Liputan6.com, Jakarta Perekonomian Taiwan diprediksi menghadapi ketidakpastian karena ketegangan dengan China kemungkinan akan meningkat, menyusul kemenangan Partai Progresif Demokratik (DPP) dalam pemilihan presiden di pulau tersebut.
Mengutip CNBC International, Rabu (24/1/2024) Amundi Asset Managment mengatakan dalam sebuah catatan bahwa persepsi risiko terhadap pasar Taiwan diperkirakan akan menguat meskipun kemenangan DPP sebagian besar diperhitungkan. Respon pasar juga disebut akan bergantung pada reaksi China dalam beberapa pekan dan bulan mendatang.
Advertisement
"Jika China menerapkan karantina bea cukai – melarang impor dan ekspor besar-besaran dan hanya mengizinkan makanan penting dan bahan bakar masuk ke negara tersebut,kekhawatiran akan pasokan dan kerusuhan sosial dapat muncul. Skenario seperti ini kemungkinan besar akan menyebabkan depresiasi dolar Taiwan dan berdampak pada pasar real estate dan saham," ungkap perusahaan itu.
Amundi juga memperingatkan kemungkinan blokade ekonomi secara sementara terhadap Taiwan dapat menimbulkan kekhawatiran pasar.
Skenario yang lebih ekstrem berupa blokade penuh yang melarang semua impor ke Taiwan akan memicu risiko regional, yang berdampak buruk pada pasar saham dan real estat Asia dan menyebabkan kekurangan devisa.
Sementara itu, Kepala ekonom Nataxis untuk Asia Pasifik, Alicia Garcia Herrero memperkirakan Taiwan akan mengalami pertumbuhan yang lebih cepat pada tahun 2024, sehingga menjadi "penarik" bagi pemerintahan DPP nantinya, karena China tetap menjadi tujuan ekspor terbesar Taiwan meskipun ada ketegangan.
Kurang optimis Terhadap Diversifikasi
Pada 2023 lalu, dilaporkan bahwa investasi Taiwan di negara-negara di bawah "Kebijakan Baru Menuju Selatan" melampaui investasi pada paruh pertama tahun 2023, yaitu sebesar USD 2,126 miliar, dibandingkan dengan USD 1,9 miliar yang diinvestasikan di China.
"Lebih banyak investasi dari Taiwan yang masuk ke AS dibandingkan dengan China," Nataxis membeberkan.
Namun upaya diversifikasi ini bisa mengalami kemunduran karena DPP tidak lagi memiliki kendali penuh atas Legislatif Yuan di parlemen Taiwan.
Analis Amundi juga kurang optimis terhadap diversifikasi.
'Pelepasan ekonomi dari China dan tidak adanya dukungan kompensasi yang memadai menunjukkan potensi pertumbuhan jangka panjang yang lebih rendah bagi Taiwan,' sebutnya.
Advertisement
Investor Khawatir Hasil Pemilu Taiwan Bakal Hambat Kebijakan Ekonomi
Pemilihan umum (Pemilu) Taiwan dinilai dapat meredakan kekhawatiran global mengenai hubungan Taiwan dengan China sekaligus mendorong aksi jual di dalam negeri pada Senin, 15 Januari 2024. Hal ini seiring investor khawatir hasil pemilu tersebut dapat hambat kebijakan ekonomi.
Dikutip dari Channel News Asia, Senin (15/1/2024), Wakil Presiden Lai Ching-te memenangkan kursi kepresidenan pada Sabtu, 13 Januari 2024. Ini masa jabatan ketiga berturut-turut bagi Partai Progresif Demokratik atau Democratic Progresivve yang berkuasa. Namun, partai itu kehilangan suara mayoritas di parlemen sehingga mempersulit rencana pengeluaran Lai dan niat untuk mengambil sikap agresif terhadap China.
China yang klaim Taiwan sebagai wilayahnya, menyebutkan Lai sebagai seorang separatis dan "pembuat onar". Namun, bersikap lebih lembut setelah pemilu dengan tidak menyebut namanya dan mengatakan hasil pemilu menunjukkan DPP tidak dapar mewakili opini publik arus utama di Taiwan.
Analis perkirakan pasar saham Taiwan akan terpukul pekan ini karena momok kelumpuhan kebijakan memicu penjualan di pasar yang naik 25 persen dalam waktu kurang dari setahun.
Dikutip dari CNBC, indeks saham Taiwan naik 0,19 persen ke posisi 17.546,82 pada Senin pekan ini setelah Lai Ching-te memenangkan pemilu dengan perolehan suara lebih dari 40 persen.
Namun, hasil ini juga melegakan investor yang khawatir sikap hawkish Lai Ching te akan mendorong kemerdekaan formal Taiwan. Akan tetapi, hal itu dibantahnya. Investor juga khawatir terhadap reaksi bermusuhan dari China dan reaksi berantai sanksi yang dapat melumpuhkan industri semikonduktor global.
Risiko Internal dan Eksternal
"Saya membayangkan reaksinya negatif. Pasar bisa membaca lemahnya pemerintahan di Taiwan, banyak risiko eksternal dari daratan dan banyak risiko internal karena tidak ada kendali dari badan legislatif," ujar Ekonom Natixis, Alicia Garcia Herrero.
Namun, Herrero menuturkan, pidato kemenangan Lai yang seimbang dan kebuntuan di parlemen adalah alasan China mungkin tidak bereaksi.
"Jika China tidak melakukan apapun, mungkin pasar akan menganggap hal ini bukan masalah besar dan mungkin akan tetap bersikap positif," ujar dia.
Meski perkirakan terjadi aksi jual spontan pada saham-saham Taiwan dan bahkan mata uangnya pada pekan ini, kemungkinan besar pelaku pasar akan menunggu sampai pemerintahan baru mulai menjabat.
Parlemen akan dibuka pada 1 Februari dan Kabinet Lai akan mulai menjabat pada 20 Mei 2024.
Advertisement