Jalan Rusak, Siapa yang Tanggung Jawab?

Penyelenggara jalan yang tidak dengan segera dan patut memperbaiki jalan yang rusak yang mengakibatkan kecelakaan lalu lintas, sehingga menimbulkan korban luka ringan atau kerusakan kendaraan dipidana kurungan paling lama 6 bulan atau denda maksimal Rp 12 juta.

oleh Arthur Gideon diperbarui 23 Jan 2024, 11:46 WIB
Sayangnya, aturan itu seolah dibuat untuk dilanggar. Sopir truk nyatanya tetap melintas di jam-jam sibuk. (merdeka.com/Arie Basuki)

Liputan6.com, Jakarta - Bukan rahasia lagi, jalanan di Indonesia akan mulai rusak ketika musim hujan datang. Tentu saja, kerusakan jalan ini akan membahayakan para pengguna baik roda dua maupun roda empat bahkan kendaraan besar.  

Akademisi Teknik Sipil Unika Soegijapranata dan Wakil Ketua Pemberdayaan dan Pengembangan Wilayah Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Pusat Djoko Setijowarno mengatakan, air hujan yang menggenang akan menutupi badan jalan, sehingga masyarakat tidak tahu kondisi jalan berlubang itu, akibatnya rawan terjadi kecelakaan.

"Beberapa kejadian kecelakaan di jalan akibat banyaknya pengendara menghindari lubang atau bahkan terperosok ke dalam lubang itu. Kondisi jalan yang rusak parah, akibat menghindari lubang tersebut malah terjadi tabrakan," jelas dia dikutip Selasa (23/1/2024).

Lalu, tanggung jawab siapa jalan rusak tersebut? 

Banyaknya jalan rusak dan dibiarkan terkadang membahayakan pengguna jalan. Sesuai Pasal 24 ayat (1) Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, menyatakan penyelenggara wajib segera dan patut untuk memperbaiki jalan yang rusak yang dapat mengakibatkan kecelakaan lalu lintas.

Pasal 24 ayat (2), dalam hal belum dilakukan perbaikan jalan yang rusak, penyelenggara jalan wajib memberi tanda atau rambu pada jalan yang rusak untuk mencegah terjadinya kerusakan lingkungan. Warga yang terdampak jalan rusak punya peluang untuk menuntut haknya sesuai wewenang jalan.

"Jalan nasional wewenangnya Ditjen. Bina Marga Kementerian PUPR, jalan provinsi wewenangnya Pemerintah Provinsi dan jalan kota/kabupaten wewenangnya Pemkot/Pemkab," jelas Djoko.

 


Tak Memperbaiki Bisa Dipidana

Kondisi jalan yang rusak serta berlubang dan keberadaan truk muatan tambang yang beroperasi pada jam yang belum ditentukan tersebut diprotes warga setempat karena dapat membahayakan keselamatan pengendara lain. (merdeka.com/Arie Basuki)

Sementara di Pasal 273 aturan yang sama, menyebutkan setiap penyelenggara jalan yang tidak dengan segera dan patut memperbaiki jalan yang rusak yang mengakibatkan kecelakaan lalu lintas, sehingga menimbulkan korban luka ringan dan/atau kerusakan kendaraan dipidana kurungan paling lama 6 bulan atau denda maksimal Rp 12 juta.

Kemudian kalau sampai mengakibatkan luka berat, pelaku dipidana kurungan maksimal 1 tahun atau denda paling banyak Rp 24 juta. Jika korban meninggal dunia, dapat dipidana penjara hingga 5 tahun atau denda paling banyak Rp 120 juta.

"Hendaknya, ini perlu menjadi perhatian untuk penyelenggara jalan agar lebih memperhatikan keselamatan penggunaan jalan. Jalan berkeselamatan dalam pemahaman Pemerintah saat ini adalah mantab jalan, permukaannya halus dan tidak berlubang," kata dia. 

 


Bagaimana dengan Jalan Tol?

Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo mengecek perbaikan jalan tol rusak di Brebes, Selasa (25/1/2022). (Foto: Liputan6.co,/Humas Pemprov Jateng)

Jalan tol juga tidak boleh ada permukaan yang berlubang. Standar tinggi memang diterapkan di jalan tol demi keselamatan penggunanya dengan kecepatan tinggi.

Penutupan jalan berlubang di jalan tol yang dilakukan Badan Usaha Jalan Tol (BUJT) jangan hanya dilakukan saat akan menaikkan tarif. Namun harus dilakukan setiap ditemukan ada permukaan jalan yang berlubang. Badan Pengelola Jalan Tol (BPJT) harus memeriksa permukaan jalan tol secara rutin di semua ruas jalan tol.

Penilaian jalan tol dapat dinaikkan tarifnya, salah satunya adalah perawatan jalan yang rutin dan kontinyu, sebagai bagian dari pelayanan kenyamanan jalan yang telah dibayar oleh konsumen. Jangan sampai lubang yang terjadi di jalan tol akibat hujan atau lainnya dibiarkan menunggu tambah besar atau menunggu musim hujan selesai.

"Ini alasan yang tidak profesional dan merugikan konsumen," kata Djoko.

 


Kaidah Jalan Berkeselamatan

Petugas melakukan penambalan jalan berlubang di Jalan Muhammad Toha, Parung Panjang, Bogor, Jawa Barat, Rabu (22/11/2023). (merdeka.com/Arie Basuki)

Catatan Komisi Nasional Keselamatan Transportasi atau KNKT (Januari 2024), menyebutkan jalan berkeselamatan harus memenuhi kaidah.

Pertama, regulating road, yaitu jalan harus sesuai dengan regulasinya.

Kedua, self-explaining road, jika jalan itu tidak sesuai dengan regulasinya, maka jalan itu harus bisa menjelaskan apa hazardnya dan apa yang harus dilakukan pengguna jalan agar tidak terpapar hazard tersebut. Dan ketiga, forgiving road, yaitu jika pengguna jalan lengah, sehingga terjadi kecelakaan maka jalan akan memaafkan tidak sampai fatal.

Ketiga hal di atas kurang mendapat perhatian pemerintah saat ini, sehingga kontribusi jalan sebagai penyebab kecelakaan dan peningkatan fatalitasnya masih sangat tinggi.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya