Liputan6.com, Jakarta - Kisah mengharukan datang dari Markas Majelis Ta'lim Sabilu Taubah (ST) Pusat Blitar, tempat Gus Iqdam mengelar rutinan setiap Senin dan Kamis malam.
Seorang pria asal Salatiga bernama Ridho ini sengaja datang ke markas ST Pusat di Blitar ini demi ngalap berkah untuk memperbaiki hatinya. Kerinduan yang ia kumpulkan selama ini cukup banyak, dan ditumpahkan olehnya di tempat yang dihadiri ribuan jemaah tersebut.
Jarak yang ditempuh tak sebentar, sekitar 4 jam lebih mengedarai sepeda motor. Dia rela boncengan berdua dengan sahabatnya. Jika ditarik jarak antara Salatiga Blitar kurang lebih 275 kilometer. Ia tempuh guna ngalap berkah ke Gus Iqdam.
Meski bercambang lebat, ia bukanlah Ridho Rhoma putra Raja Dangdut Rhoma Irama, ia pun tak lepas dari godaan Gus Iqdam, sampai ia menepisnya, jika dirinya bukan Ridho Roma.
"Sanes gus, sanes Ridho Rhoma, kulo Bahana Ridho Salatiga asli Gus," ujar Ridho dalam sesi dialog, yang diunggah akun TikTok Jabbar Arrumbany.
Setelah perkenalan, pria ini menyebut maksud dan tujuannya datang ke tempoat tersebut.
Baca Juga
Advertisement
Simak Video Pilihan Ini:
Biasa Servis HP, Ia Ingin Servis Hati di Sabilu Taubah
Ia mengaku selama ini hanya mendengarkan ceramah Gus Iqdam seperti orang lainya, melalui laman media sosial yang ia miliki. Ada cita-cita yang ia himpun agar bisa bertemu gus yang selalu ada di setiap bukaan HP nya.
Yang pertama ia ingin ngalap berkah ke gusnya para garangan tersebut. Ia yang selama ini berprofesi sebeagai tukang servis handphone, sekarang ia ingin perbaiki hatinya dengan datang ke markas ST.
"Biasanya servis HP Gus, sekarang mau servis hati ke Sabilu Taubah," ujar Ridho.
Selain keinginan tersebut ternyata ada keinginan mulia yaitu meminta doa kepada suami Ning Nila ini, yaitu ingin mendapatkan doa dari Gus Iqdam untuk ibunda tercintanya yang hendak melakukan tindakan medis.
Ibunda tercintanya saat ia kisahakan hendak menjalani tindakan medis berupa operasi, yaitu operasi tumor.
Oleh Gus Iqdam, malam itu ibunnya didoakan agar dipermudah segala urusannya serta sehat seperti sediakala.
Advertisement
Kisah Ngalap Berkah Para Nabi
Mengutip Nu Online, persoalan ngalap berkah ini sudah terjadi sejak zaman kenabian. Kata Barakat (Keberkahan) dalam Al-Qur'an
قِيلَ يَٰنُوحُ ٱهْبِطْ بِسَلَٰمٍ مِّنَّا وَبَرَكَٰتٍ عَلَيْكَ وَعَلَىٰٓ أُمَمٍ مِّمَّن مَّعَكَۚ وَأُمَمٌ سَنُمَتِّعُهُمْ ثُمَّ يَمَسُّهُم مِّنَّا عَذَابٌ أَلِيمٌ
Difirmankan, “Wahai Nuh! Turunlah dengan selamat sejahtera dan penuh keberkahan dari Kami, bagimu dan bagi semua umat (mukmin) yang bersamamu. Dan ada umat-umat yang Kami beri kesenangan (dalam kehidupan dunia), kemudian mereka akan ditimpa azab Kami yang pedih.” (QS. Hud: 48)
Ayah Nabi Yusuf yaitu Nabi Ya'qub Ngalap Berkah dengan Baju Nabi Yusuf
ٱذْهَبُوا۟ بِقَمِيصِى هَٰذَا فَأَلْقُوهُ عَلَىٰ وَجْهِ أَبِى يَأْتِ بَصِيرًا وَأْتُونِى بِأَهْلِكُمْ أَجْمَعِينَ
Pergilah kamu dengan membawa bajuku ini, lalu usapkan ke wajah ayahku, nanti dia akan melihat kembali; dan bawalah seluruh keluargamu kepadaku.” (QS. Yusuf: 93)
Rasulullah Ngalap Berkah dari Tempat Wudhu Umat Islam
عَنِ ابْنِ عُمَرَ ، قَالَ : قُلْتُ : يَا رَسُولَ اللَّهِ ، الْوُضُوءُ مِنْ جَرٍّ جَدِيدٍ مُخَمَّرٍ أَحَبُّ إِلَيْكَ أَمْ مِنَ الْمَطَاهِرِ ؟ فَقَالَ : ” لا ، بَلْ مِنَ الْمَطَاهِرِ ، إِنَّ دِينَ اللَّهِ الْحَنِيفِيَّةُ السَّمْحَةُ ” ، قَالَ: وَكَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَبْعَثُ إِلَى الْمَطَاهِرِ ، فَيُؤْتَى بِالْمَاءِ ، فَيَشْرَبُهُ ، يَرْجُو بَرَكَةَ أَيْدِي الْمُسْلِمِينَ
“Diriwayatkan dari Ibn Umar, ia bertanya kepada Nabi: “Ya Rasulullah, apakah berwudhu dari wadah baru yang tertutup atau dari tempat-tempat wudhu yang lebih engkau senangi?” Rasulullah menjawab: “Tidak. Tapi dari tempat-tempat berwudhu”. Agama Allah adalah agama yang lurus dan mudah. Ibn Umar berkata: “Kemudian Rasulullah menuju tempat-tempat berwudhu dan beliau diberi air, kemudian meminumnya. Beliau mengharap berkah dan tangan-tangan umat Islam.” (HR. at Thabarani).
Sahabat Ngalap Berkah dari Gelas yang Pernah dipakai Rasulullah
عن أبي بردة قال قدمت المدينة فلقيني عبد الله بن سلام فقال لي انطلق إلى المنزل فأسقيك في قدح شرب فيه رسول الله صلى الله عليه وسلم وتصلي في مسجد صلى فيه النبي صلى الله عليه وسلم فانطلقت معه فسقاني سويقا وأطعمني تمرا وصليت في مسجده
“Dari Abu Burdah, ia berkata bahwa ia mendatangi Kota Madinah. Abdullah bin Salam menemuinya. ‘Ikutlah mampir ke rumahku. Aku akan memberimu minum di gelas yang pernah dipakai oleh Rasulullah SAW. Kau pun bisa shalat di tempat sujud yang pernah dipakai Rasulullah SAW,’ kata Abdullah. ‘Aku berjalan bersama Abdullah. Ia memberiku minum beberapa teguk air dan memberiku butir kurma. Aku pun shalat di tempat shalatnya,’ kata Abu Burdah,” (HR Bukhari)
Sahabat Mencium Tangan Nabi
قَالَ اِبْنُ بَطَّالٍ : الْأَخْذُ بِالْيَدِ هُوَ مُبَالَغَةُ الْمُصَافَحَةِ وَذَلِكَ مُسْتَحَبٌّ عِنْدَ الْعُلَمَاءِ، وَإِنَّمَا اِخْتَلَفُوْا فِي تَقْبِيْلِ الْيَدِ فَأَنْكَرَهُ مَالِكٌ وَأَنْكَرَ مَا رُوِيَ فِيهِ، وَأَجَازَهُ آخَرُوْنَ وَاحْتَجُّوْا بِمَا رُوِيَ عَنْ عُمَرَ أَنَّهُمْ لَمَّا رَجَعُوا مِنْ الْغَزْوِ حَيْثُ فَرُّوْا قَالُوْا نَحْنُ الْفَرَّارُونَ فَقَالَ: بَلْ أَنْتُمْ الْعَكَّارُوْنَ أَنَا فِئَةُ الْمُؤْمِنِيْنَ، قَالَ فَقَبَّلْنَا يَدَهُ قَالَ وَقَبَّلَ أَبُو لُبَابَةَ وَكَعْبُ بْنُ مَالِكٍ وَصَاحِبَاهُ يَدَ النَّبِيِّ صلى الله تعالى عليه حِيْنَ تَابَ اللهُ عَلَيْهِمْ ذَكَرَهُ الْأَبْهَرِيّ، وَقَبَّلَ أَبُو عُبَيْدَةَ يَدَ عُمَرَ حِيْنَ قَدِمَ وَقَبَّلَ زَيْدُ بْنُ ثَابِتٍ يَدَ ابْنِ عَبَّاسٍ حِيْنَ أَخَذَ اِبْنُ عَبَّاسٍ بِرِكَابِهِ، قَالَ الْأَبْهَرِيّ: وَإِنَّمَا كَرِهَهَا مَالِكٌ إِذَا كَانَتْ عَلَى وَجْهِ التَّكَبُّرِ وَالتَّعَظُّمِ، وَأَمَّا إِذَا كَانَتْ عَلَى وَجْهِ الْقُرْبَةِ إِلَى اللهِ لِدِيْنِهِ أَوْ لِعِلْمِهِ أَوْ لِشَرَفِهِ فَإِنَّ ذَلِكَ جَائِزٌ (فتح الباري لابن حجر - ج 18 / ص 1)
”Ibnu Baththal berkata: Memegang tangan adalah berjabatan tangan dengan erat. Hal ini adalah sunah menurut para ulama. Mereka berbeda pendapat dalam hal mencium tangan, Imam Malik mengingkari hal ini dan riwayat tentang mencium tangan. Ulama yang lain memperbolehkan dengan hujjah yang diriwayatkan dari Umar ketika umat Islam kabur dari perang mereka berkata: ’kami telah kabur’. Umar menjawab: ’bukan kabur, tapi kembali ke kelompok. Saya adalah golongan orang beriman’.
Kemudian kami mencium tangan Umar. Abu Lubabah, Ka’b bin Malik dan kedua temannya mencium tangan Nabi ketika taubat mereka diterima (HR al-Baihaqi dalam Dalail an-Nubuwwah). Abu Ubaidah mencium tangan Umar ketika datang (Diriwayatkan oleh Sufyan dalam al-Jami’). Zaid bin Tsabit mencium tangan Ibnu Abbas ketika mengambilkan kendaraannya (Diriwayatkan oleh Thabari dan Ibnu al-Muqri). al-Abhari berkata: Imam Malik menghukumi makruh jika salaman tersebut bertujuan sombong. Jika bersalaman ditujukan untuk mendekatkan diri kepada Allah karena agamanya, ilmunya atau kemuliaannya, maka hal itu boleh” (Fath al-Bari 18/1). Wallahu A'lam.
Penulis: Nugroho Purbo/Madrasah Diniyah Miftahul Huda 1 Cingebul