Liputan6.com, Jakarta - Dewi Fortuna seakan menjauhi Manchester United pada musim ini. Dalam kepercayaan diri tinggi menyusul kampanye menjanjikan di 2022/2023, euforia Setan Merah lenyap tak berbekas menyusul serangkaian hasil buruk.
Badai cedera yang bergantian menerpa pemain kunci, penurunan performa pilar, serta kegagalan muka anyar memenuhi ekspektasi membuat MU dalam posisi sulit di paruh kompetisi. Jangankan terlibat persaingan juara, mereka sudah kewalahan memburu tiket Liga Champions.
Advertisement
Bicara kompetisi paling elite antarklub Eropa tersebut, kinerja anak asuh Erik ten Hag juga memalukan. Mereka terdampar di dasar klasemen sehingga gagal mencapai babak gugur, dan juga tidak mendapat hadiah hiburan berupa tiket ke Liga Europa.
Manchester United juga gagal mempertahankan gelar Piala Liga Inggris alias Carabao Cup, titel yang mereka rebut musim lalu untuk mengakhiri paceklik gelar selama enam tahun.
Rentetan hasil mengecewakan tersebut membuat kursi Ten Hag mulai panas. Kemampuannya dalam mengatasi tekanan serta mengatur strategi mulai dipertanyakan. Desakan pemecatan pun mulai terdengar.
Tidak membantu Ten Hag serangkaian isu di luar lapangan. Mulai situasi sejumlah pemain yakni Mason Greenwood, Jadon Sancho, hingga Antony. Tidak lupa ketidakpastian kedatangan investor baru yang bakal mengubah komposisi kepemilikan klub.
Meski mengejutkan, nestapa Manchester United ini sebenarnya bisa diprediksi. Patut diingat Setan Merah sudah pernah merasakan pengalaman dalam sejarah panjangnya. Termasuk saat Ron Atkinson berkuasa.
Awal Menjanjikan Ron Atkinson di Manchester United
Atkinson dipercaya manajemen MU untuk mengembalikan kejayaan setelah satu dekade lebih terpuruk menyusul pensiunnya Sir Matt Busby. Dia mencuri perhatian usai membawa West Bromwich Albion menorehkan sejumlah prestasi.
Di antaranya membawa klub menduduki peringkat tiga liga serta masuk perempat final Piala UEFA musim 1978/1979. Atkinson meraih beberapa kemenangan bersejarah, termasuk mempermalukan MU 5-3 di Old Trafford pada Desember 1978.
Atkinson menggantikan Dave Sexton di MU pada 1981. Bersamanya MU tampil menjanjikan. Usai mengangkat tim ke urutan tiga pada kampanye debut, setelah sebelumnya posisi delapan, Atkinson mempersembahkan titel Piala FA semusim berselang.
Dia kembali menjuarai Piala FA 1984/1985 dan membantu MU bersaing di papan atas, plus mencapai fase-fase akhir kompetisi Eropa.
Namun, peruntungan mulai berubah pada 1986. Setan Merah dirudung sial, termasuk gagal memasukkan tiga penalti hanya dalam kurun lima hari.
Advertisement
Bryan Robson, Jesper Olsen, dan Gordon Strachan
Yang membuat tragis, seluruhnya terjadi di Old Trafford dan diambil pemain berbeda. Berawal pada laga Piala Liga Inggris kontra Port Vale pada 24 September.
Brian Robson yang jadi algojo gagal menunaikan tugas. Beruntung kesalahannya tidak berakibat fatal. Setan Merah berjaya 2-0.
MU melanjutkan kampanye melawan Chelsea di Liga Inggris pada 28 September. Kali ini giliran Jesper Olsen dan kemudian Gordon Strachan yang mendapat kesempatan mencatatkan nama di papan skor melalui tendangan 12 pas bagi Setan Merah.
Namun, eksekusi keduanya dimentahkan kiper Tony Godden. MU akhirnya takluk 0-1 akibat gol Kerry Dixon.
Kekalahan dari Chelsea merupakahn hasil minor keenam dalam delapan pertandingan di liga. Performa mereka tidak kunjung membaik dan terdampar di empat posisi terbawah klasemen. Manajemen akhirnya kehilangan kesabaran dan menggantikan Atikinson dengan sosok asal Skotlandia bernama Alex Ferguson.