Liputan6.com, Palangka Raya - Perusahaan perkebunan kelapa sawit yang beroperasi di Desa Pujon, Kecamatan Kapuas Tengah, Kabupaten Kapuas, Kalimantan Tengah dipolisikan atas dugaan perusakan situs budaya. Selain itu, perusahaan tersebut juga dilaporkan dengan dugaan penyerobotan lahan dan penadahan.
Lebih dari sepuluh orang yang berasal dari Desa Pujon, dengan didampingi Ketua Kalteng Watch Satgas Anti Mafia Tanah Men Gumpul, menyambangi Polda Kalimantan Tengah. Mereka mengantarkan laporan tertulis beserta sejumlah bukti ke polisi, Senin (29/1/2024) pagi.
“Hari saya bersama warga Desa Pujon yang mana tanah mereka itu diklaim atau diserobot oleh perusahaan besar sawit, PT Bina Sarana Sawit Utama, melapor secara tertulis,” terang Men Gumpul di Palangka Raya, Senin (29/1/2023).
Men Gumpul menjelaskan bahwa, tanah dengan luas 113,5 hektare yang berada di Sei (Sungai) Benuas, Sei Galang Batang dan Sei Dahiyan di Desa Marapit, digarap Ajak Jaya, istri dan enam orang anaknya, sejak 1945. Di lokasi tersebut, mereka mendirikan keramat (tempat sesajen untuk alam dalam kebudayaan Dayak) Amai Suling.
“Mendirikan keramat berdasarkan budaya suku Dayak harus melalui ritual Balian Ngaruya (ritual oleh basir) dan lokasinya harus sesuai petunjuk dalam ritual. Karena lahan itu merupakan lokasi kebun, maka ada terdapat Pukung Pahewan yang sebenarnya tidak boleh diganggu,” terang Men Gumpul.
Pukung Pahewan adalah sebuah kawasan yang dimiliki secara komunal oleh masyarakat Dayak yang keberadaannya dilindungi dan dimanfaatkan dengan berdasarkan aturan hukum adat yang berlaku dan menjadi tradisi yang turun temurun dari generasi ke generasi. Secara mitologi dianggap kawasan terlarang, tempat penguasa yang menjaga alam setempat.
Lalu dalam hamparan yang telah digarap PT BSSU ujar Men Gumpul, ada juga Kaleka. Kaleka merupakan bekas ladang yang kemudian ditanami buah-buahan seperti cempedak, buah asem dan lain-lain dan dimanfaatkan untuk mendapatkan bahan makanan.
“Tetapi semua sekarang sudah habis dihancurkan perusahaan. Yang tersisa hanya Keramat Amai Suling,” tambah Men Gumpul.
Ahli waris Ajak Jaya, Sudarwana Sakri menjelaskan, mereka sudah tujuh kali bertemu perwakilan PT BSSU bernama Linus Soemanji. Tapi tidak ada jalan keluar terkait persoalan lahan tersebut.
“Perusahaan terus beralasan sudah membeli tanah, tetapi tidak tahu dari siapa dan jelas yang menjual tidak mempunyai hak,” kata Sudarwana.
Atas dasar itu, PT BSSU kemudian dilaporkan ke polisi dengan tembusan sejumlah lembaga di tingkat pusat. Adapun laporan dengan dugaan 385 KUHP tentang Penyerobotan, 406, 412 ayat 1 KUHP tentang merusak tata ruang tanah dan tanam tumbuh serta Pasal 480 KUHP membeli barang hasil kejahatan.
Baca Juga
Advertisement