PHRI Bali Tolak Kenaikan Pajak Hiburan

Jika tarif pajak hiburan terus dinaikkan, hal itu bisa mempengaruhi jumlah wisatawan ke Bali, sehingga perekonomian di Bali terganggu dan diprediksi bisa kembali kolaps seperti dulu saat covid.

oleh Tira Santia diperbarui 22 Jan 2024, 17:00 WIB
Pajak Kripto. Foto: Chayanupol/Freepik

Liputan6.com, Jakarta - Ketua Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Badung, Ray Suryawijaya, menegaskan bahwa PHRI di Bali menolak dengan tegas kenaikan tarif pajak hiburan sebesar 40-75 persen.

"Kami di seluruh usaha yang di Bali bersatu untuk menolak secara tegas kenaikan daripada pajak hiburan termasuk karaoke, diskotik dan mandi uap/spa," kata Ray saat ditemui di kantor Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian di kawasan Lapangan Banteng, Jakarta Pusat, Senin (22/1/2024).

Penolakan tersebut dilatarbelakangi lantaran sektor hotel dan restoran, serta usaha hiburan lainnya di Bali masih dalam tahap pemulihan pasca pandemi covid-19. Menurutnya, dengan pajak hiburan sebesar 15 persen sudah cukup tinggi.

"Karena baru aja kita mengalami masa recovery. Jadi, pajak 15 persen saya rasa more than enough sudah sangat tinggi sekali," ujarnya.

Lanjut Ray, jika tarif pajak hiburan terus dinaikkan, hal itu bisa mempengaruhi jumlah wisatawan ke Bali, sehingga perekonomian di Bali terganggu dan diprediksi bisa kembali kolaps seperti dulu saat covid.

"Kami hanya khawatir kalau wisatawannya kurang ke Bali, nanti tentu perekonomian Bali akan kolaps lagi seperti dulu, karena 60 persen Bali ini sangat tergantung daripada sektor pariwisata," ujarnya.

Mewakili PHRI di Bali, Ray meminta agar pajak hiburan tidak dinaikkan. Menurutnya, dengan tarif pajak 15 persen saja sudah cukup untuk menyetor penerimaan pajak ke kas daerah.

"Saya yakin juga pendapatan daerah khususnya dari pajak hiburan akan bertambah terus. Jangan mematikan usaha," pungkasnya.


Pajak Hiburan 40%-75%, Hotman Paris: Pengusaha Bisa Binasa!

Hotman Paris. (Foto: Dok. Instagram @hotmanparisofficial)

Pengacara kondang Hotman Paris Hutapea, menilai dinaikkannya tarif pajak hiburan justru membinasakan pengusaha di industri hiburan.

Diketahui, dalam Ketentuan pajak hiburan terbaru yakni Undang-Undang (UU) Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (HKPD), pajak hiburan untuk kategori diskotik, karaoke, kelab malam, bar, dan mandi uap/spa dinaikkan menjadi 40-75 persen.

"Ini dianggap membinasakan," kata Hotman saat ditemui di kantor Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian di kawasan Lapangan Banteng, Jakarta Pusat, Senin (22/1/2024).

"Tadi pak Menko (Airlangga Hartarto) mengakui 40 persen pajak itu dikembalikan ke konsumen. Kalau dia tidak bayar berarti perusahaan yang bayar. Berarti 40 persen dari pendapatan kotor," tambahnya.

Menurutnya, jika pajak hiburan dikenakan 40 persen, maka akan merugikan usahanya. Selain itu, pengusaha juga tidak hanya membayar pajak usaha saja melainkan ada pajak makanan minuman, hingga pajak karyawan.

"Bayangkan 40 persen, padahal keuntungan perusahaan tidak mungkin hanya 10 persen. Kalau 40 persen pendapatan kotor harus dibayarkan pajak, maka 10 persen keuntungan harus sudah di pakai untuk bayar pajak ke pemerintah. Lalu 30 persen nya darimana? Ya dari modal. Belum lagi pajak dagang 22 persen, pajak pengusaha perorangan, pajak progresif, pajak karyawan," ujarnya.

Hotman mengatakan, secara keseluruhan pelaku usaha hampir membayar pajak sebesar 100 persen, jika dihitung dari semua aspek pajak lainnya.

"Berarti majikan harus bayar pajak lagi, belum lagi PPN minuman 10 persen, kalau dihitung-hitung hampir 100 persen pajak yang kita bayar. Jadi, kalau memang tujuannya untuk membinasakan kami ya jangan pakai undangan-undang, jangan keluarin izin ya," pungkasnya. 


Hotman Paris Minta Tarif Pajak Hiburan Kembali ke Hitungan Lama

Unggahan Hotman Paris soal KDRT yang menimpa Venna Melinda. (Foto: Dok. Instagram @hotmanparisofficial)

Pengacara kondang Hotman Paris Hutapea, berharap pengaturan tarif pajak hiburan bisa dikembalikan ke peraturan Undang-Undang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (UU PDRD) Nomor 28 Tahun 2009.

Sebab, menurutnya, dalam Ketentuan pajak hiburan terbaru yakni Undang-Undang (UU) Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (HKPD), pajak hiburan untuk kategori diskotik, karaoke, kelab malam, bar, dan mandi uap/spa dinilai terlalu tinggi yakni 40-75 persen.

"Kami mengharapkan kembali ke yang lama sudah cukup," kata Hotman Paris saat ditemui di kantor Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian di kawasan Lapangan Banteng, Jakarta Pusat, Senin (22/1/2024).Lebih lanjut, Hotman mengatakan, sebelumnya permasalahan mengenai tarif pajak hiburan ini sampai di telinga Presiden Joko Widodo (Jokowi).

Jokowi pun melakukan Rapat dengan para Menteri dalam rapat kabinet pada hari Jumat tanggal 19 Januari 2024. Dalam rapat kabinet tersebut Presiden RI memaklumi bahwa pajak hiburan 40 persen tersebut sangat tidak masuk di akal.

Oleh karena itu, Presiden telah memberikan instruksi kepada menteri dalam negeri untuk menerbitkan Surat Edaran ke seluruh Gubernur/ Bupati/ Wali kota untuk memberlakukan Pasal 101 UU Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah untuk secara jabatan ex-officio, untuk tidak memberlakukan pajak hiburan sebesar 40 persen.

Sebagai tindak lanjut Rapat Kabinet tersebut, maka Menteri Dalam Negeri sudah mengeluarkan Surat Edaran No. 900.1.13.1/403/SJ tanggal 19 Januari 2024 tentang Petunjuk Pelaksanaan Pajak Barang dan Jasa Tertentu Atas Jasa Kesenian dan Hiburan Tertentu Berdasarkan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022.

Tujuan dari Surat Edaran Mendagri adalah untuk lebih meyakinkan para Gubernur/ Bupati/ Wali Kota untuk melaksanakan Pasal 101 UU Nomor 1 Tahun 2022.

"Karena Pemda ragu-ragu maka pak Jokowi sudah memerintahkan Mendagri menerbitkan surat edaran dan sudah terbit juga edarannya, yang hari ini juga isi surat edaran itu antara lain, pemda secara jabatan tidak harus patuh kepada 40 persen, dia berwenang kembali kepada tarif yang lama atau bahkan mengurangi, itu isi Undang-undang," pungkasnya.

  

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya