Liputan6.com, Jakarta Tim Pemenangan Nasional (TPN) Ganjar Pranowo-Mahfud MD menegaskan komitmen dalam transisi energi, hilirisasi, serta persoalan perubahan iklim.
Hal ini karena TPN menilai pemerintah dianggap tak serius melakukan transisi energi, dari energi fosil ke energi baru dan terbarukan (EBT).
Advertisement
Anggota Dewan Pakar Tim Pemenangan Nasional (TPN) Ganjar Pranowo-Mahfud MD, Alexander Sonny Keraf menyebutkan, di berbagai forum tingkat global, Presiden Joko Widodo selalu mengobral janji untuk segera beralih ke EBT, tapi di dalam negeri tak serius mengerjakan pekerjaan rumah dalam implementasi transisi energi.
“Ini bak tari Poco-poco, maju satu langkah, mundur satu langkah. Hanya menghibur orang bahwa kita punya komitmen tapi tak serius,” kata Sonny dalam diskusi TPN, dikutip Rabu (24/1/2024).
Sonny menjelaskan, Indonesia menargetkan porsi 23 persen EBT dari total bauran kebutuhan energi nasional pada 2025, namun hingga saat ini angka itu baru tercapai 13 persen. Dalam hal transisi energi inilah, Ganjar-Mahfud akan mendorong program Nusantara Green.
Dengan demikian semua pembangkit energi terbarukan bisa masuk, sekaligus mempertemukan produsen dan konsumen yang memang sudah tuntutan global untuk menggunakan EBT.
“Nusantara Green merupakan terobosan melakukan upaya ini, didukung pasokan EBT dari PLN. Termasuk kita buka ruang untuk ‘rooftop’ agar makin banyak masyarakat membangun panel surya di rumah, kantor, sarana transportasi dan lain-lain,” paparnya.
Hilirisasi Ide PDIP
Mantan Menteri Negara Lingkungan Hidup 1999-2001 itu menilai, isu hilirisasi sejak awal merupakan bagian dari komitmen melakukan hilirisasi merupakan milik PDI Perjuangan.
“Sejak awal kami mencegah flying money, keluarnya uang dari Indonesia karena kita mengekspor konsentrat tanpa melalui proses yang menghasilkan nilai tambah,” kata dia.
Advertisement
Perubahan Iklim
Isu lingkungan lain yang diangkat Ganjar-Mahfud, lanjutnya, yakni komitmen menyelesaikan persoalan perubahan iklim. “Caranya di sektor kehutanan, Ganjar-Mahfud terus mengampanyekan penghentian deforestasi, penebangan hutan, termasuk untuk berbagai kepentingan di luar fungsi hutan, seperti food estate, tambang, dan perkebunan,” ujarnya.
Menyinggung debat cawapres 21 Januari lalu, Sonny menyindir bahwa debat capres-cawapres bukanlah ‘kelompencapir’ ala Orde Baru. Dalam pertemuan ‘kelompok pendengar, pembaca, dan pemirsa’ kala itu, Soeharto melakukan tebak-tebakan dengan para petani.
Sonny menekankan, debat capres-cawapres harusnya menjadi uji gagasan dan program dengan mengedepankan aspek akademis, teknokratis, dan dimensi ideologis.
“Hal-hal teknis seperti greenflation, dan carbon capture tak perlu dipertanyakan dalam forum selevel debat capres. Harusnya debat itu memaparkan visi misi serta bagaimana menjabarkan program secara akademis dan teknokratis serta apakah secara ideologis sudah sesuai dengan Pancasila, UUD 1945 dan cita-cita berdirinya bangsa ini,” jelasnya.