarganya, terlebih lagi dia tidak pernah menikmati uang Rp4 miliar seperti yang disebutkan tiga orang yang menagihnya.

"Bilangnya dari bank dari Jakarta, ya kaget kedatangan itu saya dibilang punya utang Rp4 miliar, sehari-hari ya saya cuma ke sawah, bertani," katanya.

Karyan (41), anak Kacung Supriatna menambahkan, tiga penagih utang yang datang ke rumahnya sempat menanyakan nama orang tuanya dan luas tanah yang dimiliki ayahnya. Setelah itu, tiga orang tersebut langsung menagih utang Rp4 miliar.

"Waktu datang menanyakan nama orang tua saya, punya tanah seluas 9.573 meter persegi itu betul pak? Saya bilang betul Pak, ini ada tagihan tiba-tiga gitu, dengan jumlah Rp4 miliar pada tahun 2021," katanya.

"Saya kaget, saya tahunya kan enggak pernah nerima dan ngerasa minjam, orang tua saya juga belum pernah minjam kepada siapa pun, ya intinya enggak pernah ngagunin apa-apa ke siapa pun juga atas nama orang tua saya," lanjutnya.


Nilai Tanggungan

Petani menyiapkan lahan persawahan sebelum ditanami bibit padi di Tangerang Selatan, Jumat (15/10/2020). Lahan pertanian yang terbatas bisa dimanfaatkan dengan menanam tanaman pangan yang berusia pendek dan memiliki nilai ekonomis. (Liputan6.com/Fery Pradolo)

Dikatakan Karyan, saat menagih utang miliaran rupiah, tiga penagih utang itu menunjukkan lembaran fotokopi sertifikat tanah atas nama Kacung Supriatna. Dalam surat tersebut terdapat tulisan nilai tanggungan sebesar Rp3 miliar tertanggal 5 Mei 2003.

"Saya minta fotokopi juga enggak dikasih, cuma dikasih foto doang, kalau enggak kayak gini saya enggak tahu kalau tanah saya diagunkan Rp4 miliar oleh seseorang," ujarnya.

Karyan mengatakan, sertifikat surat tanah milik ayahnya sebelumnya dipegang oleh pamannya sejak puluhan tahun lalu. Kemudian sertifikat tersebut dipinjam oleh seseorang dan tidak pernah kembali. 

"Kalau dulu kan surat-surat dan dokumen penting dipegang sama kakak yang paling tua, nah jadi surat-surat sertifikat juga dipegang sama uwa (paman) saya. Pas saya datangin katanya dulu sertifikat dipinjam sama orang Karawang, udah lama itu. Saya enggak tahu tahun berapanya, saya tahunya tiba-tiba ada yang datang nagih Rp4 miliar ini," katanya.

Sejak ditagih pada 2021 lalu Karyan sudah berupaya mencari tahu kebenaran data-data dalam fotocopy sertifikat tanah yang dibawa oleh penagih utang. Ternyata saat dikroscek, kata dia, data-data tersebut diduga palsu.

"Saya kemarin kroscek ke notaris yang ada tulisannya di sini (sertifikat), nah kedudukan notarisnya berada di Cikarang Barat, saya telusuri kemarin sama abang saya, ternyata data yang ada di notaris itu data palsu semua, saya minta bukti-bukti dari sana juga enggak dikasih," ucapnya.

 


Data Dipalsukan

Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan (DPKP) Kabupaten Tangerang, Provinsi Banten, mencatat sekitar 201 hektar lahan sawah terancam mengalami puso atau gagal panen. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Data-data yang dipalsukan, lanjut Karyan, seperti KTP, tanda tangan kedua orang tuanya dan buku nikah milik orang tuanya. Apa lagi foto dalam buku nikah yang bertuliskan nama kedua orang tuanya itu berbeda dengan wajah orang tuanya.

"Saya minta data berkas enggak bisa, bisanya difoto, saya fotoin data-datanya, termasuk ini tandatangan bapak saya ibu saya beda semua, termasuk pemalsuan KTP, KTP-nya beda dengan punya bapak saya, terus surat nikah, bapak saya belum pernah punya surat nikah dari dulu," katanya.

"Ini potonya siapa kayak orang Cina semua, terus di dalam surat nikahnya ini (tertulis) Kacung bin Hasan, bapak saya nama bapaknya bukan Hasan tapi Salem, terus ada lagi SPPT, nah tanah bapak saya SPPT-nya bukan atas nama Kacung, soalnya belum balik nama SPPT, tapi atas nama kakek saya, atas nama Salem, nah ini tiba-tiba berubah namanya jadi Kacung, cuma nomor SPPT-nya beda, setelah saya cek nomor SPPT-nya bukan nama bapak saya tapi atas nama Saitam," lanjut Karyan.

 

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya