Liputan6.com, Jakarta - Harga bitcoin (BTC) belakangan ini mengalami fluktuasi yang membuat para investor merasa campur aduk. Nilai Bitcoin telah turun selama dua minggu terakhir karena beberapa investor menjualnya setelah peluncuran ETF Bitcoin awal bulan ini.
Harga Bitcoin terakhir kali mencapai USD 38.900 atau setara Rp 615,4 juta (asumsi kurs Rp 15.822 per dolar AS), turun 20,6% dari level tertinggi sekitar USD 49.000 atau setara Rp 775,2 juta yang terjadi pada 11 Januari setelah SEC menyetujui ETF Bitcoin Spot.
Advertisement
Kerugian ini telah menghapus sebagian dari kenaikan besar yang terjadi akhir tahun lalu, saat banyak yang berharap peluncuran ETF akan menarik lebih banyak investor ke Bitcoin.
Trader Tokocrypto, Fyqieh Fachrur, menganggap harga Bitcoin saat ini sangat penting di USD 40.000 atau setara Rp 632,8 juta, dan banyak yang khawatir pasar bearish akan berlanjut hingga halving pada April.
"Penjualan besar-besaran oleh FTX melalui Grayscale dan kondisi pasar kripto yang belum positif telah mempengaruhi harga Bitcoin. Terdapat juga rumor FTX sedang menjual GBTC senilai USD 900 juta, yang mungkin menjadi penyebab penurunan harga," jelasnya, dalam siaran pers, dikutip Sabtu (27/1/2024).
Fyqieh melanjutkan pada akhir bulan ini, Bitcoin akan menghadapi volatilitas kondisi makroekonomi karena data ekonomi Amerika akan dipublikasikan. Data ini mencakup PDB kuartalan dan data inflasi Personal consumption expenditures (PCE). Jika kedua data ini positif, dolar AS mungkin akan menguat secara sementara, mempengaruhi pergerakan Bitcoin.
Ketidakpastian terkait data ekonomi ini juga membuat sulit untuk memprediksi pemulihan harga Bitcoin dalam waktu dekat. Ada kemungkinan harga Bitcoin akan tetap berada di sekitar USD 40.000 hingga Februari 2024.
"Sehingga untuk saat ini belum ada kepastian terkait pemulihan karena masih banyaknya ketidakpastian di pasar. Kemungkinan besar tujuan saat ini berada pada USD 36.000 jika kondisi pasar masih terus memburuk menjelang Februari nanti," analisis Fyqieh.
Arah Gerak Harga Bitcoin
Fyqieh menuturkan arah pergerakan harga Bitcoin sangat bergantung pada penutupan grafik mingguan yang sedang berlangsung.
Grafik tersebut telah menunjukkan harga Bitcoin telah menembus batas bawah konsolidasinya yang kuat di sekitar USD 40.000, menunjukkan kemungkinan volatilitas lebih lanjut di bawah angka tersebut, bahkan berpotensi turun hingga ke USD 36.000 atau setara Rp 569,5 juta.
Kejelasan mengenai tren harga ini diperkirakan akan muncul minggu depan, terutama setelah pengumuman kebijakan suku bunga dari The Fed di akhir Januari.
Jika terdapat berita positif dan harga BTC berhasil kembali di atas USD 40.000, maka ada peluang bagi Bitcoin untuk memulihkan posisinya dan kembali bergerak naik dalam kisaran konsolidasinya antara USD 40.000 hingga USD 44.000 atau setara Rp 696 juta.
“Para trader dan investor cenderung menunggu situasi menjadi lebih pasti karena saat ini Bitcoin berada dalam kondisi yang sangat tidak stabil dengan volume transaksi yang menurun,” pungkas Fyqieh.
Disclaimer: Setiap keputusan investasi ada di tangan pembaca. Pelajari dan analisis sebelum membeli dan menjual Kripto. Liputan6.com tidak bertanggung jawab atas keuntungan dan kerugian yang timbul dari keputusan investasi.
Advertisement
Deutsche Bank Ungkap Investor Percaya Harga Bitcoin Bakal Anjlok
Sebelumnya diberitakan, laporan terbaru Deutsche Bank Research mengungkapkan banyak investor ritel kripto percaya mata uang kripto terbesar, Bitcoin akan menuju harga lebih rendah pada akhir tahun.
Dilansir dari Yahoo Finance, Jumat (26/1/2024), survei tersebut, yang dilakukan antara 15 Januari hingga 19 Januari, menanyakan 2.000 orang di AS, Inggris, dan Zona Euro tentang pandangan mereka terhadap harga dan volatilitas Bitcoin.
Mata uang kripto terbesar di dunia ini menembus harga di bawah USD 40.000 atau setara Rp 628,6 juta (asumsi kurs Rp 15.827 per dolar AS) sejak Selasa, 23 Januari 2024.
Lebih dari sepertiga orang yang disurvei Deutsche Bank Research berpendapat Bitcoin akan turun di bawah USD 20.000 atau setara Rp 314,3 juta pada akhir Januari, menurut laporan tersebut.
Sekitar 15% orang mengatakan mereka memperkirakan harganya akan berkisar antara USD 40.000 hingga USD 75.000 atau setara Rp 1,1 miliar pada akhir tahun. Kehebohan seputar peluncuran ETF Bitcoin spot yang sangat dinanti-nantikan pada 11 Januari membuat harga Bitcoin menjadi USD 49.000 atau setara Rp 770,2 juta, tertinggi sejak Maret 2022.
Sejak saat itu aksi jual besar-besaran terjadi yang membuat harga aset turun lebih dari 20%, menjadi sekitar USD 39.000 atau setara Rp 613 juta pada Selasa.
ETF Bitcoin spot baru diharapkan memperluas pelembagaan aset digital tertua, menurut analis laporan Marion Laboure dan Cassidy Ainsworth-Grace. Namun, mayoritas aliran ETF berasal dari investor ritel, menurut laporan tersebut.
Harga Bitcoin Anjlok 20% Sejak Peluncuran ETF Bitcoin Spot
Sebelumnya diberitakan, Bitcoin telah anjlok hampir 20% sejak peluncuran ETF Bitcoin Spot pada 11 Januari karena investor menjadi lebih berhati-hati terhadap potensi dampak produk tersebut.
Bitcoin sempat melonjak menjadi USD 49.021 atau setara Rp 767,4 juta (asumsi kurs Rp 15.655 per dolar AS) pada hari pertama ETF Bitcoin Spot diluncurkan.
Dilansir dari Yahoo Finance, Selasa (23/1/2024), tetapi pada Selasa, 23 Januari 2024, harga Bitcoin turun ke level USD 39.718 atau setara Rp 621,8 juta.
Sembilan dana spot Bitcoin baru di AS mulai diperdagangkan pada 11 Januari, iShares Bitcoin Trust milik BlackRock dan Fidelity Wise Origin Bitcoin Fund mengumpulkan sebagian besar arus masuk, sementara USD 2,8 miliar atau setara Rp 43,8 triliun keluar dari dana Grayscale.
Salah satu penyebab keluarnya dana dari Grayscale adalah properti pertukaran kripto FTX yang bangkrut, melepaskan sebagian besar sahamnya di Grayscale. Namun Pelepasan oleh FTX berpotensi menghilangkan kelebihan pasokan, menunjukkan tekanan jual yang kuat dari GBTC akan segera mereda.
Selain itu, selama dua minggu terakhir, Bitcoin telah ditantang oleh kondisi makro yang lebih ketat dibuktikan dengan kenaikan suku bunga dan penguatan dolar dan tekanan jual yang signifikan dari para pedagang yang melepaskan posisi arbitrase GBTC mereka bersama dengan aset kebangkrutan FTX.
Bitcoin melonjak hampir 160% tahun lalu, mengungguli aset tradisional seperti saham, di tengah spekulasi ETF akan mengkatalisasi adopsi kripto yang lebih luas oleh investor institusi dan individu. Token tersebut telah mengalami kemunduran sejak pergantian tahun dan tertinggal di pasar global.
Token seperti Ether dan BNB juga mengalami kesulitan bersama dengan Bitcoin, aset digital terbesar.
Advertisement