Liputan6.com, Jakarta - Kiamat adalah keniscayaan karena pasti terjadi. Agama-agama samawi meyakini bahwa kiamatakan tiba dan menjadi akhir dunia.
Baca Juga
Advertisement
Dalam Islam, kiamat bahkan menempati bagian penting aqidah. Percaya hari kiamat adalah salah satu rukun iman.
Berangkat dari kepercayaan agama ini, ilmuwan dunia meneliti kebenaran teori terjadinya kiamat. Terbukti kemudian, lahir berbagai skenario terjadinya kiamat.
Beberapa di antaranya bahkan sangat mirip dengan yang disebut dalam Al-Qur'an maupun hadis. Misalnya, gempa besar, hujan meteor/asteroid, kemarau panjang atau perubahan iklim, dan lain sebagainya.
Soal teori terjadinya kiamat, ilmuwan Eropa, dari KU Leuven Institute of Astronomy, juga memiliki teori matinya matahari. Sebelum kematian totalnya, matahari akan membakar unsur-unsur lebih berat dalam inti fusinya yang membuat matahari membesar 100 kali lipat.
Bisa dibayangkan kondisi panasnya suhu saat itu yang bahkan sampai membuat bumi terkelupas dan menjadi akhir dunia.
Teori ini didukung fakta kematian bintang lain mirip matahari yang sudah terjadi, yakni L2 Puppies. Berikut ulasannya, mengutip Space.com via kanal Global Liputan6.com, Rabu (17/1/2024).
Simak Video Pilihan Ini:
Petunjuk dari Kematian L2 Puppies
Petunjuk prediksi kematian matahari didapat dari L2 Puppis, bintang seperti matahari yang sekarang berusia 10 miliar tahun.
Seperti halnya L2, matahari diprediksi akan mati. Setelah kehabisan bahan bakar hidrogennya, Sang Surya akan mulai membakar unsur-unsur yang lebih berat dalam inti fusinya.
Saat proses itu terjadi, Matahari akan 'bengkak', ia juga bakal memuntahkan sebagian besar material pembentuknya ke angkasa melalui angin bintang (stellar winds) yang berembus kencang.
Bayangkan, Matahari kemudian akan mengembang sekitar 100 kali lebih besar dari saat ini, menjadi apa yang dikenal sebagai 'raksasa merah'.
Ekspansi dramatis tersebut akan membuat dua planet terdekat, Merkurius dan Venus jadi 'tumbal'.
Lantas, apa yang akan terjadi pada Bumi? Apakah planet manusia --yang merupakan planet ketiga dari Matahari -- akan menemui nasib yang sama seperti Venus dan Merkurius yang ditelan lautan plasma super-panas?
Atau, apakah Bumi akan lolos dari tahap paling mengerikan dari pergolakan kematian itu dan terus mengorbit ke bintang katai merah yang tersisa dari Matahari?
Advertisement
Bumi Mengelupas Tanpa Kehidupan, Gambaran Kiamat
"Kita sudah tahu bahwa Matahari akan membesar dan kian terang (saat memasuki fase raksasa merah). Kondisi tersebut mungkin akan menghancurkan segala bentuk kehidupan dalam planet kita," kata Leen Decin, dari KU Leuven Institute of Astronomy dalam pernyataannya, seperti dikutip dari situs sains Space.com. Atau dengan kata lain, manusia, hewan, dan tanaman lenyap.
Bumi tak lagi biru. Yang tersisa tinggal intinya saja. Kering kerontang.
Lewat L2 Puppis, para ilmuwan melihat sekilas gambaran masa depan dan bagian kunci siklus hidup bintang yang mirip Matahari.
Dan jika Sang Surya menemui akhirnya, Bumi mungkin tak akan tenggelam dalam neraka yang menggelegak dalam bentuk bintang yang bengkak itu. Namun, kehidupan tak akan tersisa di planet manusia.
Yang tertinggal dari Bumi adalah inti batu yang telah terkelupas dan terpanggang hebat. Mungkin, itulah gambaran kiamat bagi planet manusia.
Berapa Tahun Lagi Matahari Mati?
Peristiwa kematian matahari diprediksi akan terjadi dalam lima miliar tahun dari sekarang.
Masih mengutip kanal yang sama, matahari, bersama dengan Tata Surya, berumur sekitar 4,5 miliar tahun. Jumlah ini sekitar sepertiga usia seluruh alam semesta. Selama beberapa miliar tahun ke depan, matahari akan bersinar lebih cerah.
Mungkin secara paradoks, fenomena tersebut pada akhirnya akan mengakibatkan hilangnya karbon dioksida di atmosfer Bumi, dan berujung pada punahnya seluruh makhluk hidup di planet ini.
Dalam 2,5 hingga 3 miliar tahun ke depan, dihitung dari sekarang, suhu permukaan Bumi akan melebihi titik didih air di seluruh penjuru.
Dalam waktu sekitar 4 hingga 5 miliar tahun, Bumi akan berada dalam kondisi yang lebih buruk daripada Venus saat ini. Sebagian besar airnya hilang dan permukaannya meleleh.
Akhirnya, matahari akan berevolusi menjadi bintang raksasa merah, cukup besar untuk "menelan" Bumi. Luminositasnya (total energi yang dipancarkan oleh bintang, galaksi, dan benda langit lain per satuan waktu) akan bertambah beberapa ribu kali dari luminositasnya sekarang.
Advertisement