Liputan6.com, Jakarta - Departemen Kehakiman Amerika Serikat (DOJ) pada Senin, 29 Januari 2024 mengumumkan tuntutan pidana terhadap dua orang dan pengakuan bersalah orang ketiga karena mengatur skema penipuan cryptocurrency Ponzi senilai USD 1,9 miliar atau setara Rp 30 triliun (asumsi kurs Rp 15.827 per dolar AS) yang dikenal sebagai HyperFund.
Komisi Sekuritas dan Bursa AS (SEC), dalam gugatan perdata terkait, mendakwa dua orang tersebut atas keterlibatan mereka dalam dugaan skema piramida kripto, yang runtuh pada 2022.
Advertisement
"Tiga terdakwa yang didakwa oleh DOJ secara keliru mengklaim investor di HyperFund akan menerima pengembalian besar yang dibayarkan dari operasi penambangan cryptocurrency, yang sebenarnya tidak ada,” kata penjabat Asisten Jaksa Agung Nicole Argentieri dari Divisi Kriminal DOJ, dikutip dari CNBC, Selasa (30/1/2024).
Pihak yang didakwa dalam kasus pidana tersebut adalah Sam Lee, warga negara Australia yang tinggal di Dubai, Uni Emirat Arab, yang dituduh ikut mendirikan HyperFund, serta dua promotor HyperFund, Rodney Burton dari Miami, dan Brenda Chunga dari Severna Park, Maryland .
Lee, pria berusia 35 tahun yang juga dikenal sebagai Xue Lee, didakwa dengan satu tuduhan konspirasi untuk melakukan penipuan sekuritas dan penipuan kawat. Burton, didakwa dengan satu tuduhan konspirasi untuk menjalankan bisnis pengiriman uang tanpa izin dan satu tuduhan lagi menjalankan bisnis pengiriman uang tanpa izin.
Kedua pria tersebut menghadapi kemungkinan hukuman maksimal lima tahun penjara jika terbukti bersalah.
Chunga, yang juga dikenal sebagai Bitcoin Beautee, pada Senin mengaku bersalah atas satu tuduhan konspirasi untuk melakukan penipuan sekuritas dan penipuan kawat, di mana dia menghadapi kemungkinan hukuman maksimum yang sama.
Tudingan DOJ
Chunga secara terpisah setuju untuk menyelesaikan tuntutan perdata oleh SEC karena melanggar ketentuan anti-penipuan dan pendaftaran undang-undang sekuritas AS.
Sebagai bagian dari penyelesaian tersebut, dia setuju untuk mengeluarkan uang yang dia hasilkan dari skema tersebut dan denda perdata yang akan ditentukan kemudian.
DOJ menuduh mulai Juni 2020 hingga November 2022, Lee dan rekan konspiratornya menjual kontrak investasi secara online melalui platform HyperFund dan mengklaim investor akan memperoleh pengembalian antara 0,5% dan 1% setiap hari hingga investasi awal mereka berlipat ganda melalui pendapatan dari penambangan kripto skala besar.
Disclaimer: Setiap keputusan investasi ada di tangan pembaca. Pelajari dan analisis sebelum membeli dan menjual Kripto. Liputan6.com tidak bertanggung jawab atas keuntungan dan kerugian yang timbul dari keputusan investasi.
Advertisement
Bos Perusahaan Penambangan Kripto Didakwa Akibat Kasus Penipuan
Sebelumnya diberitakan, pendiri sebuah perusahaan penambangan kripto dan platform perdagangan aset digital USI Tech, Horst Jicha didakwa oleh jaksa federal di New York karena menipu investor sekitar USD 150 juta atau setara Rp 2,3 triliun (asumsi kurs Rp 15.854 per dolar AS) dalam skema pemasaran bertingkat ilegal.
Jicha menghadapi penipuan sekuritas, pencucian uang, penipuan kawat dan tuduhan lainnya. Setelah menjanjikan pengembalian kepada investor sebanyak 140%, dia menutup platform online USI dan mentransfer sebagian besar aset Bitcoin dan Ether ke akun yang dia kendalikan. Dia ditangkap pada 23 Desember ketika mencoba berlibur di Miami.
Jicha, yang tinggal di Brasil dan Spanyol, mengklaim pada 2017 USI adalah platform perdagangan Bitcoin otomatis pertama di dunia dan membuat investasi kripto lebih mudah diakses oleh investor ritel.
Dia mengumpulkan uang dari investor AS melalui promosi pemasaran yang agresif di tempat-tempat seperti New York dan Las Vegas, menurut dakwaan.
“Setelah pihak berwenang mulai menyelidiki, Jicha menutup platform tersebut pada Maret 2018, memblokir penarikan sekitar USD 150 juta aset kripto milik investor yang masih hilang,” kata jaksa, dikutip dari Yahoo Finance, Kamis (25/1/2024).
Kepala kantor FBI di New York, James Smith mengatakan platform itu hanya kedok, dan ketika banyak pertanyaan muncul dari investor, Jicha mencuri jutaan uang investornya dan meninggalkan negara itu.
Tuduhan paling serius yang dihadapi Jicha adalah hukuman hingga 20 tahun penjara. Meskipun terdakwa tidak kembali ke Amerika Serikat selama setengah dekade, kantor FBI bekerja untuk memastikan jika dia kembali, dia akan diadili.
Seorang Insinyur di India Jadi Korban Penipuan Kripto Senilai Rp 1,7 Miliar
Sebelumnya diberitakan, seorang insinyur di India berusia 53 tahun baru-baru ini menjadi korban penipuan investasi mata uang kripto yang mengakibatkan kerugian hingga USD 114.230 atau setara Rp 1,7 miliar (asumsi kurs Rp 15.656 per dolar AS).
Dilansir dari Coinmarketcap, Selasa (23/1/2024), korban yang tidak curiga, dibujuk ke dalam penipuan oleh seseorang bernama Sonia Shenoy, yang ia temui di Instagram dua tahun lalu. Shenoy dimaksudkan untuk mewakili perusahaan investasi global yang menangani Bitcoin (BTC).
Insinyur tersebut mempercayai representasi Shenoy dan memutuskan untuk menginvestasikan BTC senilai lebih dari USD 114.000 pada Januari 2023 lalu, menurut laporan.
Pada Juli lalu, Shenoy, yang menjalin jaringan penipuan, memberi tahu korban keuntungan besar sebesar USD 240.000 atau setara Rp 3,6 miliar menantinya.
Namun, untuk mendapatkan keuntungan ini ada syaratnya, Shenoy meminta korban membayar sejumlah uang untuk pengurangan pajak di sumber. Korban yang mempercayai Shenoy, mendapatkan jumlah yang diminta dengan mengambil pinjaman dari berbagai bank.
Seiring berjalannya waktu, kenyataan pahit muncul di benak sang insinyur keuntungan yang dijanjikan tidak lebih dari sekedar tipuan. Keuntungan yang diharapkan tidak pernah datang, membuat korban bergulat dengan kesadaran yang menyedihkan ia telah ditipu.
Kasus seperti ini bukan hal baru Bengaluru. Pada 2021, seorang pedagang kripto pemula dan dosen perguruan tinggi yang tinggal di kota tersebut kehilangan USD 12.000 atau setara Rp 184,9 juta karena penipu yang menyarankan agar ia diizinkan mengelola akun perdagangannya. Penipu menjanjikan keuntungan besar.
Advertisement
CEO JPMorgan Wanti-Wanti Investor Jauhi Aset Kripto
Sebelumnya diberitakan, CEO JPMorgan Chase, Jamie Dimon, kembali menyarankan investor untuk menjauhi Bitcoin. Komentarnya muncul di tengah meningkatnya minat institusional terhadap kripto dan persetujuan ETF Bitcoin Spot oleh Komisi Sekuritas dan Bursa AS (SEC).
“Saran pribadi saya adalah jangan terlibat. Tetapi saya tidak ingin memberi tahu siapapun apa yang harus dilakukan. Ini adalah negara bebas,” kata Dimon, dikutip dari Bitcoin.com, Sabtu (20/1/2024).
Eksekutif tersebut menambahkan dia juga tidak peduli dengan Blackrock, manajer aset terbesar di dunia, yang menggunakan bitcoin. Dimon tetap bersikeras kasus penggunaan cryptocurrency adalah aktivitas terlarang.
BlackRock meluncurkan ETF bitcoin spot, Ishares Bitcoin Trust, minggu lalu dengan JPMorgan sebagai peserta resmi utama. Dimon telah lama menjadi seorang yang skeptis terhadap bitcoin dan kripto. Dia mengatakan pada Desember tahun lalu dia akan menutup kripto jika dia menjadi pemerintah.
Meskipun memberikan kritik pada Bitcoin, tetapi Dimon tetap memuji teknologi blockchain yang mendasari aset kripto.
“Blockchain itu nyata. Itu adalah sebuah teknologi. Kami menggunakannya. Ini akan memindahkan uang, akan memindahkan data, dan efisien. Kami juga telah membicarakan hal itu selama 12 tahun,” jelas dia.
Dimon menambahkan, pada bitcoin ada kasus penggunaan untuk penipuan, anti pencucian uang, penghindaran pajak, perdagangan seks dan itu adalah kasus penggunaan kripto yang nyata.