Liputan6.com, London - Inggris akan mempertimbangkan pengakuan negara Palestina sebagai bagian dari upaya bersama untuk mewujudkan penyelesaian perdamaian yang tidak dapat diubah. Hal tersebut disampaikan Menteri Luar Negeri Inggris David Cameron.
Cameron mengatakan langkah itu akan membantu mewujudkan solusi dua negara – yang saat ini menghadapi tentangan keras dari Perdana Menteri (PM) Israel Benjamin Netanyahu. Demikian seperti dilansir The Guardian, Rabu (31/1/2024).
Advertisement
"Rakyat Palestina harus memiliki cakrawala politik, sehingga mereka dapat melihat bahwa akan ada kemajuan yang tidak dapat diubah menuju solusi dua negara," kata Cameron dalam pidatonya pada Senin (29/1) malam di sebuah resepsi di London.
Pekan lalu dalam pertemuan di Yerusalem, Cameron disebut telah mendorong Netanyahu mengenai solusi dua negara untuk mewujudkan perdamaian bagi rakyat Israel dan Palestina.
Netanyahu menolak gagasan tersebut, dengan mengatakan bahwa hal itu akan membahayakan negara Israel. Tidak hanya itu, dia turut mengeluhkan upaya untuk memaksa Israel.
Dalam pidatonya pada Senin, Cameron menjelaskan bagaimana Inggris dan sekutunya dapat menambah tekanan dengan mempertimbangkan pengakuan negara Palestina di PBB.
"Kita harus mulai menentukan seperti apa negara Palestina nantinya – seperti apa bentuknya, bagaimana cara kerjanya," kata Cameron.
"Saat hal itu terjadi, kami bersama sekutu akan mempertimbangkan masalah pengakuan negara Palestina, termasuk di PBB. Ini bisa menjadi salah satu hal yang membantu menjadikan proses ini tidak dapat diubah."
Ketika pekan lalu Cameron didesak untuk mengakui negara Palestina, dia mengatakan kepada parlemen bahwa Inggris akan mempertimbangkan langkah tersebut bila waktunya tepat.
Kembali Kunjungi Timur Tengah
Cameron minggu ini akan melakukan kunjungan keempatnya ke Timur Tengah sejak ditunjuk sebagai menteri luar negeri pada November untuk mengupayakan ketegangan mereda.
Dimulai dari Oman, Cameron yang merupakan pemimpin senior Partai Konservatif ini diperkirakan akan menyerukan stabilitas di tengah serangan Houthi di Laut Merah dan segera menghentikan perang Hamas Vs Israel di Jalur Gaza.
Serangan drone oleh milisi terhadap pangkalan militer Amerika Serikat (AS) di Yordania pada akhir pekan yang menewaskan tiga tentara AS dan menyebabkan puluhan orang terluka telah memicu kekhawatiran baru akan konfrontasi Barat dengan Iran.
Meski belum menyimpulkan, namun AS menuding kelompok milisi yang didukung Iran mendalangi serangan drone tersebut.
Advertisement
Krisis Laut Merah Jadi Fokus Cameron?
Inggris, AS, dan sekutu lainnya berusaha mengawasi Laut Merah setelah Houthi, kelompok berbasis di Yaman yang disebut didukung Iran, mulai menargetkan pelayaran komersial di jalur perdagangan global yang penting dalam beberapa bulan terakhir.
AS dan Inggris telah melancarkan serangan gabungan putaran kedua terhadap Houthi, namun langkah ini dinilai tidak berbuat banyak untuk menghentikan serangan rudal Houthi.
Berbicara sebelum kembali ke Timur Tengah, Cameron mengatakan, "Houthi terus menyerang kapal-kapal di Laut Merah, mempertaruhkan nyawa, menunda bantuan penting untuk rakyat Yaman dan mengganggu perdagangan global."
"Dan kita tidak bisa mengabaikan risiko penyebaran konflik di Jalur Gaza, meluas ke negara-negara lain di kawasan. Kami akan melakukan segala yang kami bisa untuk memastikan hal itu tidak terjadi – eskalasi dan ketidakstabilan bukanlah kepentingan siapa pun. Di Gaza, ada kebutuhan mendesak untuk jeda sementara agar bantuan masuk dan sandera bebas," tutur Cameron.
"Kami bertekad untuk melakukan semua yang kami bisa untuk mendesak gencatan senjata yang berkelanjutan, dan meningkatkan keterlibatan kami dengan negara-negara di kawasan ini untuk memastikan hal itu terjadi."
Kementerian Luar Negeri Inggris mengatakan krisis Laut Merah kemungkinan akan menjadi fokus utama Cameron selama perjalanannya.