YouTube Premium dan Music Berbayar Kantongi 100 Juta Pelanggan

Layanan YouTube Premium dan Music tercatat sudah memiliki lebih dari 100 juta pelanggan per Januari 2024, termasuk mereka yang sedang dalam uji coba gratis.

oleh Iskandar diperbarui 03 Feb 2024, 10:00 WIB
YouTube Music dan YouTube Music Premium. Sumber foto: Document/YouTube.

Liputan6.com, Jakarta - Layanan YouTube Premium dan Music tercatat sudah memiliki lebih dari 100 juta pelanggan per Januari 2024, termasuk mereka yang sedang dalam uji coba gratis.

Angka itu merupakan peningkatan sebesar 20 juta member hanya dalam waktu satu tahun, dan jumlah itu meningkat dua kali lipat sejak September 2021.

Dikutip dari Engadget, Sabtu (3/2/2024), YouTube dinilai berhasil meningkatkan angka tersebut meskipun ada kenaikan biaya langganan USD 2 per bulan untuk Premium yang mulai berlaku Juni 2023.

Pun demikian, belum jelas berapa banyak orang yang sebenarnya menggunakan YouTube Music (Premium mencakup akses ke layanan tersebut).

Bagaimana pun kamu melihatnya, layanan streaming musik ini memiliki pengguna berbayar yang jauh lebih sedikit dibandingkan Spotify, yang memiliki 220 juta pelanggan Premium pada 30 September 2023.

Spotify berencana bakal mengungkapkan jumlah pelanggan terbarunya dalam laporan pendapatan pada minggu depan.

Sementara Apple tidak lagi menginformasikan jumlah pelanggan Apple Music. Jumlah pasti terakhir yang diberikan perusahaan untuk layanan ini adalah 60 juta pelanggan pada 2019.

Terlepas dari itu, perbandingan antara layanan berbayar YouTube Music dengan Apple Music dan Spotify Premium sangat jauh.

YouTube Premium memiliki keunggulan tersendiri, di mana pengguna mungkin sulit untuk kembali ke versi layanan gratis yang penuh iklan.

Opsi untuk mengunduh video secara offline tanpa harus menggunakan solusi dan fitur pemutaran di latar belakang juga sangat berguna. YouTube Music hanyalah fasilitas tambahan bagi sejumlah pengguna YouTube.


YouTube Larang Konten AI yang Simulasikan Kematian Anak dalam Kasus Kriminal

Logo YouTube (Sumber: Pixabay)

Di sisi lain, YouTube telah memperbarui kebijakan mereka terkait pelecehan dan perundungan siber di platformnya.

Dalam kebijakan terbaru YouTube yang juga dimuat di laman Support Google, mereka membatasi konten yang mensimulasikan secara realistis kematian anak di bawah umur, atau korban peristiwa mematikan, atau kekerasan yang menggambarkan kematian mereka.

 "Mulai 16 Januari, kami akan mulai menghapus konten yang secara realistis mensimulasikan mayat anak di bawah umur atau korban peristiwa bencana besar yang mematikan atau terdokumentasi dengan baik yang mendeskripsikan kematian atau kekerasan yang dialami," tulis YouTube.

Mengutip Tech Crunch, Kamis (11/1/2024), perubahan ini diterapkan usai beberapa konten bertema kriminal, menggunakan kecerdasan buatan (artificial intelligence/AI), untuk menciptakan gambaran anak-anak yang meninggal atau hilang.

Dalam konten-konten tersebut, beberapa orang memakai AI untuk mengisi suara gambar anak-anak korban tersebut, untuk mendeskripsikan kematian mereka.

The Washington Post melaporkan, dalam beberapa bulan terakhir, pembuat konten memang memakai AI untuk menceritakan berbagai kasus kriminal, termasuk penculikan dan meninggalnya James Bulger, seorang anak usia dua tahun di Inggris.

Ada juga narasi AI serupa tentang Madeleine McCann, anak Inggris berusia tiga tahun yang menghilang dari sebuah resor. Lalu ada Gabriel Fernández, anak laki-laki delapan tahun yang disiksa dan dibunuh oleh ibu dan pacarnya di California.

YouTube pun bakal menghapus konten AI semacam itu apabila ditemukan melanggar kebijakan baru mereka.


Sederet Kebijakan Terkait AI di YouTube

Logo YouTube (Photo by Christian Wiediger on Unsplash)

Pengguna yang menerima teguran tidak akan bisa mengunggah video atau membuat siaran langsung selama sepekan. Apabila menerima tiga kali teguran, kanal akan dihapus secara permanen dari platform milik Google tersebut.

Dua bulan lalu, YouTube juga merilis kebijakan baru terkait pelabelan konten AI yang bertanggung jawab, serta alat baru untuk meminta penghapusan deepfake.

Salah satu perubahan tersebut mengharuskan pengguna untuk mengungkapkan, kapan mereka membuat konten yang diubah atau sintetis, yang tampak realistis.

Perusahaan memperingatkan pengguna yang gagal mengungkapkan dengan benar penggunaan AI mereka, akan dikenakan “penghapusan konten, penangguhan dari YouTube Partner Program, atau hukuman lainnya.”

YouTube juga mencatat saat itu bahwa beberapa konten AI mungkin alan dihapus, jika digunakan untuk menunjukkan “kekerasan yang realistis”, meskipun konten tersebut diberi label.


Infografis Sebar Hoaks demi Raup Untung di YouTube. (Liputan6.com/Trieyasni)

Infografis Sebar Hoaks demi Raup Untung di YouTube. (Liputan6.com/Trieyasni)

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya