Liputan6.com, Jakarta - Perbincangan mengenai Lithium Ferro Phosphate (LFP) mencuat usai debat cawapres pada Minggu 21 Januari 2024. Ketika itu, cawapres nomor urut 2 Gibran Rakabuming Raka menyebut bahwa Timnas AMIN melakukan kebohongan publik lantaran menyebut mobil Tesla tidak lagi menggunakan nikel sebagai bahan baku baterai, melainkan LFP.
"Ini agak aneh ya, yang sering ngomong LFP itu timsesnya, tapi cawapresnya enggak paham LFP itu apa, kan aneh. Sering bicara 'LFP, LFP, Lithium Ferro Phosphate, Tesla enggak pakai nikel'. Ini kan kebohongan publik. Mohon maaf, Tesla itu pakai nikel pak," kata Gibran saat debat cawapres di JCC, Jakarta, Minggu 21 Januari 2024.
Baca Juga
Advertisement
Co-captain Timnas AMIN, Tom Lembong memang pernah menyebut bahwa 100 persen mobil Tesla yang dibuat di Tiongkok sudah tidak menggunakan Nikel, melainkan menggunakan LFP.
Menurutnya, pembangunan masif smelter nikel Indonesia berpotensi merugikan karena berdampak over supply. Akibatnya, harga nikel akan jatuh.
"Jadi 100 persen mobil Tesla yang dibuat di Tiongkok menggunakan baterai yang mengandung 0% nikel dan 0% kobalt . Jadi baterainya namanya LFP," kata Tom Lembong dalam podcast Total Politik beberapa waktu lalu.
Namun pernyataan Tom Lembong ini ditepis oleh Menteri Koordinator Kemaritiman dan Investasi, Luhut Binsar Pandjaitan. Luhut menegaskan, mobil produksi Tesla masih banyak yang menggunakan baterai berbasis nikel.
"Tidak benar pabrik tesla di Shanghai menggunakan 100 persen LFP atau lithium ferro phosphate untuk mobil listriknya," tegas Menko Luhut melalui akun Instagram @luhut.pandjaitan, Rabu (24/1/2024).
Luhut mengatakan, baterai mobil listrik berbasis nikel masih digunakan dalam produksi tersebut. Bahkan, itu juga masih digunakan oleh LG di Korea Selatan untuk mobil Tesla yang diproduksi di Shanghai.
Kendati begitu, Menko Luhut mengakui sudah ada yang mengarah untuk menggunakan LFP. Mengingat penelitian yang sudah terus berkembang.
"Memang ada yang mulai LFP karena penelitian mengenai LFP makin berkembang. Ya memang satu ketika tidak tertutup kemungkinan nikel ini makin kurang penggunaannya, makanya sebabnya , kita juga harus genjot juga. Tapi dengan tadi yang terukur," jelasnya.
Luhut juga menepis pernyataan Tom Lembong terkait harga nikel anjlok. Bahkan, dia mengungkapkan data tren harga nikel 10 tahun terakhir.
Menurut Luhut, untuk mengetahui harga nikel, perlu merujuk pada data yang cukup panjang. Misalnya, tren yang terjadi selama 10 tahun terakhir.
"Anda perlu melihat data panjang, 10 tahun, kan anda pebisnis juga. Kan siklus dari komoditi itu kan naik turun, apakah itu batu bara, nikel, timah, atau emas. Apa saja," ujar Menko Luhut melalui akun Instagram @luhut.pandjaitan, Rabu (24/1/2024).
Dia pun membongkar data harga nikel pada kurun waktu tersebut. Dalam catatannya, tidak terjadi perbedaan yang terlalu signifikan dari harga nikel.
"Tapi kalau kita melihat selama 10 tahun terakhir ini harga nikel dunia itu ya di USD 15.000-an, bahkan pada periode 2014-2019, periode hilirissi mulai kita lakukan, harga rata-rata nikel itu hanya USD 12.000," jelasnya.
Bahlil Sebut Nikel Masih Digunakan untuk Bahan Baku Baterai Mobil Listrik
Sementara Menteri Investasi/Kepala BKPM, Bahlil Lahadalia Bahlil menegaskan, nikel masih digunakan untuk bahan baku baterai mobil listrik.
Hal itu menanggapi pernyataan Thomas Trikasih Lembong alias Tom Lembong yang menyebut Lithium Ferrophosphate (LFP) sebagai alternatif bahan baku baterai kendaraan listrik ketimbang nikel.
"Ini sumber polemik, saya ingin katakan tidaklah benar kalau ada seorang mantan pejabat atau pemikir atau siapapun yang katakan nikel enggak lagi jadi bahan yang dikerja investor untuk buat baterai mobil," kata Bahlil dalam konferensi pers kinerja investasi tahun 2023, di Kantor Kementerian Investasi, Rabu (24/1/2024).
Bahlil menjelaskan, memang LFP dipakai Tesla lantaran mobilnya masih tergolong standar. Namun, kualitas terbaik untuk bahan baku kendaraan listrik masih dipegang nikel. Bahkan Bahlil menegaskan baterai dengan komposisi nikel lebih bagus dibanding LFP.
"Tesla sebagian juga masih memakai baterai mobil yang bahan baku nikel. Jadi jangan omon-omon saja!" ujarnya.
Bahlil menambahkan, nikel merupakan komoditas penting. Hal itu terlihat dari banyaknya pihak yang menekan Indonesia lantaran Indonesia memiliki komoditas nikel terbesar di dunia.
Bahlil juga menyoroti terkait data IMF pada tahun 2023 yang pernah merilis laporan bahwa IMF mengakui pertumbuhan ekonomi Indonesia di atas 5 persen, kemudian inflasi terjaga.
Kendati begitu, kata Bahlil, IMF juga merekomendasikan kepada Indonesia agar melakukan pelarangan ekspor barang mentah. Rekomendasi tersebut sebagai wujud ketidaksukaan terhadap hilirisasi yang dilakukan Indonesia.
"Jangan sampai bangsa ini ada antek asing dalam pengaruhi kebijakan publik," pungkasnya.
Advertisement