HEADLINE: Geger Skandal Pungli Rutan KPK Rp6,1 Miliar, Penindakannya?

Dewan Pengawas (Dewas KPK) membongkar skandal pungutan liar (pungli) di lingkup rumah tahanan (Rutan) KPK. Dugaan pungli tersebut diduga melibatkan 93 pegawai dan nilainya mencapai Rp6,148 miliar.

oleh Fachrur RozieAdy AnugrahadiNasrul Faiz diperbarui 18 Jan 2024, 00:09 WIB
Banner Infografis Geger Skandal Pungli Rutan KPK Rp 6,1 Miliar. (Liputan6.com/Abdillah)

Liputan6.com, Jakarta - Skandal pungutan liar (pungli) di Rumah Tahanan Komisi Pemberantasan Korupsi (Rutan KPK) kembali bikin geger. Tak tanggung-tanggung skandal pungli tersebut diduga melibatkan 93 pegawai dan nilainya mencapai Rp6,148 miliar.

Hal itu sebagaimana diungkap oleh Anggota Dewan Pengawas Komisi Pemberantasan Korupsi (Dewas KPK) Albertina Ho pada Senin 16 Januari 2024.

"Jadi, teman-teman menanyakan totalnya berapa? Saya tidak bisa menyatakan yang pasti, tetapi sekitar Rp6,148 miliar sekian itu total kami di Dewas," kata Albertina di Gedung Pusat Edukasi Antikorupsi KPK, Jakarta Selatan.

Albertina menjelaskan nominal yang diduga diterima para pihak terkait perkara pungli rutan KPK tersebut bervariasi, dengan penerimaan terbesar mencapai Rp504 juta.

"Lalu kalau kita hubungkan dengan uang-uang yang diterima itu paling sedikit itu menerima Rp1 juta, dan yang paling banyak menerima Rp504 juta sekian itu yang paling banyak," ujarnya.

Selain itu, Pemeriksaan oleh Dewas KPK juga menemukan ada 93 pegawai KPK yang diduga terlibat dalam perkara pungli di Rutan KPK.

Sebanyak 93 pegawai lembaga antirasuah itu akan berhadapan dengan Majelis Sidang Kode Etik Dewan Pengawas KPK pada Rabu, 17 Januari 2024.

Albertina mengatakan sidang kode etik itu akan terbagi dalam sembilan berkas, masing-masing enam berkas untuk 90 orang dan tiga berkas lainnya masing-masing untuk satu orang.

"Kasus pungli rutan ini dibagi dalam enam perkara yang akan disidangkan segera dan ada tiga lagi yang akan disidangkan setelah perkara ini. Jadi, kita bagi dalam sembilan berkas karena yang terlibat cukup banyak ada 93 (orang)," katanya.

Albertina mengatakan, pemisahan berkas sidang etik itu dilakukan karena penerapan pasal kode etik yang berbeda. Namun, dia tidak menjelaskan lebih lanjut soal pasal yang diterapkan.

Sementara itu, Anggota Dewas KPK Syamsudin Haris menjelaskan modus skandal pungli terhadap tahanan di rutan KPK adalah dengan memberikan pelayanan istimewa. Seperti memberi fasilitas komunikasi melalui handphone hingga pengecasannya.

"Pokoknya dengan melakukan pungutan kepada tahanan, maka tahanan itu mendapat layanan lebih lah. Contohnya, misalnya HP untuk komunikasi, itu contohnya. Bisa juga dalam bentuk apa namanya ngecas hp dan lain-lain," ujar Syamsudin Haris di gedung Dewas KPK, Rabu (17/1/2024).

Haris mengungkapkan, pihaknya pada Rabu (17/1/2024), telah meggelar sidang etik terkait skandal dugaan pungutan liar di Rumah Tahanan Negara KPK. Dari 90-an pegawai KPK yang terlibat, sebanyak 15 jalani sidang etik.

"Itu yang 90 orang itu yang enam itu bergelombang. Hari ini satu hukuman dulu sebab banyak kan 90 bagi 6 kan bisa 15 kali," ujar Haris.

Ia juga menjelaskan, dari 93 pegawai KPK itu di antaranya yang terlibat adalah kepala rutan KPK, Achmad Fauzi hingga mantan kepala rutan. Skandal Pungli tersebut menurutnya dikomandoi oleh seseorang.

"93 itu ada kepala rutan ada mantan kepala rutan, ada apa ya semacam komandan regunya yang gitu. Ada staff biasa pengawal tahanan, macem-macem," beber dia.

Infografis Geger Skandal Pungli Rutan KPK Rp 6,1 Miliar. (Liputan6.com/Abdillah)

Peneliti Pusat Studi Anti Korupsi (SAKSI) Universitas Mulawarman Herdiansyah Hamzah mengatakan, skandal pungutan liar (Pungli) di rutan KPK merupakan peristiwa yang tidak mengherankan. Hal itu dikarenakan KPK selama ini dinilai telah memiliki problematika mulai dari pimpinan hingga bawahannya.

"Kasus Dugaan Pungli 93 Pegawai di Rutan KPK bukan hal yang mengherankan bagi saya, Kenapa? karena problematik di KPK itu sudah bermasalah dari atas sampe kebawah. Jadi kalo di kepalanya ini ada persoalannya Firli, persoalan Lily, Johanis Tanak dan semua komisoner-komisioner KPK, dan itu pasti akan mempengaruhi pegawai-pegawai KPK di Bawah, jadi itu rusak dari kepala sampai ekor. Jadi tidak mengherankan buat saya," ujar Hamzah kepada Liputan6.com, Rabu (17/1/2024).

Selain itu, Hamzah menilai, integritas lembaga KPK di bawah pimpinan Firli Bahuri juga tampak mengalami penurunan standar integritas yang signifikan. Hal ini yang selanjutnya juga menjadi salah satu indikator adanya pungli di lingkup rutan KPK.

"Yang kedua, kenapa kemudian pungli terjadi itu karena memang ada standar integritas KPK yang sudah menurun sejak periode Firli ini, itu kan selaras dengan UU KPK dulu. Jadi pasca itu Firli masuk ada semacam penurunan standar integritas di dalam tubuh KPK, itu yang mempengaruhi tindakan-tindakan seperti pungli yang dilakukan oleh pegawai-pegawai KPK di rutan KPK itu," ujarnya.

Menurut Hamzah, penurunan standar integritas di KPK inilah yang mempengaruhi tingkah laku buruk termasuk dugaan pungli yang saat ini menyeret hampir seratus pegawai rutan KPK.

"Jadi penurunan standar itu yang sangat mempengaruhi semua tingkah laku buruk termasuk dugaan pungli itu di tubuh KPK," ucap Hamzah.

Oleh karenanya, Hamzah mengharapkan dewan pengawas (dewas) bertindak tegas dan dapat menjatuhkan sanksi etik berat dalam skandal pungli di rutan KPK tersebut.

"Jadi paling tidak dewas pada wilayah etik itu (bisa) menjatuhkan sanksi etik berat. Kalau sanksi etik berat artinya, itu bisa melakukan pemberhentian tidak dengan hormat atau PTDH. Itu etikanya jadi saya berharap ada tindakan tegas dari dewas pada wilayah etik dengan PTDH, jadi harus dijatuhkan sanksi berat pegawai-pegawai yang melakukan pungli di tahanan," ucap Hamzah.

"Karena kalau ini kemudian dibiarkan itu akan terjadi kedepannya dan menjadi preseden buruk," Hamzah menambahkan.

Adapun dalam proses hukumnya, Hamzah menilai, skandal dugaan pungli yang menerpa puluhan pegawai KPK tersebut mestinya tidak bisa langsung ditangani oleh KPK. Ia menyebut, hal itu mesti ditangani oleh aparat penegak hukum lain seperti kepolisian supaya tidak menimbulkan kesan tidak fair dalam pengusutannya.

"(Proses hukum) harus ditangani oleh Aparat Penegak Hukum. Ada yang bilang KPK aja yang nanganin, jangan dong! itu seperti jeruk makan jeruk kalo proses hukumnya ditangani oleh KPK. Mestinya ditangani oleh kepolisian saja, itu lebih fair, jadi tidak terkesan jeruk makan jeruk," kata Hamzah.

Untuk itu, Hamzah meminta pihak kepolisian untuk segera mengambil alih proses penanganan pidana kasus dugaan pungli pegawai rutan tersebut dari KPK dan segera memprosesnya.

"Kepolisian harus mengambil alih proses penanganan pidananya terhadap 93 pegawai KPK yang melakukan pungli itu. kalau sanksi pidananya kan jelas di atur di dalam UU Tindak pidana korupsi," tandasnya.

Sementara itu, Mantan Ketua Wadah Pegawai KPK Yudi Purnomo menilai, skandal pungli di rutan KPK menjadi bukti lemahnya pengawasan dan ketidakmampuan lembaga antirasuah dalam mendeteksi pungli di internal KPK.

"Ini salah satu lemahnya pengawasan di internal KPK karena tidak mampu mendeteksi secara aktif adanya puluhan pegawai yang melakukan pungli di tahanan. Artinya ini kan melibatkan banyak orang," kata Yudi kepada Liputan6.com, Rabu (17/1/2024).

Selain itu, Yudi mengatakan, skandal pungli di rutan KPK secara langsung juga telah memperburuk citra KPK di muka publik, setelah sebelumnya KPK mengalami goncangan usai pimpinan lembaga tersebut terjerat kasus korupsi. Kini skandal kembali terjadi.

"Tentu kasus ini makin perburuk citra KPK di masyarakat setelah ketua KPK menjadi tersangka kasus korupsi yang sudah berjalan di sidik Polda Metro, dan sebelumnya Lily mundur ketika dia kena kasus etik lagi disidang malah mundur," ucapnya.

Oleh karena itu, ia meminta baik KPK maupun Dewas agar secepatnya menuntaskan kasus pungli Rutan KPK, dan mengungkap siapa aktor utama di balik skandal besar tersebut.

"Dewas atau KPK seharusnya secepatnya mengungkap kepada publik siapa yang menjadi aktor utama, aktor intektual terkait pungli ini," ujar Yudi.

Yudi menambahkan bahwa tentu ada klaster-klaster dalam perbuatan mereka. Mulai dari yang terberat hingga ringan, sehingga Dewas dan KPK harus tegas dan jernih memilah, pecat semua yang menjadi otak dalam kasus pungli ini.

"Tentu keterlibatannya pasti berbeda-beda klaster klasternya baik yang aktor intelektual dan membantu, turut serta ataupun hanya menerima saja karena bagian dari rutan," pungkasnya.


Singgung Komitmen KPK dalam Memberantas Korupsi

Wakil Ketua Komisi III DPR RI Ahmad Sahroni. (Foto: Jaka/nvl)

Adapun Wakil Ketua Komisi III DPR RI Ahmad Sahroni meminta skandal pungutan liar (pungli) yang melibatkan puluhan oknum pegawai di Rutan KPK segera diusut tuntas.

"Kasus ini kan disinyalir sudah terjadi sejak 2018, itu berarti sudah sekitar 6 tahun yang lalu. Makanya, saya minta KPK dan penegak hukum lainnya, agar memproses seluruh oknum pelaku yang terlibat. Baik itu yang masih bekerja di KPK, ataupun yang sudah tidak. Jangan sampai karena pegawai sendiri, jadi ada tebang pilih dalam kasus ini. Semuanya harus bertanggung jawab di hadapan hukum yang berlaku,” ujar Sahroni dalam keterangannya, Rabu (17/1/2024).

Politikus NasDem itu menuturkan, ketegasan KPK dalam menyelesaikan kasus pungli ini akan sangat memperlihatkan komitmen lembaga antirasuah itu dalam memberantas segala bentuk penyelewengan, termasuk yang terjadi di internal instansinya.

“KPK harus bisa tunjukkan kepada masyarakat bahwa, komitmen KPK dalam memberantas korupsi dan suap itu memang tajam ke segala arah. Seperti situasi yang sedang dihadapkan pada saat ini, 93 pegawai internal, atau bahkan bisa lebih, terlibat pungli. Nilainya fantastis, milyaran. Bertahun-tahun tidak ketahuan. Nah, masyarakat kini sedang memantau, nih, tindakan tegas apa yang akan KPK lakukan? Apakah bisa KPK selesaikan ini tanpa drama?,” tambah Sahroni.

Oleh karena itu, dia berharap langkah KPK dalam menghadapi situasi ini bisa tetap tegas dan tidak terpengaruh oleh faktor-faktor apa pun.

“Jadi KPK harus jawab seluruh keraguan-keraguan itu. No kompromi, meski ini melibatkan pegawai sendiri,” tutup Sahroni.

Di sisi lain, Anggota Komisi III DPR RI Taufik Basari turut menyayangkan dugaan pungutan liar alias pungli di Rutan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Taufik pun mendesak agar kasus dugaan pungli tersebut segera dibereskan aparat penegak hukum.

"Ini satu hal yang sangat menyedihkan ketika pungli justru terjadi di dalam tugas yang menjadi tanggung jawab dari KPK," kata Taufik di gedung DPR, Senayan, Jakarta.

Selain ditindaklanjuti penegak hukum, Taufik mengatakan, petugas diduga terlibat pungli itu harus ditindak tegas. Tak hanya menindak tegas pelaku, Taufik menyebut, KPK harus mengevaluasi sistem di rutan mulai dari perekrutan petugas.

"Jadi setelah evaluasi itu dilakukan maka bisa kita mengambil tindakan salah satunya yang memang sangat terbuka adalah melakukan reposisi terhadap petugas-petugas yang memang sudah bertugas selama ini baik yang memang terikat ataupun tidak," ujar Taufik.

Taufik mendesak agar perkara tersebut segera dibereskan agar KPK kembali mendapat kepercayaan publik.

"Ini suatu hal yang sangat memprihatinkan yang segera kita bereskan ya agar KPK kembali mendapat kepercayaan dari publik," kata Taufik.

Koordinator Masyarakat Antikorupsi Indonesia (MAKI) Boyamin Saiman usai menjalani pemeriksaan di Gedung KPK, Jakarta, Selasa (17/5/2022). Boyamin Saiman diperiksa dalam kapasitas jabatan Direktur PT Bumirejo sebagai saksi terkait dugaan pencucian uang yang dilakukan Bupati Banjarnegara nonaktif, Budhi Sarwono. (Liputan6.com/Helmi Fithriansyah)

Tak Ada Toleransi terhadap Kasus Pungli

Sementara itu, Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) juga angkat bicara soal skandal pungli di Rutan KPK. Koordinator MAKI Boyamin Saiman mengatakan, tak ada toleransi terhadap kasus dugaan korupsi apapun.

"Apa pun proses KPK itu kan memberantas korupsi, maka ketika ada dugaan korupsi dalam bentuk sekecil apapun termasuk pungutan liar, itu tidak boleh ada toleransi, zero tolerance. Engak boleh dimaafkan. Karena itulah dasar-dasar KPK dipercaya masyarakat, paling tidak 4 periode," ujar Boyamin.

Dengan begitu, lanjut dia, ketika sekarang ada pungli bahkan dalam rutan KPK yang padahal untuk merampas kemerdekaan tersangka, justru malah ada di dalamnya sehingga harus diberantas.

"Akan menjadi kanker di KPK jika tidak ditindak, maka harus tegas," kata Boyamin.

Namun, Boyamin mengingatkan, selain proses etik juga seharusnya diproses pidana.

"Dinyatakan bersalah ya harus diberhentikan dengan tidak hormat pegawai-pegawai KPK itu," ucap dia.

"Karena kalau tidak akan menggerogoti KPK tinggal nama, dengan sendirinya akan jadi mayat hidup dan tidak dipercaya masyarakat, itu tidak boleh terjadi, maka harus tegas. Istilah klasik membersihkan lantai kotor tidak boleh dengan sapu yang kotor dan KPK dituntut itu," tandas Boyamin.


Tindakan KPK

Wakil Ketua KPK Alexander Marwata mengatakan Helmut Hermawan akan menjalani masa penahanan pertama selama 20 hari ke depan. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Sebelumnya, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengaku sudah melakukan tindakan dengan memetakan terduga pelaku utama dalam kasus dugaan korupsi berupa pungutan liar (pungli) di Rumah Tahanan (Rutan KPK). KPK sudah memetakan terduga pelaku utama usai memeriksa ratusan saksi dalam kasus ini.

"Sudah. Sudah terpetakan (pelaku utama). Saya pikir karena penyelidikan, kita sudah dapat banyak keterangan saksi dan alat bukti, dan pada umumnya mereka kooperatif mengakui," ujar Wakil Ketua KPK Alexander Marwata dalam keterangannya, Jumat 12 Januari 2024.

Alex, sapaan Alexander Marwata menyebut penyelidikan dugaan pungli di Rutan KPK ini tak lama lagi akan ditingkatkan ke proses penyidikan. Alex meminta masyarakat bersabar menunggu kinerja pihak lembaga antirasuah.

"Saya pikir enggak akan lama. Sudah (cukup alat bukti)," kata Alex.

Saat disinggung siapa yang akan dijerat sebagai tersangka, Alex belum bersedia membeberkannya. Menurut Alex, nama tersangka akan muncul dalam proses ekspose alias gelar perkara.

"Belum, kan belum ada penyidikan, belum diekpose. Tapi dari proses penyelidikan sudah cukup dua alat bukti, itu sudah cukup, tinggal kita tunggu ekspose aaja. Itu perkara yang terang benderang," kata Alex.

Lebih lanjut, Alex mengatakan pihaknya juga sudah memeriksa sekitar 190 orang dalam penyelidikan kasus dugaan korupsi berupa pemungutan liar (pungli) di Rumah Tahanan (Rutan KPK). 190 orang itu terdiri dari pihak internal, eksternal, termasuk para tahanan KPK.

"Sudah banyak yang diperiksa itu 190-an orang di penyelidikan. 190-an orang yang sudah dimintai keterangan dari pihak pegawai KPK dan juga pihak luar," ujar Wakil Ketua KPK Alexander Marwata dalam keterangannya, Jumat (12/1/2024).

Berkaitan dengan nilai pungli yang secara keseluruhan mencapai lebih dari Rp4 miliar, Alex belum bisa memastikannya. Kepastian akan didapat saat proses ekspose atau gelar perkara.

"Ya bisa jadi (Rp4 miliar). Itu belum diekspose, nanti dari ekspose baru ketahuan berapa sih uang yang beredar di Rutan KPK dan modusnya selama ini apa. Karena semua tahanan diperiksa juga," kata Alex.

Adapun dari hasil pemeriksaan, Alex menduga lebih dari 50 pegawai lembaga antirasuah menerima suap pungutan liar (pungli) di Rumah Tahanan (Rutan KPK). Hal itu diketahui usai memeriksa sekitar 190 pihak.

"Karena banyak melibatkan orang, kan gitu. 190 orang tadi diperiksa. Itu yang nerima duit ada 50 orang lebih apa," ujarnya.


Pungli Sudah Terjadi Sejak Lama

Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron menuturkan dalam OTT itu pihaknya menangkap beberapa pihak berikut sejumlah uang, dan barang bukti lainnya.

Sebelumnya, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menduga kasus pungli sudah terjadi sejak lama di rutan lembaga antirasuah. Hanya saja, untuk saat ini yang ditemukan yakni pungli yang terjadi sejak Desember 2021 hingga Maret 2022.

"Ada yang kemudian kasus-kasus transaksi lainnya yang mungkin cash, yang diduga terjadi jauh sebelum tahun-tahun (2021-2022) tersebut," ujar Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron dalam keterangannya.

Ghufron mengungkap kasus pungli ini ditemukan Dewan Pengawas KPK saat memeriksa beberapa pihak terkait dugaan pelanggaran etik. Pihak yang diperiksa Dewas KPK itu mengungkap kepada Dewas KPK bahwa ada dugaan pungli di rutan KPK.

Menurut Ghufron, informasi dari terperiksa itu yang kemudian ditindaklanjuti dan ditemukan dugaan adanya pungli mencapai Rp4 miliar.

"Jadi yang disampaikan ini semuanya sekali lagi masih baru yang terendus di transaksi perbankan," kata Ghufron.

Ghufron menyebut pihaknya masih mendalami kasus ini. Pasalnya, KPK memiliki beberapa rutan yang berada di luar gedung KPK.

"Semuanya masih didalami. KPK kan memiliki 4 rutan dan semuanya masih proses pemeriksaan apakah hanya menyasar obyeknya kepada rutan yang di sini ataupun di luar. Itu semuanya masih proses," kata Ghufron.

KPK menduga pegawainya yang terlibat pungli di rutan KPK tak langsung menerima uang pungli tersebut, melainkan melalui rekening orang lain, atau pihak ketiga.

"Sekilas bahwa dugaannya itu memang tidak langsung kepada rekening pegawai-pegawai yang diduga tersebut, memang diduga menggunakan layer-layer," ujar Ghufron.

Meski demikian, Ghufron enggan menerangkan lebih rinci soal dugaan penerimaan uang pungli oleh pegawai lembaga antirasuah itu. Ghufron mengaku pihaknya masih akan menyelidiki dugaan tersebut agar kian terang.

"Itu semuanya masih dalam proses pemeriksaan, nanti kami akan konfirmasi kalau sudah ditemukan buktinya," kata Ghufron

Infografis Ragam Tanggapan Geger Skandal Pungli Rutan KPK Rp 6,1 Miliar. (Liputan6.com/Abdillah)

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya