Liputan6.com, Jakarta - Seorang bocah viral di media sosial karena kepintarannya. Di usianya yang masih sangat muda, seorang bocah asal Trenggalek Jawa Timur, membuktikan bahwa, semua orang bisa mencapai apapun itu.
Bocah yang diketahui bernama Muhammad DeLiang Al Farabi atau DeLiang ini kerap dijuluki bocah ajaib. Sebutan itu tak lepas dari sebuah video yang viral baru-baru ini memperlihatkan seorang anak laki-laki tengah serius dan asyik bermain laptop.
Advertisement
Dalam unggahan video yang dibagikan ulang akun Instagram @mood.jakarta, bocah 11 tahun itu nampak serius berbicara dengan rekan yang ada di layar latopnya tersebut. DeLiang ternyata sedang mengisi seminar literasi melalui Zoom meeting untuk salah satu sekolah SD-SMP yang ada di Polandia setelah kembali sekolah dari Inggris Raya dua tahun lalu.
Video tersebut juga mengungkapkan bahwa DeLiang juga berkesempatan membagi pengalamannya menulis puluhan buku di usia yang masih sangat muda. Diketahui dari berbagai sumber, DeLiang ternyata punya hobi membaca. Dalam setahun ia bisa membaca ratusan buku.
Kegemaran membaca membuat DeLiang punya kemampuan menulis yang bagus. Ia sudah berhasil menerbitkan 40 buku karya pribadinya. Salah satu bukunya diterbitkan oleh penerbit London.
Dalam unggahan itu juga ditunjukkan DeLiang memperlihatkan momen, berbahasa Inggris dengan fasih karena menempuh pendidikan dasar hingga menengah pertama di Inggris. Ia juga sering mengisi seminar nasional maupun internasional. Pesertanya pun beragam, mulai anak SD hingga orang dewasa.
Ia membagikan pengalamannya menulis puluhan buku di usia yang masih sangat muda. Padahal DeLiang tidak pernah mengikuti kelas pelatihan menulis secara khusus. Itu semua murni karena bakat dan ketertarikan DeLiang sendiri.
Dikutip dari merdeka.com, DeLiang lahir di Taipei, Taiwan pada 18 Juni 2012. Putra sulung pasangan Ario Muhammad dan Ratih Nur Esti Anggraini ini lahir saat ibunya tengah menempuh studi magister di Taiwan.
Pendidikan Literasi Sedini Mungkin
DeLiang merupakan anak sulung dari tiga bersaudara. Ayah dan ibunya bukan orang sembarangan. Pasutri itu meraih gelar MSc dan PhD bersama-sama. Kini, selain DeLiang, adik perempuannya juga merupakan penulis cilik.
Orangtua DeLiang menerapkan pendidikan literasi kepada ketiga buah hatinya sedini mungkin. Pasutri asal Trenggalek, itu membacakan buku sejak ketiga anaknya masih bayi. Bahkan, mereka sering mengajak diskusi anak-anaknya.
Menurut Ario Muhammad, pendidikan literasi berdampak baik pada anak yakni membuat anak punya daya fokus tinggi, cepat dalam belajar, serta bisa berpikir kritis. Unggahan mengenai profil dan prestasi DeLiang itu angsung menuai banyak kekaguman warganet. Tak sedikit yang dibuat takjub dengan kemampuan DeLiang.
"Dek aku ibu anak 1, dan baru sekarang ada kesempatan buat kuliah lagi setelah 10 tahun lulus SLTA, mau jadi dosenku dek," komentar seorang warganet.
"Hebat yaa, gua umur 11 tahun masih malingin tebu d kebon nya mang solihin," kata warganet yang lain.
"Orang tuanya berhasil mendidik anaknya," tulis lainnya.
"Dia dari bayi di luar negeri hidupnya karena gue ngikuti akun ig bapanyaa motivasi bgt dan deliang pinter bgt emang," tulis warganet lainnya.
"Sementara byk Anak jaman now main game, ntn youtube , tiktok, ... Moga bs banyak anak kyk dia di indonesia," timpal warganet lainnya.
Advertisement
Menghubungkan Buku dengan Teknologi
Tak hanya cerdas, seseorang juga dituntut bijak saat bermedia sosial di era digital seperti sekarang ini. Apalagi kemajuan teknologi membuat banyak orang terlena sehingga peranan buku semakin dilupakan. Hal inilah yang diangkat dalam diskusi bertajuk 'Anak Indonesia Cerdas Literasi dan Bermedia Sosial', yang digelar Kamis, 3 Agustus 2023.
Kepala Pusat Jasa Informasi Perpustakaan dan Pengelolaan Naskah Nusantara Agus Sutoyo, dalam diskusi mengatakan, keberadaan buku sangat penting dalam tumbuh kembang generasi bangsa. Anak-anak mulai melupakan bacaan yang menarik, karena asyik dengan gawainya.
Padahal, kampanye literasi sudah dahulu digaungkan Perpusnas RI. Bagaimana peran orangtua menyikapi perkembangan teknologi yang begitu pesat. Pada 2003 silam sudah mulai melalui duta baca nasional saat itu, Tantowi Yahya. Dengan tagline “Ibuku Perpustakaan Pertamaku”. Artinya orang tua punya peran penting di rumah, sebelum sosialisasi keluar rumah.
"Ibu atau ayah mendampingi anak-anak mereka untuk kenalkan literasi. Penelitian membuktikan usia 0-5 tahun pada anak, perkembangannya dikontrol melalui buku bacaan," terang Agus, dilansir dari kanal Regional Liputan6.com, 3 Agustus 2023.
Saat ini, sambungnya, kampanye literasi masih terus berlangsung. Dengan duta baca nasional yang berganti-ganti. Perannya tetap sama, mengajak untuk dekat dengan buku. Namun di era kini, menggabungkan dengan teknologi.
Bermain Sambil Membaca di Perpusnas
"Kami sudah ada. Di gedung baru Perpusnas yang 24 lantai, sudah diterapkan teknologi. Bagaimana agar bisa memberikan kontribusi besar bagi masyarakat. Kami ambil peran itu," katanya.
"Kami harus menyenangkan anak-anak saat main di perpustakaan. Di sinilah peran dari pustakawan Perpusnas membantu bagaimana bisa bermain sambil membaca. Karena dunia anak tak bisa lepas dari bermain," sambungnya.
Agus mengungkapkan, Layanan Khusus Anak dibuat lebih menyenangkan. Ada mainan dan sebagainya. Kesenangan yang awalnya didapatkan melalui gawai, bisa dialihkan ke perpustakaan.
"Kami tidak meninggalkan teknologi, tapi justru mulai memanfaatkannya. Yakni membuat aplikasi I-Pusnas. Jadi masyarakat kalau mau baca buku, tak harus datang ke Perpusnas. Cukup buka aplikasi melalui telepon genggam. Untuk sekolah ada aplikasi Pusnas Edu, sehingga memudahkan perpustakaan di sekolah mencari buku untuk kebutuhan belajar mengajar," kata Agus.
Agar anak-anak menyukai literasi, peran orangtua sangat dibutuhkan. Misalnya, mematikan televisi mulai dari pukul 18.00-19.00 WIB untuk memberi waktu membaca.
Advertisement