Liputan6.com, Jakarta Staf Khusus Presiden Bidang Sosial Angkie Yudistia mengunjungi Restoran DignityKu di Jl. Sepat No. 22 Jakarta Selatan pada Selasa, 23 Januari 2024.
Menurut Angkie, DignityKu adalah socio enterprise yang mendukung para penyandang disabilitas secara profesional untuk menjadi wirausahawan mandiri di bidang food and beverage (F&B/makanan dan minuman).
Advertisement
Selain restoran, DignityKu menyediakan kelas memasak untuk para penyandang disabilitas. Mulai dari penyandang autisme, low vision (kesulitan melihat), hingga Tuli.
“Kita lihat permintaan untuk F&B cukup tinggi kita berusaha untuk mensuplai itu, artinya tidak ada satu pun yang tertinggal, no one left behind, kita pastikan penyandang disabilitas ini mendapatkan haknya untuk mereka bisa berkarya dan berdaya,” kata Angkie dalam kunjungan di DignityKu, Jakarta Selatan, Selasa (23/1/2024).
Angkie berharap, latihan vokasi di bidang F&B bisa dikembangkan dan diterima oleh penyandang disabilitas. Sehingga mereka bisa mandiri dan menjadi pengusaha makanan, minuman, sehingga para penyandang disabilitas bisa diterima di tengah masyarakat.
Dalam kunjungan kali ini, Angkie memiliki kesempatan untuk berjumpa dengan murid-murid kelas memasak yang diselenggarakan Dignityku. Menurut pantauan Disabilitas Liputan6.com, para peserta kelas memasak begitu antusias menyambut kedatangan Angkie.
Mereka pun melakukan praktik memasak bersama ditemani chef profesional, Zahwa dan pendiri DignityKu, Hendra Warsita. Kegiatan masak ini ditemani pula oleh juru bahasa isyarat sehingga para peserta kelas yang menyandang Tuli bisa menangkap percakapan yang dilakukan juru masak dan Angkie Yudistia.
Potensi Generasi Z Disabilitas
Angkie pun mengungkap tujuan utama dilakukannya kunjungan ini. Menurutnya, kunjungan ini dilakukan untuk melihat bahwa penyandang disabilitas yang tergolong dalam generasi Z atau Gen Z juga memiliki potensi.
“Hari ini banyak banget teman-teman Gen Z yang jauh lebih siap dan jauh lebih percaya diri untuk menghadapi perubahan.”
Dia juga melihat potensi perempuan memberdayakan perempuan yang mana setiap perempuan termasuk penyandang disabilitas harus berdaya.
“Saya lihat, ternyata lebih banyak peserta perempuan dibanding laki-laki. Kalau dibandingkan tahunnya saya, beberapa tahun yang lalu, perempuan itu masih merasa insecure, merasa tidak mampu, dan tidak percaya diri untuk melakukan sesuatu.”
Sebaliknya, di generasi sekarang yakni Gen Z, para perempuan cenderung lebih siap dan percaya diri dalam menambah ilmu dan memberdayakan diri mereka.
“Tujuan utama hari ini adalah mendorong penyandang disabilitas untuk mereka bisa mandiri,” tutur Angkie.
Advertisement
Pelatihan di Bidang F&B Sangat Cocok untuk Disabilitas
Perempuan yang juga menyandang Tuli menilai bahwa pelatihan di bidang makanan dan minuman sangat cocok bagi penyandang disabilitas.
“Yes cocok banget, ditambah Dignityku ini punya dapur yang sangat lengkap dan accessible, itu yang paling utama. Disediakan penerjemah (juru bahasa isyarat) dan kondisi dapur secara visual benar-benar disesuaikan dengan kebutuhan, jadi teman-teman low vision, autisme, Tuli diupayakan untuk nyaman.”
Pelatihan memasak ini memang disiapkan khusus untuk peserta disabilitas sehingga para peserta kelas bisa belajar dengan nyaman sekaligus menyiapkan diri untuk membantu orang lain khususnya orangtua.
Berharap Tempat Serupa Ada di Seluruh Indonesia
DignityKu sempat meraih penghargaan sebagai restoran pertama di Indonesia yang semua pelayannya adalah penyandang disabilitas dan dilengkapi dengan kelas pelatihan.
Melihat konsep ini, Angkie berharap agar tempat seperti ini bisa ditemukan di berbagai wilayah di Indonesia.
“Tentu saja, tadi juga sudah diskusi dengan DignityKu, ini harus dikembangkan dan harus dimaksimalkan. Jadi memang sebetulnya potensi tuh banyak, permintaan kerja untuk hospitality khususnya dapur itu tinggi. Pemerintah dan swasta untuk mendukung potensi vokasi penyandang disabilitas itu tinggi, tinggal bagaimana penyandang disabilitasnya disiapkan.”
“Jadi saya diskusi dengan founder DignityKu kafe, ini harus dimaksimalkan, tidak hanya di Jakarta tapi kalau bisa seluruh provinsi di Indonesia,” tutup Angkie.
Advertisement