Liputan6.com, Jakarta - Manajemen PT Bank Muamalat Indonesia Tbk (BMI) angkat bicara setelah Wakil Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) Anwar Abbas menolak rencana merger Bank Muamalat Indonesia dengan unit usaha syariah PT Bank Tabungan Negara Tbk (BTN) yakni BTN Syariah.
Terkait dengan pemberitaan mengenai rencana merger tersebut, Sekretaris Perusahaan PT Bank Muamalat Indonesia Tbk, Hayunaji menuturkan, hal tersebut sepenuhnya merupakan ranah/kewenangan dari Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH) selaku pemegang saham pengendali (PSP) Bank Muamalat. "Kami tentunya akan mengikuti arahan dan strategi dari BPKH,” ujar dia seperti dikutip dari keterangan resmi kepada Liputan6.com, Selasa (23/1/2024).
Advertisement
Sementara itu, Waketum MUI Anwar Abbas menolak rencana merger Bank Muamalat dan BTN Syariah dengan sejumlah pertimbangan. “Dengan beberapa pertimbangan, ide untuk memergerkan Bank Muamalat dan BTN Syariah sebaiknya tidak dilanjutkan,” kata Anwar.
Anwar menuturkan, pertimbangan pertama, agar warisan para pendiri yang telah bersusah payah mendirikan BMI tetap terjaga.
"Hal ini seharusnya menjadi spirit dan pelajaran bagi generasi sekarang dan yang akan datang, untuk juga bisa berbuat sesuatu yang berarti dan bermakna bagi umat dan bangsa,” tutur Anwar yang juga Ketua PP Muhammadiyah.
Kedua, Anwar ingin di tengah-tengah persaingan dunia perbankan di Indonesia yang berpenduduk mayoritas muslim, tetap ada bank swasta milik umat Islam.
Ia mengatakan, Untuk itu, dalam menangani masalah Bank Muamalat ini, ke depan pihaknya mengharapkan pendekatan yang dipergunakan tidak hanya murni mempergunakan hitung-hitungan ekonomi dan bisnis saja.
"Tapi kita juga harus bisa memperhatikan dan mempertahankan sejarah, maksud dan tujuan dari kita mendirikan bank ini yaitu kita ingin umat Islam punya bank yang berdasarkan prinsip syariah, yang diharapkan akan dapat membantu ekonomi umat, terutama usaha-usaha yang berada di kelompok UMKM, terutama usaha kecil, mikro dan ultra mikro yang jumlahnya 99 persen dari seluruh pelaku usaha di negeri ini, yang oleh sistem perbankan yang ada secara sistemik telah termarginalkan," tutur Anwar.
Jaga Bank Muamalat
“Syukur Alhamdulillah bank yang dimaksud sudah terwujud, meskipun belum sesuai dengan yang diinginkan. Oleh karena itu, tugas kita sekarang bukan lagi memikirkan bagaimana memergerkannya dengan BTN Syariah atau bank BUMN lain, tapi adalah bagaimana kita bisa secara bersama sama memajukan dan membesarkannya,” ia menambahkan.
Anwar mengakui, BMI memang sempat menghadapi masalah sehingga untuk memperkuatnya BMI kemudian mengundang investor asing dari Timur Tengah. Setelah berjalan dengan baik, ia menuturkan, BMI kembali menghadapi masalah sehingga pemerintah kemudian mendorong Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH) untuk berinvestasi guna menyelamatkan BMI.
“Tetapi hal itu bukanlah berarti BMI sudah menjadi bank milik pemerintah karena dana BPKH yang diinvestasikan di BMI bukanlah dana dari pemerintah, tapi dana milik umat. Untuk itu, ke depan kita harus bisa menjaga agar BMI tetap dengan paradigmanya dari umat, milik umat, bersama umat dan untuk umat,” ujar dia.
Menurut Anwar, langkah yang harus ditempuh untuk menyelamatkan BMI adalah menggerakkan seluruh elemen umat Islam untuk secara bersama-sama terlibat memajukan dan membesarkan BMI.
"Kita punya banyak ormas Islam di negeri ini, juga punya banyak mesjid, sekolah, perguruan tinggi dan rumah sakit, serta usaha-usaha bisnis milik umat yang bisa digerakkan untuk itu,” ujar Anwar.
Advertisement
Langkah yang Harus Dilakukan Pemerintah
Hal tersebut, menurut Anwar, akan mudah dilakukan karena dengan masuknya dana investasi BPKH ke BMI, meskipun baru sekitar 1 persen dari total dana haji yang dikelola BPKH, saat ini kepercayaan umat terhadap BMI semakin kuat dan meningkat.
Oleh karena itu, langkah yang harus dilakukan oleh pemerintah, bukan mencaplok BMI untuk menjadi bank milik negara, tapi bagaimana negara bisa hadir untuk membuat BMI tetap eksis dan menjadikannya sebagai bank milik umat yang kuat dan bagus.
"Jadi ukuran keberhasilan pemerintah dalam menangani masalah BMI ini tidak dilihat dan diukur dari segi keberhasilannya untuk menjadikan BMI menjadi bank milik negara, tapi dilihat dari segi mampunya pemerintah menciptakan satu situasi dan kondisi yang mendukung untuk membuat BMI tetap menjadi sebuah bank milik umat yang kuat, maju, terpercaya dan bisa dibanggakan,” kata Anwar.
Gagasan Pendirian
Anwar menuturkan, gagasan pendirian BMI datang dari kalangan umat, terutama Majelis Ulama Indonesia (MUI), Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI), Nahdlatul Ulama (NU) dan Muhammadiyah, serta beberapa pengusaha muslim, yang kemudian mendapat dukungan dari Pemerintah Republik Indonesia.
Menurut Anwar, ide pendirian BMI pertama kali muncul dalam sebuah lokakarya yang digelar MUI pada Agustus 1990, bertema bunga bank dan perbankan.
“Meskipun pendirian BMI mendapat dukungan dari pemerintah, tapi BMI bukanlah bank pemerintah atau bank milik negara, tapi bank swasta milik umat. Jadi BMI ini merupakan bank pertama murni syariah yang berdiri tahun 1992, yang sejarah kelahirannya berbeda dengan bank-bank syariah lainnya yang berinduk kepada bank konvensional,” pungkasnya.
Advertisement