Praktisi Good Governance: Pemerintah Jokowi Harus Tingkatkan Tata Kelola yang Baik

As'ad menilai, berbagai prinsip tata kelola pemerintahan yang baik, seperti transparansi, akuntabilitas, demokrasi serta penegakan hukum sudah diabaikan pemerintahan Jokowi.

oleh Tim News diperbarui 25 Jan 2024, 15:06 WIB
Presiden Jokowi memberikan pengarahan pada Rapat Kerja Tahun 2023 dan Milad ke-6 Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH) di Istana Negara, Jakarta, Selasa (12/12/2023). Jokowi meminta BPKH berhati-hati dalam mengelola dana haji. (Foto: Sekretariat Presiden)

 

Liputan6.com, Jakarta - Praktisi Good Governance As'ad Nugroho menyatakan, pemerintahan Presiden Jokowi saat ini menurutnya mengabaikan tata kelola pemerintahan yang baik. 

Hal itu tampak dari tidak berfungsinya DPR-RI sebagai lembaga legislatif, dalam mengimbangi Pemerintah selaku eksekutif.

"Begitu juga di BUMN, governance nya buruk. Biasanya di BUMN ada assessment tata kelola, tapi entah mengapa, belakangan tidak ada lagi itu," papar As'ad dalam Podcast Narada Syndicate yang dipandu oleh aktivis Kusfiardi.

As'ad menilai, berbagai prinsip tata kelola pemerintahan yang baik, seperti transparansi, akuntabilitas, demokrasi serta penegakan hukum sudah diabaikan pemerintahan Jokowi.  

Hal itu, sambung As'ad, disebabkan Jokowi tidak memiliki perhatian besar pada pentingnya tata kelola sejak periode pertama pemerintahannya.

"Bisa kita lihat dalam 100 hari pertama pemerintahannya, justru terjadi pelemahan KPK, yang menunjukkan lemahnya komitmen Presiden Jokowi pada pemberantasan korupsi. Padahal persoalan korupsi itu adalah akar dari buruknya tata kelola," paparnya.

As'ad melanjutkan, Jokowi juga gagal mencegah munculnya benturan kepentingan antara jabatannya dengan kepentingan keluarga maupun dirinya sendiri.

 


Ragukan Komitmen Berantas Korupsi

Presiden Joko Widodo (Jokowi) berfoto bersama Aparatur Sipil Negara (ASN) atau PNS seusai membuka Rapat Kerja Nasional Korps Pegawai Republik Indonesia (KORPRI) 2019 di Istana Negara, Jakarta, Selasa (26/2). (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Seharusnya, ujar As'ad, Jokowi mencegah keluarganya, orang-orang dekatnya maupun dirinya sendiri memanfaatkan jabatan Presiden yang diembannya, untuk kepentingan pribadi. Dan itu menyebabkan korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN) tak bisa punah. 

Padahal, menurut As'ad, tujuan dari gerakan reformasi 1998 adalah memberantas KKN. 

Namun, Pemerintahan Jokowi sudah menunjukkan komitmen yang lemah dalam pemberantasan KKN bahkan sejak periode pertama pemerintahannya.

"Hal itu disebabkan pak Jokowi tak ikut dalam gerakan reformasi, sehingga dia tidak bisa memahami bahwa musuh utama reformasi adalah KKN. Maka komitmen dia untuk memberantas KKN pun lemah," ujar As'ad.

Infografis Jokowi dan Keluarga Dilaporkan Kolusi-Nepotisme ke KPK. (Liputan6.com/Abdillah)

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya