Liputan6.com, Jakarta - Ketua Umum Gabungan Industri Pariwisata Indonesia (Gipi), Hariyadi Sukamdani, mengatakan bahwa sejumlah sejumlah pengusaha hiburan di Bali telah dipanggil pemerintah daerah. Para pengusaha hiburan tersebut diminta untuk membuka laporan keuangan untuk kemudian diaudit oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
Audit oleh BPK ini menyusul diberlakukannya Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan Pusat dan Daerah atau UU HKPD. Dalam UU HKPD, besaran tarif pajak bagi usaha diskotek, karaoke, kelab malam, bar, dan mandi uap/spa naik mulai dari 40 persen sampai 75 persen.
Advertisement
"Misal di Bali tadi, saya buka aja ya, di Bali Kejari Badung mulai manggil-manggil dengan alasan audit BPK," kata Hariyadi kepada awak media usai bertemu Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto di Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Jakarta Pusat, Senin (21/1/2024).
Padahal, BPK tidak memiliki kewenangan untuk mengaudit hasil keuangan perusahaan atau korporasi. Menurutnya, hal ini diamini pula oleh Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto.
"Pak Menko (Airlangga) malah heran juga tadi kok malah dipanggil (Pemda) kalau BPK periksa enggak mungkin korporasi," beber Hariyadi.
Oleh karena itu, dia memohon kepada seluruh pemerintah daerah di berbagai wilayah Indonesia untuk tidak buru-buru menaikkan pajak hiburan usaha diskotek, karaoke, kelab malam, bar, dan mandi uap/spa hingga 75 persen.
Mengingat, pemerintah melalui Kementerian Dalam Negeri telah menerbitkan surat edaran (SE) mengenai petunjuk bagi kepala daerah untuk memberikan insentif pajak kepada para pelaku usaha hiburan jasa tertentu.
"Jadi, tolong jangan manfaatkan situasi ini untuk hal-hal tidak baik, yang jelas SE dari Mendagri tujuannya salah satunya untuk jamin tdiak ada upaya transaksional dari para pihak yang justru mengganggu jasa hiburan," tegas Hariyadi.
Reporter: Sulaeman
Sumber: Merdeka.com
Pajak Hiburan 40%-75%, Hotman Paris: Pengusaha Bisa Binasa!
Pengacara kondang Hotman Paris Hutapea, menilai dinaikkannya tarif pajak hiburan justru membinasakan pengusaha di industri hiburan.
Diketahui, dalam Ketentuan pajak hiburan terbaru yakni Undang-Undang (UU) Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (HKPD), pajak hiburan untuk kategori diskotik, karaoke, kelab malam, bar, dan mandi uap/spa dinaikkan menjadi 40-75 persen.
"Ini dianggap membinasakan," kata Hotman saat ditemui di kantor Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian di kawasan Lapangan Banteng, Jakarta Pusat, Senin (22/1/2024).
"Tadi pak Menko (Airlangga Hartarto) mengakui 40 persen pajak itu dikembalikan ke konsumen. Kalau dia tidak bayar berarti perusahaan yang bayar. Berarti 40 persen dari pendapatan kotor," tambahnya.
Menurutnya, jika pajak hiburan dikenakan 40 persen, maka akan merugikan usahanya. Selain itu, pengusaha juga tidak hanya membayar pajak usaha saja melainkan ada pajak makanan minuman, hingga pajak karyawan.
"Bayangkan 40 persen, padahal keuntungan perusahaan tidak mungkin hanya 10 persen. Kalau 40 persen pendapatan kotor harus dibayarkan pajak, maka 10 persen keuntungan harus sudah di pakai untuk bayar pajak ke pemerintah. Lalu 30 persen nya darimana? Ya dari modal. Belum lagi pajak dagang 22 persen, pajak pengusaha perorangan, pajak progresif, pajak karyawan," ujarnya.
Hotman mengatakan, secara keseluruhan pelaku usaha hampir membayar pajak sebesar 100 persen, jika dihitung dari semua aspek pajak lainnya.
"Berarti majikan harus bayar pajak lagi, belum lagi PPN minuman 10 persen, kalau dihitung-hitung hampir 100 persen pajak yang kita bayar. Jadi, kalau memang tujuannya untuk membinasakan kami ya jangan pakai undangan-undang, jangan keluarin izin ya," pungkasnya.
Advertisement
Hotman Paris Minta Tarif Pajak Hiburan Kembali ke Hitungan Lama
Pengacara kondang Hotman Paris Hutapea, berharap pengaturan tarif pajak hiburan bisa dikembalikan ke peraturan Undang-Undang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (UU PDRD) Nomor 28 Tahun 2009.
Sebab, menurutnya, dalam Ketentuan pajak hiburan terbaru yakni Undang-Undang (UU) Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (HKPD), pajak hiburan untuk kategori diskotik, karaoke, kelab malam, bar, dan mandi uap/spa dinilai terlalu tinggi yakni 40-75 persen.
"Kami mengharapkan kembali ke yang lama sudah cukup," kata Hotman Paris saat ditemui di kantor Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian di kawasan Lapangan Banteng, Jakarta Pusat, Senin (22/1/2024).Lebih lanjut, Hotman mengatakan, sebelumnya permasalahan mengenai tarif pajak hiburan ini sampai di telinga Presiden Joko Widodo (Jokowi).
Jokowi pun melakukan Rapat dengan para Menteri dalam rapat kabinet pada hari Jumat tanggal 19 Januari 2024. Dalam rapat kabinet tersebut Presiden RI memaklumi bahwa pajak hiburan 40 persen tersebut sangat tidak masuk di akal.
Perintah Presiden
Oleh karena itu, Presiden telah memberikan instruksi kepada menteri dalam negeri untuk menerbitkan Surat Edaran ke seluruh Gubernur/ Bupati/ Wali kota untuk memberlakukan Pasal 101 UU Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah untuk secara jabatan ex-officio, untuk tidak memberlakukan pajak hiburan sebesar 40 persen.
Sebagai tindak lanjut Rapat Kabinet tersebut, maka Menteri Dalam Negeri sudah mengeluarkan Surat Edaran No. 900.1.13.1/403/SJ tanggal 19 Januari 2024 tentang Petunjuk Pelaksanaan Pajak Barang dan Jasa Tertentu Atas Jasa Kesenian dan Hiburan Tertentu Berdasarkan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022.
Tujuan dari Surat Edaran Mendagri adalah untuk lebih meyakinkan para Gubernur/ Bupati/ Wali Kota untuk melaksanakan Pasal 101 UU Nomor 1 Tahun 2022.
"Karena Pemda ragu-ragu maka pak Jokowi sudah memerintahkan Mendagri menerbitkan surat edaran dan sudah terbit juga edarannya, yang hari ini juga isi surat edaran itu antara lain, pemda secara jabatan tidak harus patuh kepada 40 persen, dia berwenang kembali kepada tarif yang lama atau bahkan mengurangi, itu isi Undang-undang," pungkasnya.
Advertisement