Kasus Perundungan Anak SD di Sukabumi, Apa Kabar?

Proses hukum kasus perundungan terhadap anak laki-laki di salah satu SD swasta di Kota Sukabumi, berakhir dengan putusan pengadilan. Seluruh ABH diputuskan dikembalikan ke orang tuanya.

oleh Fira Syahrin diperbarui 21 Jan 2024, 10:00 WIB
Sat Reskrim Polres Sukabumi Kota sampaikan perkembangan kasus bullying anak SD di Kota Sukabumi, pengadilan putuskan inkrah (Liputan6.com/Fira Syahrin).

Liputan6.com, Sukabumi - Satuan Reskrim Polres Sukabumi Kota menyampaikan hasil penyidikan kasus perundungan atau bullying di salah satu SD swasta di Kota Sukabumi, yang dilaporkan pada Oktober 2023 lalu. 

Diketahui sebelumnya, orang tua korban berinisial DS (43) melaporkan dugaan perundungan terhadap anaknya yang masih duduk di kelas 3 SD swasta Kota Sukabumi. Kejadian itu juga diduga menjadi penyebab korban NCL (10) alias L alami patah tulang lengan kanan. Sebanyak 13 orang saksi telah diperiksa kepolisian dalam kasus tersebut. 

“Kemudian telah dilakukan pemeriksaan juga terhadap ahli sodara BHM (Psikolog anak) saudara dr UYS (dr Ortopedi), pemeriksaan pihak sekolah kemudian teman-teman korban kemudian korban sendiri, termasuk dua anak ABH (anak berkonflik dengan hukum),” ujar Kasat Reskrim Polres Sukabumi Kota, AKP Bagus Panuntun pada Sabtu (20/1/2023).

Hasil penyidikan kepolisian bersama Badan Pengawasan (Bapas) Anak dan Satuan Bakti Pekerja Sosial (Sakti Peksos) yang bertugas melakukan pendampingan ABH.

Pada 16 Januari 2024 menetapkan 2 ABH dikembalikan kepada orangtuanya untuk dididik, dirawat, dan dibimbing serta mendapatkan pembimbingan dan pengawasan dari Badan Pengawasan (Bapas) kelas 1 Bandung selama 3 bulan.

“Maka sesuai pasal 21 UU nomor 11 tahun 2012 tentang sistem peradilan anak dalam hal anak belum berumur 12 tahun melakukan atau diduga melakukan tindak pidana, penyidik, pembimbing kemasyarakatan pekerja kemasyarakatan profesional mengambil keputusan untuk menyerahkan kembali kepada orang tua atau wali,” jelasnya.

Kemudian, kedua ABH juga disertakan dalam program pendidikan, pembinaan, dan pembimbingan di instansi pemerintah atau Lembaga Penyelenggaraan Kesejahteraan Sosial (LPKS) baik di tingkat pusat maupun daerah paling lama 6 bulan. Putusan tersebut mempertimbangkan hasil laporan sosial dari Peksos, Bapas dan hasil pemeriksaan penyidik untuk dua anak atau dua ABH ini berdasarkan penetapan yakni dikembalikan seutuhnya kepada orang tua.

“Kami dari Polres Sukabumi Kota sudah melaksanakan penanganan secara profesional dengan mengutamakan memproses berdasarkan sistem peradilan anak, sekalipun ada framing yang menyatakan bahwa perkara tersebut tidak dilakukan penanganan perkaranya. Dengan keluarnya penetapan pengadilan ini maka inilah hasil inkrah pengadilan dan kami sudah secara profesional penanganan perkaranya,” terang dia.

 

Simak Video Pilihan Ini:


Polisi Periksa CCTV Sekolah

Ilustrasi kamera pengawas CCTV. (dok. Foto Tobias Tullius/Unsplash)

Selain melaporkan tindakan perundungan terhadap anaknya, DS juga melaporkan dugaan keterlibatan orang dewasa dan pihak sekolah, pada Desember 2023 lalu. Pihak kepolisian telah memeriksa guru, kepala sekolah, orang tua ABH, hingga CCTV. Perkara ini masih dalam penyelidikan.

“Kemudian kami sudah memeriksa saksi-saksi yaitu saksi pelapor, orang tua korban, korban sendiri, 3 teman korban, saksi pihak sekolah ada 6 orang yang sudah kita lakukan pemeriksaan. Yaitu saudara R petugas kebersihan, WS petugas kebersihan juga, CN staf tata, ES guru terlapor, LY guru, dan S operator CCTV,” kata Bagus.

Dalam laporan kedua tersebut, pasal yang disangkakan 76 C juncto pasal 80 UU nomor 35 tahun 2014 tentang perubahan atas UU nomor 23 tahun 2002 tentang perlindungan anak. Pasal 76 C setiap orang dilarang menempatkan membiarkan melakukan menyuruh melakukan atau turut serta melakukan kekerasan terhadap anak. 

“Namun tetap kita mintakan secara tertulis antara waktu kejadian dengan dimintanya cctv itu sudah terlalu lama. Kejadian Februari 2023 baru dilaporkan 16 Oktober 2023. Apalagi ini dilaporkan kembali desember. Yang dilaporkan kejadian itu sudah dari 2022. Artinya cctv atau alat tersebut ada keterbatasan namun tetap secara tertulis akan kami mintakan,” tuturnya.

Kepolisian sedang meminta pemeriksaan melalui saksi ahli juga Pusat Laboratorium Forensik (Puslabfor) Mabes Polri terkait CCTV tersebut. Hal itu menimbang kapasitas data yang bisa disimpan CCTV dengan waktu kejadian.

“Kami akan memintakan keterangan terhadap Labfor Mabes Polri. Kami akan kirimkan, kita juga sudah memeriksa operator sekolah untuk menerangkan kendala, kapasitas dan akan koordinasi ke labfor apakah bisa dan tidaknya cctv yang sudah terjadi lama bisa dibuka kembali. Karena ahli pun ada keterbatasan,” terang dia.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya