Liputan6.com, Jakarta Pasar aset kripto, sebelumnya memiliki volume jumlah transaksi tinggi menghadapi penurunan signifikan pada 2023 lalu. Menurut Asosiasi Blockchain Indonesia dan Pedagang Aset Kripto Indonesia (A-B-I & Aspakrindo), ada beberapa penyebab penurunan tersebut.
Direktur Eksekutif A-B-I & Aspakrindo, Asih Karnengsih menjelaskan analisa data terkini, eksplorasi tanggapan dari pelaku usaha dan pemerintah, serta rincian faktor-faktor yang turut mempengaruhi dinamika pasar aset kripto.
Advertisement
Penurunan Transaksi Aset Kripto dan Penyebabnya
Penurunan transaksi aset kripto menjadi sorotan di tingkat global, menciptakan diskusi intensif yang diperbincangkan di kalangan pelaku pasar. Beberapa isu, seperti jatuhnya FTX pada 2022 silam.
Kemudian tuntutan hukum dari Komisi Sekuritas dan Bursa AS (SEC) terhadap Binance dan Coinbase, penghentian sementara withdraw Bitcoin dari Binance, serta pemindahan 15.000 ETH ke Gate.io oleh Ethereum Foundation dianggap sebagai pemicu menurunnya minat pelanggan secara global yang berdampak langsung pada penurunan transaksi aset kripto di Indonesia.
“Berbagai faktor kompleks turut berkontribusi pada terjadinya penurunan ini. Mulai dari penyebabnya karena masa puncaknya sudah terlewati, animo turun, sektor riil saat itu belum bergulir karena pandemi hingga pajak aset kripto,” kata Asih dalam siaran pers, dikutip Rabu (17/1/2024).
Cara Meningkatkan Transaksi Aset Kripto
Asih mengungkapkan, Bappebti turut menyoroti pandangan dan solusi terkait penurunan volume transaksi aset kripto akibat pemberlakuan pajak aset kripto.
Dalam tanggapannya, Bappebti akan berkoordinasi dengan Direktorat Jenderal Pajak (DJP) untuk mengimplementasikan equal treatment yang implementatif terkait pemungutan pajak bagi pelanggan yang bertransaksi pada exchange yang belum terdaftar.
Tak hanya itu Bappebti menyampaikan terdapat hal lain yang sedang diupayakan untuk mendorong kembali peningkatan transaksi kripto, seperti pembentukan kelembagaan Perdagangan Fisik Aset Kripto, adanya penambahan layanan yang dapat ditawarkan oleh exchanges seperti staking.
Selain itu juga pengembangan produk aset kripto berupa produk berjangka (futures), evaluasi dan penyempurnaan regulasi terkait aset kripto, termasuk penyederhanaan metode Analytical Hierarchy Process (AHP) untuk seleksi aset kripto yang dapat diperdagangkan di Indonesia.
“Asosiasi juga menginisiasikan forum diskusi antara pelaku usaha dan pemerintah, tujuannya adalah memastikan regulasi yang diterapkan mendukung kebutuhan dan perkembangan industri, dengan fokus pada keamanan konsumen dan daya saing pelaku usaha dalam negeri,” pungkas Asih.
Disclaimer: Setiap keputusan investasi ada di tangan pembaca. Pelajari dan analisis sebelum membeli dan menjual Kripto. Liputan6.com tidak bertanggung jawab atas keuntungan dan kerugian yang timbul dari keputusan investasi.
Advertisement