Gaji PNS Naik 8% di Tahun Politik, Langkah Jokowi Dipandang Mirip Erdogan

Kenaikan gaji PNS di tahun politik dinilai bisa meningkatkan kepercayaan atau dukungan kepada pemerintah. Direktur Eksekutif Indikator Politik, Burhanuddin Muhtadi mencoba berkaca pada dampak positif di Turki.

oleh Arief Rahman H diperbarui 01 Feb 2024, 07:00 WIB
Sejumlah Pegawai Negeri Sipil (PNS) Pemprov DKI Jakarta berakitivitas di Balaikota, Jakarta, Senin (10/6/2019). PNS kembali berdinas di masing-masing instansinya pada hari pertama kerja usai libur nasional dan cuti bersama Hari Raya Idul Fitri 1440 H. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Liputan6.com, Jakarta - Presiden Joko Widodo (Jokowi) resmi menaikkan gaji bagi Aparatur Sipil Negara (ASN) yang terdiri dari Pegawai Negeri Sipil (PNS) dan Pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja (PPPK). Lantas, apa langkah ini bisa memperkuat kepercayaan masyarakat terhadap Kepala Negara?

Secara sederhana, kenaikan gaji PNS dinilai bisa meningkatkan kepercayaan atau dukungan kepada pemerintah. Direktur Eksekutif Indikator Politik, Burhanuddin Muhtadi mencoba berkaca pada dampak positif di Turki.

Dia mengisahkan, menjelang kontestasi politik di Turki, Presiden Recep Tayyip Erdogan pernah menaikkan gaji aparatur negara. Alhasil, elektabilitasnya meningkat.

"Dalam kasus di Turki, itu besar sekali efeknya itu. Di Turki itu Erdogan menaikkan gaji ASN sebelum pemilu sekitar 45 persen dan itu membuat Erdogan elektabilitasnya terkatrol," ujar Burhanuddin kepada Liputan6.com, seperti ditulis Kamis (1/2/2024).

Namun, Burhanuddin belum bisa memastikan apakah tren yang sama juga bisa berpengaruh terhadap kondisi di Indonesia. Secara teoretis, langkah itu dinilai bisa meningkatkan kepercayaan masyarakat.

"Cuma untuk kasus Indonesia saya belum tahu, teorinya sih punya efek secara elektoral, tetapi seberapa besar saya tidak tahu karena belum ada datanya," jelas dia.

Informasi, ketentuan gaji PNS naik tertuang dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 10 tahun 2024 Tentang Penyesuaian Gaji Pokok Pegawai Negeri Sipil. Beleid ini diteken Kepala Negara pada 26 Januari 2024.

 


Kerek Kepercayaan Masyarakat ke Pemerintah

Sejumlah Pegawai Negeri Sipil (PNS) Pemprov DKI Jakarta berakitivitas di Balaikota, Jakarta, Senin (10/6/2019). PNS kembali berdinas di masing-masing instansinya pada hari pertama kerja usai libur nasional dan cuti bersama Hari Raya Idul Fitri 1440 H. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Sementara itu, Direktur Eksekutif Aljabar Strategic, Arifki Chaniago menilai langkah Jokowi bisa meningkatkan kepercayaan atau kepuasan masyarakat. Utamanya pada golongan-golongan PNS.

"Saya rasa bahwa dengan adanya kenaikan gaji yanh dilakukan oleh Pak Jokowi tentu akan memberikan kepuasan kepada publik," kata dia kepada Liputan6.com.

"Tentu PNS akan semakin puas dengan kebijakan pak Jokowi dan saya rasa ketika ruang lingkup ini masih berada di ruang yang puas atas pemerintahan Jokowi, maka ini juga akan makin masih stabil," sambungnya.

Pada saat yang sama, posisi kepuasan publik juga ditambah dengan adanya penyaluran bantuan sosial (bansos) dan bantuan pangan oleh pemerintah di awal tahun ini. Mengingat penyalurannya berada di masa kampanye menjelang Pemilihan Umum (Pemilu) 2024.

"Dan saya rasa secara kepuasan publik juga akan menguntungkan bagi pak Jokowi. Karena untuk cukup menarik bagi para ASN maupun yang menerima bansos," ungkap analis politik ini.

 


Timbul Kritik

Presiden Joko Widodo (Jokowi) berfoto bersama Aparatur Sipil Negara (ASN) atau PNS seusai membuka Rapat Kerja Nasional Korps Pegawai Republik Indonesia (KORPRI) 2019 di Istana Negara, Jakarta, Selasa (26/2). (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Di sisi lain, Arifki menilai kebijakan Jokowi ini berpotensi juga mengundang kritik. Utamanya, yang bersumber dari kelompok-kelompok yang pada dasarnya tidak menyukai pemerintahan Jokowi.

"Tapi ketika itu dia di luar ruang itu, maka saya rasa ini juga akan menjadi fenomena yang akan mendapatkan kritik oleh pemilih yang memang berada di level bukan suka dengan kebijakan yang dilakukan oleh pak Jokowi," ucapnya.

Dia memandang, pada konteks ini ada dua poros kelompok; pertama, yang suka dengan kebijakan Jokowi, dan kedua, yang tidak suka dengan kebijakan Jokowi.

Bagi kelompok yang menyukai, akan menilai pemerintah dibawah komando Jokowi seakan peduli pada masyarakat. Sementara, di kelompok lainnya akan berpandangan sebaliknya.

"Saya rasa ini pertarungnnya adalah bahwa yang tidak suka dengan soal isu-isu bansos, kenaikan gaji ASN tentu lebih kepada masyarakat atau kompetitor politik yang berada di luar pemerintahan Jokowi. Kelompok yang tidak suka menganggap tentu ini menjadi bagian dari politik menjelang pemilu, dan ini sah-sah saja," pungkasnya.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya