Presiden Baru Diminta Jangan Bikin Aturan Migas yang Bikin Gaduh

Berapa usulan terkait kebijakan dan peraturan sektor migas ke depan setelah adanya presiden baru. Salah satunya adalah dengan mengubah kebijakan fiskal terkait migas.

oleh Gagas Yoga Pratomo diperbarui 01 Feb 2024, 18:45 WIB
Ilustrasi harga minyak dunia hari ini (Foto By AI)

Liputan6.com, Jakarta Dosen Universitas Pertamina, A. Rinto Pudyantoro memberikan beberapa usulan terkait kebijakan dan peraturan sektor migas ke depan setelah adanya presiden baru. Salah satunya adalah dengan mengubah kebijakan fiskal terkait migas. 

“Kalau saya mengusulkan karena fiskal yang bisa dikendalikan pemerintah dikembalikan aja ke PSC awal lex specialis dulu itu karena pemerintah bisa melakukan itu. Tapi, pertanyaannya mau tidak,” kata Rinto dalam acara Media Briefing IPA COnvex 2024, Kamis (1/2/2024).

Selain mengubah kebijakan, Rinto mengusulkan agar pemerintah baru jangan buat keributan dalam 5 tahun ke depan dengan peraturan-peraturan yang kontroversial yang membuat investor berpikir ulang untuk investasi di Indonesia.

Menurutnya, lebih baik dalam waktu 5 tahun melakukan relaksasi dan lebih baik untuk memperbaiki peraturan-peraturan yang masih kurang. 

“Sementara jangan bikin ribut, masalah perizinan dan lain-lain. Usulan saya mendingan jangan membuat keributan. Syukur-syukur PSC yang sekarang dikembalikan jaman dulu. Pengendalian biaya bisa lebih bagus saya yakin, kalau tidak bisa itu minimal jangan buat keributan. Perbaiki yang sudah ada dulu,” jelas Rinto.

Adapun Rinto menuturkan ada 12 risiko investor migas yang ingin berinvestasi di negara manapun, salah satunya Indonesia. Dari sekian banyak risiko, menurut Rinto hanya ada 1 risiko yang 100 persen bisa ditangani oleh pemerintah yaitu terkait Fiskal.

“Risiko lainnya tidak bisa 100 persen ditangani pemerintah. Misalnya keamanan, pemerintah tidak bisa memastikan tidak terjadi demo, tapi pemerintah bisa kapan saja mengubah atau mengeluarkan peraturan,” pungkas Rinto.


Pengusaha Migas Harap Presiden Baru Paham Isu Sektor Energi

Harga Minyak Dunia. Foto: Freepik/wirestock

Sebelumnya, Indonesian Petroleum Association (IPA) melihat peran sektor hulu minyak dan gas bumi (migas) di Indonesia masih besar di tengah mencari sumber-sumber energi baru terbarukan. Dalam proses transisi energi di Indonesia, setor hulu migas tak bisa langsung ditinggalkan.

Direktur Executive IPA Marjolijn Wajong menjelaskan, akan ada banyak perubahan dalam tata kelola sektor migas terutama dengan adanya perubahan pemimpin baru.

“Kami menanti arah pemimpin baru di sektor migas, kita tidak bicara orang atau golongan, kita bicara bagaimana nih arah yang benar untuk sektor migas yang sekarang mengalami banyak perubahan,” kata Marjolijn dalam acara Media Briefing IPA Convex 2024, Kamis (1/2/2024).

Menurut Marjolijn saat ini sektor migas sedang mengalami lepas landas atau peningkatan yang merupakan momen penting yang harus terus digaungkan terutama adanya perubahan dalam sektor energi transisi.

“Kita berharap mendapat pemimpin yang dapat mengerti migas dan memberikan peraturan. Kalau ada perubahan tapi perubahannya positif, kita harus mendorongnya. Kami yang penting presiden yang memahami isu-isu tapi kriteria untuk presiden kan macam-macam,” jelas Marjolijn.

Pada kesempatan yang sama, Energy Team Bimasena yang juga mantan Gubernur OPEC, Widyawan Prawira Atmaja menuturkan pendekatan migas diperlukan jangka panjang, sehingga dibutuhkan kebijakan yang memudahkan investor untuk masuk.

“Pertanyaannya adalah bagaimana membuat Indonesia menjadi tempat dimana investor itu bukan hanya mau investasi tapi nyaman. Mereka melihat dari sumber daya setelah itu kemudahan dalam berusaha,” ujar Widyawan,

Widyawan menambahkan saat ini Indonesia punya momentum, ada temuan temuan yang besar khususnya dari gas jadi tidak bisa dipungkiri gas ini menjadi dominan.


Ada Transisi Energi, Jumlah Kendaran Pakai BBM Cuma Tersisa 40 Persen di 2040

Seorang pengendara sepeda motor mengisi BBM sendiri di Stasiun Pengisian Kendaraan Listrik Umum (SPKLU) dan Battery Swapping Station SPBU Pertamina, MT. Haryono, Jakarta, Senin (7/11/2022). Sejak pemerintah resmi menaikkan harga BBM mulai dari pertalite, solar dan pertamax, kendaraan bermotor listrik berbasis baterai (KBLBB) sebagai alternatif kendaraan kembali ramai dibicarakan. (Liputan6.com/Herman Zakharia)

Sebelumnya, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) memprediksi adanya pengurangan jumlah kendaraan berbasis BBM kedepannya. Bahkan, pada 2040 mendatang, hanya tersisa 40 persen dari jumlah total kendaraan yang ada.

Staf Khusus Menteri ESDM Bidang Percepatan Pengembangan Industri Sektor ESDM Agus Tjahajana menilai hal ini bisa terjadi karena bauran energi bersih. Salah satunya peralihan dari kendaraan bertenaga BBM, internal combustion engine (ICE) ke kendaraan listrik berbasis baterai.

"Proyeksi ini memperlihatkan transisi energi ini akhirnya akan membuat kita harus menentukan jenis-jenis kendaraan baru. Sehingga ICE, itu akan berkurang," kata dia di kantor Kementerian ESDM, dikutip Minggu (28/1/2024).

"Forecast (prediksi) di 2040 tinggal 50 persen malah ada yang bilang tinggal 40 persen, dan sisanya itu adalah kendaraan-kendaraan yang ramah lingkungan," sambungnya.

 

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya