Liputan6.com, Jakarta - Ketua Umum (Ketum) Partai Golkar Airlangga Hartarto meyakini Presiden Joko Widodo atau Jokowi telah nyaman dengan partainya.
Sehingga, dia berkesimpulan arah pernyataan seorang presiden boleh berkampanye dimaksudkan untuk mendukung capres-cawapres yang diusung parpol berlambang pohon beringin itu.
Advertisement
“Kalau Golkar yakin Pak Presiden nyaman dengan Partai Golkar,” tutur Airlangga di Cirebon, Jawa Barat, Kamis (25/1/2024).
Menurut Airlangga, Golkar tentu fokus dalam kontestasi Pemilu 2024 dan menang di angka 20 persen secara nasional. Adapun soal komunikasi antara partai dengan Jokowi, sikap kedekatan tidak perlu diragukan.
“Pertama tentu ini kan dalam kontestasi pemilu kita konsentrasi pada pemilu saja. Pemilunya dekat, Pak Jokowinya juga dekat (Golkar),” kata Airlangga.
Tak Ada Aturan Dilanggar
Wakil Ketua Tim Kampanye Nasional (TKN) Prabowo-Gibran, Habiburokhman menilai, pernyataan Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang menyatakan presiden boleh memihak saat pemilu tidak ada masalah.
Dia mencontohkan praktek tersebut dilakukan di Amerika Serikat. Contohnya Barack Obama yang saat itu masih menjadi presiden berkampanye mendukung Hillary Clinton saat melawan Donald Trump.
"Kemudian Obama 8 tahun kemudian tahun 2008 mendukung Hillary Clinton berkampanye untuk Hillary Clinton ketika melawan Donald Trump yang Donald Trump menang itu kan, jadi ini praktek yang enggak ada masalah," kata Habiburokhman di Medcen TKN Prabowo-Gibran, Jakarta Selatan, Rabu, (24/1/2024).
Praktik tersebut juga sebenarnya terjadi di Indonesia, di mana Presiden ke-5 RI Megawati Soekarnoputri dan Presiden ke-6 RI Susilo Bambang Yudhoyono yang kala itu berkampanye meski masih menjabat.
"Pak SBY maju kedua kalinya tahun 2009 ya, dia presiden, dia berkampanye bahkan untuk dirinya sendiri, tetapi dia enggak boleh menggunakan kewenangannya untuk menguntungkan dirinya atau orang lain," kata dia.
Habib melanjutkan, sama dengan Megawati ketika menjabat sebagai presiden lalu maju sebagai capres pada tahun 2004. Kemudian, Presiden Jokowi juga saat itu maju kembali pada Pilpres 2019.
"Begitu juga misalnya Ibu Mega waktu maju sebagai presiden incumbent, kan boleh itu 2004 ya, Pak Jokowi ketika 2019 enggak masalah," ujarnya.
Sehingga, Habib menegaskan, bahwa seorang Presiden boleh memihak paslon tertentu. Asalkan, tidak memanfaatkan kekuasaannya untuk menguntungkan salah satu paslon.
"Berpihak boleh, berkampanye pun boleh tidak harus netral, tetapi tidak boleh dia menggunakan kekuasaan yang ada padanya untuk menguntungkan salah satu calon atau merugikan paslon yang lain," pungkasnya.
Advertisement
Hak Demokrasi
Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengatakan, tidak ada aturan yang melarang pejabat negara untuk memihak dan berkampanye mendukung salah satu pasangan calon presiden tertentu di Pemilu 2024.
Hal itu dia sampaikan saat menanggapi pernyataan Menko Polhukam Mahfud Md soal banyaknya menteri di kabinet Jokowi yang secara terang mendukung kandidat tertentu meski bukan bagian dari tim sukses.
"Itu hak demokrasi setiap orang, setiap menteri sama saja, presiden itu boleh loh kampanye, presiden boleh loh memihak," kata Jokowi di Halim Perdanakusuma Jakarta, Rabu (24/1/2024).
Jokowi menambahkan, jika ada menteri atau dirinya sebagai presiden akan berkampanye maka dilarang menggunakan fasilitas negara.
"Tapi yang paling penting waktu kampanye tidak boleh menggunakan fasilitas negara," wanti dia.
Jokowi menjelaskan, menteri dan presiden bukanlah sekedar pejabat publik, namun juga pejabat politik. Maka dari itu, memihak dan mendukung kandidat tertentu dibolehkan.
"Masa gini nggak boleh? gitu nggak boleh? Berpolitik nggak boleh? Boleh, menteri boleh, Itu saja. Yang mengatur itu tidak boleh menggunakan fasilitas negara," pungkas Jokowi.