Liputan6.com, Jakarta - Pemprov DKI Jakarta telah menaikan pajak bahan bakar kendaraan bermotor (PBBKB) atau pajak BBM sebesar 10 persen untuk kendaraan pribadi, dan 50 persen untuk kendaraan umum dari kendaraan pribadi.
Namun, kenaikan pajak BBM ini tidak diikuti dengan kebijakan penurunan harga BBM nonsubsidi oleh PT Pertamina (Persero). Perusahaan energi ini masih menjual harga BBM nonsubsidi di DKI Jakarta sama seperti per 1 Januari 2024. Mulai dari Pertamax, Pertamax Green Turbo 95, Pertamax Turbo, Dexlite, hingga Pertamina Dex.
Advertisement
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif lantas mengapresiasi Pertamina yang masih menahan harga BBM nonsubsidi. Menurut dia, itu wajar dilakukan saat harga minyak dunia turun imbas gencatan senjata Israel dan Hamas.
"Bagus tahan, gitu. Sekarang kita memang kepengen stabil dulu. Ini juga lagi masa-masanya, kan kita udah bilang sepakat dalam masa-masa ini kita (tahan harga BBM). Nah, ini juga minyak kan turun lagi, kemarin USD 82 (per barel) lebih, sekarang USD 78 (per barel)," jelasnya di Kantor Kementerian ESDM, Jakarta, Jumat (2/2/2024).
Adapun harga minyak West Texas Intermediate (WTI) untuk pengiriman Maret 2024 memang tengah turun 2,7 persen menjadi USD 73,82 per barel di New York Mercantile Exchange. Sementara harga minyak mentah Brent untuk pengiriman April 2024 merosot 2,5 persen menjadi USD 78,70 per barel di London ICE Futures Exchange.
Lebih lanjut, saat ditanya apakah penahanan harga BBM oleh Pertamina menandakan kenaikan tarif PBBKB ditunda, Arifin tak bisa menjawabnya. Sebab, keputusan itu berada di luar wewenang Kementerian ESDM.
"Nah itu kalau pajak itu di luar domain ya. Ntar DKI dengan (Kementerian) Keuangan aja nanti ditanyain," imbuh dia.
Pajak BBM Jakarta Naik, ESDM Surati Sri Mulyani dan Mendagri Tito Karnavian
Sebelumnya, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) memberikan tiga catatan terhadap kenaikan pajak bahan bakar kendaraan bermotor (PBBKB) yang ditetapkan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. Kenaikan pajak BBM non subsidi itu tertuang dalam Peraturan Daerah Provinsi Daerah Ibukota Jakarta Nomor 1 Tahun 2024.
Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi (Migas) Kementerian ESDM, Tutuka Ariadji menyoroti kenaikan pajak BBM nonsubsidi di DKI Jakarta yang tertuang dalam aturan tersebut.
Pasalnya, ia menyebut implementasi aturan soal PBBKB yang bersandar pada payung hukum Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (UU HKPD) bisa berbeda-beda di tiap Perda yang diterbitkan Pemda. Tutuka juga merasa proses sosialisasi terkait kenaikan pajak BBM di DKI Jakarta terkesan belum masif.
"Jadi kami mengimbau itu betul-betul diperhatikan oleh Pemda setempat. Karena ini kita tahu semua ini masa pemilu sebentar lagi. Jadi hal-hal seperti itu tidak menambah kondisi yang kurang kondusif," ujar Tutuka saat ditemui di Kantor Kementerian ESDM, Jakarta, Selasa (30/1/2024).
Tutuka lantas memberi tiga catatan terhadap Perda DKI Jakarta Nomor 1/2024. Pertama, soal teknis pelaksanaan dalam penyaluran BBM non subsidi terhadap kendaraan pribadi dan umum.
Advertisement
Kenaikan PBBKB
Sebab, Pasal 24 Perda DKI Jakarta 1/2024 memutuskan untuk menaikan PBBKB sebesar 10 persen untuk kendaraan pribadi. Lalu, sebesar 50 persen untuk kendaraan umum dari tarif PBBKB kendaraan pribadi.
Menurut dia, implementasi penyaluran BBM non subsidi yang sudah kena lonjakan pajak bakal sulit lantaran banyak SPBU belum memisahkan antara dispenser untuk kendaraan pribadi dan umum.
"Kemudian, saya tegaskan lagi bahwa ada permasalahan teknis juga dalam pelaksanaan. Karena berbeda antara pribadi dan kepentingan umum. Kalau beda begitu berarti dibedakan di SPBU-nya, di dispensernya," ungkapnya.
"Padahal BU (badan usaha) niaga Pertamina dan yang lain belum nyiapkan itu. Samain saja tempatnya kan. Tanki di bawah juga demikian. Permasalahan teknis itu jadi masalah operasional," tegas Tutuka.
Sosialisasi
Kedua, secara sosialisasi. Seperti yang telah diutarakan, ia khawatir kenaikan pajak BBM non subsidi ini turut bakal mengganggu kontestasi pesta politik yang akan digelar beberapa hari lagi.
Terakhir, Tutuka juga menyoroti pemerintah daerah seperti Pemprov DKI Jakarta yang menaikan tarif PBBKB secara maksimal sesuai UU HKPD. Adapun dalam Pasal 26 UU HKPD, pemerintah pusat memberi kewenangan Pemda untuk menaikan pajak BBM non subsidi di angka maksimal 10 persen (untuk kendaraan pribadi) dan 50 persen (untuk kendaraan umum).
"Satu lagi, itu kan maksimal 10 persen PBBKB-nya. Kriteria menjadi 10 persen itu enggak ada. Jadi semua Perda atau Pemda menyusunnya jadi 10 persen aja, maksimalin aja," kata dia.
"Kalau menurut saya harus ada kriterianya, yang 10 persen itu apa. Ini enggak ada. Jadi petunjuk teknis dari UU atau aturan turunan itu yang menurut saya diperlukan sebetulnya," bebernya.
Advertisement