Liputan6.com, Beijing - Menurut sebuah perusahaan pelayaran dan laporan media pemerintah China, Angkatan Laut China telah mulai mengawal kapal kargo China untuk melewati Laut Merah. Pengawalan itu diadakan karena banyak perusahaan pelayaran kargo memutuskan untuk menghindari jalur perdagangan yang penting secara global akibat serangan dari pemberontak Houthi.
Sejak November, Houthi yang didukung Iran telah melancarkan sejumlah serangan pesawat nirawak (drone) dan rudal terhadap kapal-kapal yang melewati Laut Merah. Menurut mereka, serangan itu dilakukan untuk mendukung kelompok militan Palestina Hamas dalam perang dengan Israel.
Advertisement
Koalisi pimpinan Amerika Serikat (AS) telah menanggapi serangan tersebut dengan serangan rudal terhadap posisi Houthi, yang didukung oleh kekuatan kolektif dari Bahrain, Inggris, Kanada, Prancis, Belanda, Italia, Norwegia, Seychelles, dan Spanyol. Namun sejauh ini mereka belum menghentikan kapal-kapal yang dijadikan sasaran.
Ketika sebagian besar perusahaan kapal telah mengubah rutenya untuk berkeliling Afrika, sehingga biaya dan waktu pengiriman melonjak dua kali lipat, Sea Legend Shipping, sebuah perusahaan berbasis di Qingdao yang terdaftar di Singapura, secara aktif mempromosikan bisnis kargonya melalui Laut Merah.
Perusahaan tersebut mengatakan bahwa sejak Januari, angkatan laut China telah memberikan pengawalan keamanan untuk lima kapal kargonya di Laut Merah. Hal itu menjadikan perusahaan tersebut, salah satu dari sedikit kapal yang masih beroperasi di wilayah tersebut, menurut media China.
Dalam tanggapan melalui email atas permintaan konfirmasi dan komentar mengenai cakupan perlindungan yang diberikan, Yuan Mu, juru bicara Kedutaan Besar China di Washington, merujuk VOA ke departemen yang bertanggung jawab langsung.
"Secara keseluruhan, China siap bekerja sama dengan semua pihak untuk menjaga keselamatan jalur pelayaran internasional," kata juru bicara tersebut dalam tanggapan emailnya, seperti dilansir VOA Indonesia, Minggu (4/2/2024).
Menghindari Laut Merah
Meskipun Houthi mengatakan bahwa kapal-kapal dari beberapa negara, termasuk China dan Rusia, bisa dengan aman melewati Laut Merah, sebuah kapal tanker minyak Inggris yang membawa minyak Rusia terkena rudal Houthi dan terbakar minggu lalu.
Situs berita pelayaran oilprice.com melaporkan bahwa bahkan kapal tanker yang membawa bahan bakar Rusia kini menghindari Laut Merah.
Sekitar 40 persen perdagangan antara Eropa dan Asia melewati Laut Merah dan Terusan Suez. Sekitar 12 persen perdagangan minyak dunia yang dikirim melalui laut, melewati jalur tersebut,
Jennifer Kavanagh, peneliti senior di Program Ilmu Kenegaraan Amerika (American Statecraft Program) di Carnegie Endowment for International Peace, mengatakan kapal-kapal China seharusnya dapat melewati Laut Merah tanpa diserang. Namun, serangan tersebut berarti waktu transit yang lebih lama antara China dan Eropa, serta biaya energi, pengiriman dan tarif asuransi yang lebih tinggi.
"Memiliki konvoi kapal AS dan PLA (Tentara Pembebasan Rakyat) yang terkoordinasi secara langsung tampaknya merupakan khayalan. Namun, tentu saja ada cara agar aset militer China di wilayah tersebut dapat berkontribusi terhadap keamanan jalur maritim,” katanya.
Koordinator komunikasi strategis Dewan Keamanan Nasional AS, John Kirby, mengatakan pada 1 Februari bahwa dia tidak dapat mengonfirmasi laporan Angkatan Laut China mengawal kapal-kapal di Laut Merah. Kirby menambahkan bahwa dia mengetahui tidak adanya koordinasi antara angkatan laut China dan AS atau pasukan koalisi.
"Kami telah berkali-kali mengatakan bahwa jika China ingin membantu upaya melindungi pelayaran di Laut Merah, kami pasti akan menyambutnya."
Advertisement
Bahayakan Prospek Pertumbuhan Ekonomi Global
Pemerintah negara-negara Barat telah mendesak China untuk menekan sekutunya, Iran, agar memberitahu Houthi agar mundur.
Chong Ja-Ian, dosen tamu di Carnegie China dan profesor ilmu politik di Universitas Nasional Singapura, mengatakan kepada VOA bahwa Beijing dapat meminta Iran untuk mencegah serangan Houthi terhadap pelayaran komersial di Laut Merah, sementara AS mencoba mengatasi ancaman dan kemampuan yang akan terjadi.
"Kedua belah pihak dapat bekerja sama bukan karena mereka menyukai satu sama lain, tetapi karena isu-isu seperti rantai pasokan dan ketersediaan energi mempunyai nilai bagi Beijing dan Washington," kata Chong.
Dana Moneter Internasional (International Monetary Fund/IMF) memperingatkan dalam laporannya pada 30 Januari bahwa serangan yang terus berlanjut di Laut Merah akan membahayakan prospek pertumbuhan ekonomi global yang lebih baik dengan mengancam akan menaikkan harga komoditas.
Ralph Ossa, kepala ekonom di Organisasi Perdagangan Dunia (World Trade Organization/WTO), mengatakan kepada Reuters pada 29 Januari bahwa WTO mungkin akan menurunkan proyeksi pertumbuhan perdagangan akibat potensi dampak gangugan di Kanal Suez.