Industri Nikel Diramal Tak Akan Seret, Pemerintah Tak Perlu Pusing

Mantan Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi meyakini nikel selaku kekayaan alam Indonesia bakal tetap dibutuhkan dunia

oleh Maulandy Rizky Bayu Kencana diperbarui 29 Jan 2024, 20:45 WIB
Mantan Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi meyakini nikel selaku kekayaan alam Indonesia bakal tetap dibutuhkan dunia (Paultan)

Liputan6.com, Jakarta Mantan Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi meyakini nikel selaku kekayaan alam Indonesia bakal tetap dibutuhkan dunia, termasuk untuk industri baterai kendaraan listrik. Meskipun lithium ferrophosphate (LFP) saat ini disinyalir bakal menyalip nikel sebagai bahan baku utama baterai EV.

Bahkan, mantan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) 2005-2009 ini menilai pemerintah tidak perlu terlalu mengatur nikel sebagai bahan baku wajib produksi baterai kendaraan listrik. Seperti dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 79 Tahun 2023, yang tidak mewajibkan pemakaian nikel untuk ekosistem industri kendaraan listrik di Tanah Air.

"Enggak perlu. Jadi kalau dipaksa, orang enggak mau. Biar aja. Nikel ini barang pusaka, dibutuhkan buat macam-macam. Udah enggak perlu (terlalu diatur), enggak apa-apa. Hukum alam aja berjalan, jadi jangan takut, biar aja," ujar Lutfi selepas acara bersama Relawan Pengusaha Muda Nasional (Repnas) di Jakarta, Senin (29/1/2024).

Masih Banyak Pengguna

Pasalnya, Lutfi menyebut perlombaan antara nikel dan LFP bagi industri kendaraan listrik belum mencapai garis finish. Sebagai perbandingan, ia menyebut pemakaian baterai EV berbasis nickel manganese cobalt oxide (NMC) masih dominan di Amerika Serikat.

"Jadi kalau kita lihat, CATL itu salah satu perusahaan baterai dan mobil listrik terbesar dunia. Mereka baru invest, hampir USD 10 miliar di Indonesia. Jadi teknologi ini akan tetap terus bersaing," kata Lutfi.

 


Baru Kelihatan 10 Tahun Lagi

Harita Nickel di Pulau Obi sudah menggelontorkan investasi lebih dari USD 1 miliar untuk membangun industri hilirisasi nikel (dok: Ilyas)

"China masih berinvestasi untuk dua-duanya. Mungkin 10 tahun dari sekarang baru kelihatan siapa (yang akan menang), tapi baterai sekarang masih didominasi oleh nikel. Dan kita masih bertahan bahwa nikel masih menguasai, karena gadget semuanya masih tetap nikel," urainya.

Lutfi pun tidak mempermasalahkan pasar mobil listrik di Indonesia, yang berasal dari China dan masih dikuasai baterai berbasis LFP. Menurutnya, itu belum jadi patokan kekalahan nikel atas LFP.

"Memang LFP itu sudah dipakai oleh baterai-baterai baru. Tapi bukan berarti nikel ini kalah, nikel ini masih lebih superior banyak dari LFP. Karena dia ini lebih diterima. Di Amerika charger-charger masih pakai NMC," pungkas Lutfi.

 

 

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya