Liputan6.com, Jakarta Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) memberikan tiga catatan terhadap kenaikan pajak bahan bakar kendaraan bermotor (PBBKB) yang ditetapkan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. Kenaikan pajak BBM non subsidi itu tertuang dalam Peraturan Daerah Provinsi Daerah Ibukota Jakarta Nomor 1 Tahun 2024.
Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi (Migas) Kementerian ESDM, Tutuka Ariadji menyoroti kenaikan pajak BBM nonsubsidi di DKI Jakarta yang tertuang dalam aturan tersebut.
Advertisement
Pasalnya, ia menyebut implementasi aturan soal PBBKB yang bersandar pada payung hukum Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (UU HKPD) bisa berbeda-beda di tiap Perda yang diterbitkan Pemda. Tutuka juga merasa proses sosialisasi terkait kenaikan pajak BBM di DKI Jakarta terkesan belum masif.
"Jadi kami mengimbau itu betul-betul diperhatikan oleh Pemda setempat. Karena ini kita tahu semua ini masa pemilu sebentar lagi. Jadi hal-hal seperti itu tidak menambah kondisi yang kurang kondusif," ujar Tutuka saat ditemui di Kantor Kementerian ESDM, Jakarta, Selasa (30/1/2024).
Tutuka lantas memberi tiga catatan terhadap Perda DKI Jakarta Nomor 1/2024. Pertama, soal teknis pelaksanaan dalam penyaluran BBM non subsidi terhadap kendaraan pribadi dan umum.
Kenaikan PBBKB
Sebab, Pasal 24 Perda DKI Jakarta 1/2024 memutuskan untuk menaikan PBBKB sebesar 10 persen untuk kendaraan pribadi. Lalu, sebesar 50 persen untuk kendaraan umum dari tarif PBBKB kendaraan pribadi.
Menurut dia, implementasi penyaluran BBM non subsidi yang sudah kena lonjakan pajak bakal sulit lantaran banyak SPBU belum memisahkan antara dispenser untuk kendaraan pribadi dan umum.
"Kemudian, saya tegaskan lagi bahwa ada permasalahan teknis juga dalam pelaksanaan. Karena berbeda antara pribadi dan kepentingan umum. Kalau beda begitu berarti dibedakan di SPBU-nya, di dispensernya," ungkapnya.
"Padahal BU (badan usaha) niaga Pertamina dan yang lain belum nyiapkan itu. Samain saja tempatnya kan. Tanki di bawah juga demikian. Permasalahan teknis itu jadi masalah operasional," tegas Tutuka.
Sosialisasi
Kedua, secara sosialisasi. Seperti yang telah diutarakan, ia khawatir kenaikan pajak BBM non subsidi ini turut bakal mengganggu kontestasi pesta politik yang akan digelar beberapa hari lagi.
Terakhir, Tutuka juga menyoroti pemerintah daerah seperti Pemprov DKI Jakarta yang menaikan tarif PBBKB secara maksimal sesuai UU HKPD. Adapun dalam Pasal 26 UU HKPD, pemerintah pusat memberi kewenangan Pemda untuk menaikan pajak BBM non subsidi di angka maksimal 10 persen (untuk kendaraan pribadi) dan 50 persen (untuk kendaraan umum).
"Satu lagi, itu kan maksimal 10 persen PBBKB-nya. Kriteria menjadi 10 persen itu enggak ada. Jadi semua Perda atau Pemda menyusunnya jadi 10 persen aja, maksimalin aja," kata dia.
"Kalau menurut saya harus ada kriterianya, yang 10 persen itu apa. Ini enggak ada. Jadi petunjuk teknis dari UU atau aturan turunan itu yang menurut saya diperlukan sebetulnya," bebernya.
Advertisement
Pajak BBM Nonsubsidi
Dalam hal kenaikan pajak BBM nonsubsidi di daerah Kementerian ESDM mengaku tidak memiliki kewenangan untuk menunda Perda tersebut. Sehingga, Kementerian ESDM memutuskan untuk menyurati Kementerian Keuangan dan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri).
"Akhirnya kami mengambil sikap ke Kemendagri dan Kementerian Keuangan tentang kendala-kendala itu. Karena itu berhubungan dengan sektor kami, sektor migas dalam mendistribusikan BBM. Saya sudah draft-in surat hari ini. Mudah-mudahan bisa keluar. Target dikirimkan hari ini," tuturnya.