Liputan6.com, Jakarta - Sepasang warga China baru saja dieksekusi atas kasus pembunuhan dua anak balita. Kabar tersebut sontak menggegerkan Tiongkok. Pasangan selingkuh itu divonis bersalah setelah mereka memutuskan membuang dua anak pria dari pernikahan sebelumnya dengan cara melemparkan kedua balita dari apartemen.
Zhang Bo dan Ye Chengcen diyakini telah dieksekusi dengan cara disuntik mati pada Rabu, 31 Januari 2024, setelah Pengadilan Tinggi China menyetujui hukuman mati mereka, menurut laporan China Daily. Zhang dinyatakan bersalah telah melempar dua anaknya dari jendela apartemen di lantai 15 yang berlokasi di barat daya Chongqing, China, pada 2020.
Advertisement
Ya juga ikut dinyatakan bersalah karena menyuruh Zhang untuk membunuh kedua balitanya, yakni anak perempuan berusia 2 tahun dan anak lelaki berusia 1 tahun. Ia memandang kedua anak itu sebagai 'penghalang' dan ikut berbohong dengan menyebut kejadian tersebut sebagai 'kecelakaan', kata Independent.
Dikutip dari NY Post, Jumat (2/2/2024), pasangan itu kemudian divonis hukuman mati pada 2021 tapi baru dieksekusi pada pekan ini setelah Zhang dan Ye mengajukan banding. Pengadilan Tinggi Chongqing lalu menguatkan putusan awal dan mengatakan hukuman yang dijatuhkan kepada Zhang dan Ye sudah tepat.
Keputusan mereka diajukan untuk disetujui oleh Mahkamah Agung Rakyat, yang menemukan bahwa peran dan pengaruh mereka dalam pembunuhan itu secara keseluruhan setara, dan masing-masing memainkan peran utama dan merupakan pelaku utama. Pengadilan memutuskan bahwa motif mereka 'tercela' dan cara-caranya 'brutal', sehingga memerlukan konsekuensi berat sesuai aturan hukum, menurut media lokal.
Hubungan Berawal dari Perselingkuhan
Zhang mulai menjalin hubungan dengan Ye tanpa memberitahunya bahwa ia telah menikah dan memiliki dua anak. Setelah itu, ia menceraikan istrinya, Chen Meilin, pada Februari 2020. Ye kemudian mendesak Zhang untuk menghabisi kedua anaknya karena dianggap 'sebagai hambatan' untuk mereka bisa menikah dan 'beban di masa depan mereka'.
Setelah melemparkan putrinya, Zhang Ruixue, dan putranya, Zhang Yangrui, hingga tewas pada November 2020, video Zhang setelah kejadian tersebut tampak menunjukkan dia sangat sedih atas apa yang baru saja dia lakukan. Dia juga terlihat membenturkan kepalanya ke dinding dan menangis tak terkendali, lapor Express.
Pada saat itu, Zhang mengaku dia tertidur ketika anak-anak “jatuh” dan terbangun karena orang-orang berteriak di lantai bawah. Ibu anak-anak tersebut mengatakan Zhang meminta untuk merawat putrinya pada hari dia membunuh mereka berdua.
"Saat saya mendengar anak-anak saya diusir dari lantai 15 oleh ayah dan selingkuhannya, saya tidak dapat menemukan kata-kata untuk menggambarkan perasaan saya," katanya.
"Saya tidak bisa membayangkan apa yang dialami anak-anak saya dari lantai 15 hingga ke bawah. Apakah mereka putus asa? Apakah mereka takut?"
Advertisement
Eksekusi Mati Dianggap Penuhi Rasa Keadilan
Kejahatan Zhang dan Ye mengejutkan seluruh Tiongkok karena tindakan mereka yang “berdarah dingin” dan juga usia para korban. Berita eksekusi mereka dengan cepat menduduki puncak daftar topik hangat di situs media sosial Tiongkok, Weibo, pada Rabu lalu, dan ditonton hampir 200 juta kali.
"Hari ini benar-benar hari yang baik," tulis salah satu komentar yang disukai banyak orang di unggahan terkait oleh kantor berita negara Xinhua.
"Hukumannya setimpal dengan kejahatannya," tulis yang lain.
Warga juga menyoroti metode utama yang digunakan di Tiongkok untuk melaksanakan hukuman mati, yakni suntik mati. "Pada dasarnya ini adalah euthanasia. Mereka melakukannya dengan mudah," demikian komentar di Weibo yang mendapat 20.000 suka, mengutip CNN.
Pandangan publik China terhadap eksekusi mati mayoritas mendukung. Hal itu didasarkan pada sebuah studi yang dipublikasikan pada 2020 menunjukkan bahwa 68 persen warga China mendukung hukuman mati. Tapi, John Zhuang Liu, seorang profesor hukum di Universitas Hong Kong yang menulis makalah tersebut, mengatakan kepada CNN pada Kamis, 1 Januari 2024, bahwa pandangan online mungkin tidak secara akurat mencerminkan opini publik Tiongkok.
Dukungan Warga pada Hukuman Mati
Studinya menunjukkan bahwa masyarakat Tiongkok yang mengekspresikan pandangan politiknya secara online cenderung menunjukkan dukungan yang lebih besar terhadap hukuman mati.
“Kami tidak memiliki pemahaman yang jelas tentang pandangan masyarakat umum mengenai hukuman mati di Tiongkok, dan kami tidak memiliki saluran pengumpulan data yang ketat,” katanya.
Makalah pada 2020 ini didasarkan pada data nasional terakhir yang dikumpulkan pada 2013. "Kami tidak tahu apakah pandangan masyarakat telah berubah sejak saat itu," katanya.
Tiongkok tidak memberikan informasi yang transparan mengenai jumlah total eksekusi. Namun, negara ini diyakini sebagai “algojo terbesar di dunia” dengan ribuan orang dieksekusi dan dijatuhi hukuman mati setiap tahunnya, menurut kelompok hak asasi manusia Amnesty International.
Eksekusi tersebut dipuji oleh beberapa pengguna media sosial Tiongkok sebagai hukuman yang cocok untuk kejahatan yang lebih serius.
"Mengapa aku merasa eksekusi 22 menit sangat cocok bagi mereka yang dengan jahat membunuh istri, orang tua, anak-anak, dan pembunuh berantai?" kata sebuah komentar teratas.
Advertisement