Liputan6.com, Jakarta - Calon Presiden (Capres) nomor urut 1 Anies Baswedan meyakini, Aparatur Sipil Negara (ASN) dan TNI-Polri akan bekerja mengikuti sumpah dan taat pada Undang-Undang Dasar (UUD) 1945. Hal tersebut menanggapi penyataan Presiden Joko Widodo yakni tidak ada aturan yang melarang pejabat negara untuk memihak dan berkampanye mendukung salah satu pasangan calon presiden tertentu di Pemilu 2024.
"Saya percaya ASN, TNI-Polri akan bekerja mengikuti sumpah yang mereka ucapkan saat mereka bertugas dan sumpahnya mengatakan mereka harus taat pada UUD, sumpahnya mereka harus taat pada seluruh aturan, itu sumpah," kata Anies di Bandara Internasional Minangkabau, Sumatera Barat, Kamis (25/1/2024).
Advertisement
"Jadi sumpah itu di atas instruksi atasan dan sumpah itu harus dijaga. Dan saya percaya TNI, Polisi, ASN orang-orang yang akan menjaga sumpah itu. Ini akan dipertanggungjawabkan bukan hanya di hadapan Allah, tapi juga dia harus menceritakan apa yang dikerjakan di tahun 2024 ini," sambungnya.
Selain itu, mantan Gubernur DKI Jakarta ini merasa heran terkait dengan Pemilu 2024 yang baru mempertanyakan soal kenetralitasan. Apalagi, Pemilu disebutnya sudah lima kali dilakukan di Indonesia.
"Anda bayangkan coba, kita sudah 5 kali Pemilu, baru tahun ini aja ada pertanyaan soal kenetralan. Sekarang kalau jadi kepala desa, jadi kepala polisi, jadi komandan kira-kira 5-10 tahun nanti ditanyain enggak sama anak-anaknya dulu tahun 2024, bapak termasuk rombongan yang netral atau rombongan yang cawe-cawe?," sebutnya.
"Jawab apa nanti sama anak cucunya? dan saya percaya semua bilang saya termasuk rombongan netral, saya termasuk menjaga sumpah dan itu bisa dikatakan dengan bangga. Tapi kalau yang cawe-cawe, yang mengganggu nah harus bohong nanti," sambung Anies.
Jokowi Sebut Presiden Boleh Kampanye
Sebelumnya, Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengatakan, tidak ada aturan yang melarang pejabat negara untuk memihak dan berkampanye mendukung salah satu pasangan calon presiden tertentu di Pemilu 2024.
Hal itu dia sampaikan saat menanggapi pernyataan Menko Polhukam Mahfud Md soal banyaknya menteri di kabinet Jokowi yang secara terang mendukung kandidat tertentu meski bukan bagian dari tim sukses.
Hal itu dia sampaikan saat menanggapi pernyataan Menko Polhukam Mahfud Md soal banyaknya menteri di kabinet Jokowi yang secara terang mendukung kandidat tertentu meski bukan bagian dari tim sukses.
"Itu hak demokrasi setiap orang, setiap menteri sama saja, presiden itu boleh loh kampanye, presiden boleh loh memihak," kata Jokowi di Halim Perdanakusuma Jakarta, Rabu (24/1/2024).
Jokowi menambahkan, jika ada menteri atau dirinya sebagai presiden akan berkampanye maka dilarang menggunakan fasilitas negara.
"Tapi yang paling penting waktu kampanye tidak boleh menggunakan fasilitas negara," wanti dia.
Jokowi menjelaskan, menteri dan presiden bukanlah sekedar pejabat publik, namun juga pejabat politik. Maka dari itu, memihak dan mendukung kandidat tertentu dibolehkan.
"Masa gini nggak boleh? gitu nggak boleh? Berpolitik nggak boleh? Boleh, menteri boleh, Itu saja. Yang mengatur itu tidak boleh menggunakan fasilitas negara," pungkas Jokowi.
Advertisement
KPU: Pernyataan Jokowi soal Presiden Boleh Berkampanye Sesuai Aturan Pemilu
Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Hasyim Asy'ari menilai tak ada yang salah dengan pernyataan Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang menyatakan bahwa presiden boleh memihak dan berkampanye dalam pemilu.
"Di Undang-Undang Pemilu sudah diatur (presiden boleh berkampanye), apa yang disampaikan Pak Presiden tersebut menyatakan, norma yang berada di Undang-Undang Pemilu," ujar Hasyim saat ditemuai di Jakarta, Kamis (25/1/2024).
Hasyim menerangkan, dalan Undang-Undang Pemilu, sudah mengatur jenis-jenis pejabat negara yang boleh dan tidak boleh untuk ikut berkampanye.
"Bukan dibenarkan, tapi apa yang disampaikan Pak Presiden itu adalah ketentuan pasal-pasal di Undang-Undang Pemilu, itu undang-undang mengatakan itu," jelas Hasyim.
Berdasarkan Undang-Undang (UU) Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu, terdapat sejumlah daftar pejabat negara yang secara jelas dilarang ikut berkontestasi. Dalam daftar tersebut, presiden, menteri dan kepala daerah tidak termasuk. Hal itu termuat dalam sejumlah pasal Pasal 280 ayat (2) dan (3).
Pasal 280 ayat (2) UU Pemilu berbunyi:
Pelaksana dan/atau tim kampanye dalam kegiatan kampanye pemilu dilarang mengikutsertakan:
a. Ketua, wakil ketua, dan anggota Badan Pemeriksa Keuangan;
b. Gubernur, deputi gubernur senior, dan deputi gubernur Bank Indonesia;
c. Direksi, komisaris, dewan pengawas dan karyawan badan usaha milik negara/badan usaha milik daerah;
d. Pejabat negara bukan anggota partai politik yang menjabat sebagai pimpinan di lembaga nonstruktural;
e. Aparatur sipil negara;
f. Anggota Tentara Nasional Indonesia dan Kepolisian Negara Republik Indonesia;
g. Kepala desa; Perangkat desa;
h. Anggota badan permusyawaratan desa; dan
i. Warga Negara Indonesia yang tidak memiliki hak memilih.
j. anggota badan permusyawaratan desa;
k. Warga Negara Indonesia yang tidak memiliki hak memilih
Kemudian Pasal 280 ayat (3) UU Pemilu berbunyi:
Setiap orang sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilarang ikut sebagai pelaksana dan tim Kampanye pemilu.
Aturan Presiden dan Menteri soal Kampanye
Lalu bagaimana aturan terhadap presiden dan menteri untuk ikut berkampanye?
Undang-Undang (UU) Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu di bagian kedelapan memuat soal beleid Kampanye Pemilu oleh Presiden dan Wakil Presiden dan Pejabat Negara Lainnya. Hal itu tertuang di Pasal 299 yang berbunyi:
Presiden dan wakil Presiden mempunyai hak melaksanakan Kampanye.Pejabat negara lainnya yang berstatus sebagai anggota partai Politik mempunyai hak melaksanakan Kampanye.Pejabat negara lainnya yang bukan berstatus sebagai, anggota Partai Politik dapat melaksanakan kampanye, apabila yang bersangkutan sebagai:
a. calon presiden dan calon wakil presiden
b. anggota tim kampanye yang sudah didaftarkan ke KPU; atau
c. pelaksana kampanye yang sudah didaftarkan ke KPU.
Walau diperbolehkan, namun mereka yang termasuk dalam Pasal 299 memiliki ketentuan khusus di Pasal 300 yang berbunyi:
"Selama melaksanakan kampanye, presiden dan wakil presiden, pejabat negara, dan pejabat daerah wajib memperhatikan keberlangsungan tugas penyelenggaraan negara dan penyelenggaraan pemerintahan daerah,"
Kemudian terhadap menteri yang ikut berkampanye, juga memiliki aturan yang harus ditaati dalam Pasal 302. Berikut bunyinya:
Menteri sebagai anggota tim kampanye dan/atau pelaksana kampanye sebagaimana dimaksud dalam pasal 299 ayat (3) huruf b dan huruf c dapat diberikan cuti.Cuti bagi menteri yang melaksanakan kampanye dapat diberikan 1 (sahi) hari kerja dalam setiap minggu selama masa kampanye.Hari libur adalah hari bebas untuk melakukan Kampanye di luar ketentuan cuti sebagaimana dimaksud pada ayat (2).
Terakhir, bagi mereka pejabat negara yang dibolehkan berkampanye, terdapat aturan yang menjadi pembatasan agar tidak menyalahgunakan kewenangan. Hal itu tertuang dalam Pasal 304. Berikut isinya:
Dalam melaksanakan Kampanye, presiden dan wakil presiden, pejabat negara, pejabat daerah dilarang menggunakan fasilitas negara. Fasilitas negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa:
a. sarana mobilitas, seperti kendaraan dinas meliputi . kendaraan dinas pejabat negara dan kendaraan dinas pegawai, serta alat transportasi dinas lainnya;
b. gedung kantor, rumah dinas, rumah jabatan milik Pemerintah, milik pemerintah provinsi, milik pemerintah kabupaten/kota, kecuali daerah terpencil yang pelaksanaannya harus dilakukan dengan memperhatikan, prinsip keadilan;
c. sarana perkantoran, radio daerah dan sandi/telekomunikasi milik pemerintah provinsi/kabupaten/kota, dan peralatan lainnya; dan
d. fasilitas lainnya yang dibiayai oleh ApBN atau anggaran pendapatan dan belanja daerah.
3. Gedung atau fasilitas negara sebagaimana dimaksud pada ayat (2) yang disewakan kepada umum dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
Reporter: Nur Habibie
Sumber: Merdeka.com
Advertisement