Respons Krisis Kemanusiaan, Menag: Pesan Agama Menggema dari Asia Tenggara untuk Dunia

Menurut Menag Yaqut, agama tidak hanya sebagai sumber ketenangan spiritual, tetapi juga sebagai pendorong perubahan positif dalam masyarakat.

oleh Achmad Sudarno diperbarui 04 Feb 2024, 08:28 WIB
Menteri Agama (Menag) Yaqut Cholil Qoumas dalam acara penutupan Annual International Conference on Islamic Studies (AICIS) ke-23 di UIN Walisongo Semarang, Sabtu (3/2/2024) malam. (Foto: Humas Kemenag)

Liputan6.com, Jakarta - Menteri Agama (Menag) Yaqut Cholil Qoumas meminta para akademisi Perguruan Tinggi Keagamaan Islam (PTKI) dapat memberikan arah kajian yang humanis dengan berpijak pada hasil-hasil riset dunia Islam yang mumpuni.

Menurutnya, agama tidak hanya sebagai sumber ketenangan spiritual, tetapi juga sebagai pendorong perubahan positif dalam masyarakat.

"Harus disadari bahwa dalam menghadapi krisis kemanusiaan, perlu ada upaya serius untuk merekonseptualisasi peran agama agar lebih inklusif, responsif, dan progresif,” kata Yaqut saat menutup  Annual International Conference on Islamic Studies (AICIS) ke-23 di UIN Walisongo, Semarang, Sabtu (3/2/2024) malam.

Diketahui forum AICIS berlangsung selama empat hari, 1-4 Februari 2024 dengan tema 'Redefining the Roles of Religion in Addressing Human Crisis: Encountering Peace, Justice, and Human Rights'. Ajang diskusi tahunan ini mengundang para pakar dan pimpinan agama dari dalam dan luar negeri.

Lebih lanjut, dikatakan Yaqut, untuk menghadirkan peran agama dalam menjawab krisis kemanusiaan, ada sejumlah catatan penting yang perlu menjadi perhatian para akademisi PTKI. Pertama, pentingnya memahami peran agama dalam krisis kemanusiaan.

"Agama sejatinya bukan hanya tentang keyakinan pribadi, tetapi juga tentang bagaimana keyakinan tersebut memberi sumbangan nyata dalam mengatasi krisis kemanusiaan," katanya.

"Saat ini, pesan agama kemanusiaan telah menggema dari Indonesia dan Asia Tenggara, untuk dunia yang sedang berduka atas krisis kemanusian yang terjadi di Eropa Timur dan Timur Tengah," sambung Menag.

 


Pentingnya Moderasi Beragama

Kedua, pentingnya memahami ajaran agama sebagai sumber gerakan kemanusiaan bersama. Menurutnya, gerakan nyata menerjemahkan nilai agama perlu melibatkan pendekatan holistik yang memadukan nilai-nilai spiritual dengan kebutuhan praktis masyarakat yang terkena dampak.

"Upaya konkret dalam merespons krisis kemanusiaan yang bisa dilakukan misalnya mobilisasi sumber daya agama, promosi kolaborasi antaragama untuk perdamaian, dan advokasi perdamaian, keadilan, dan hak asasi manusia," sebut Yaqut.

Terakhir, pria yang akrab disapa Gus Men ini menggarisbawahi pentingnya moderasi beragama sebagai modal berkontribusi nyata. Penguatan moderasi beragama terus dilakukan Kemenag dalam beberapa tahun terakhir.

"Kita harap, penguatan moderasi beragama bisa menjadi kontribusi Indonesia dalam menjawab persoalan kontemporer dan menjaga perdamaian dunia," sebut Gus Men.

"Dengan kompleksitas yang ada, sudah sepantasnya Indonesia menjadi laboratorium dalam studi Islam dan sekaligus studi agama," tandasnya.

 


Hasilkan Piagam Semarang

Hadir dalam penutupan AICIS 2024, Pj Gubernur Jawa Tengah Nana Sudjana, Sekretaris Jenderal Kementerian Agama, sekaligus Plt Rektor UIN Walisongo Semarang Nizar Ali, Direktur Jendral Pendidikan Islam (Dirjen Pendis) Muhammad Ali Ramdhani, Direktur Pendidikan Tinggi Keagamaan Islam Ahmad Zainul Hamdi, dan seluruh invited speakers pada AICIS dan pembicara Religious Leaders Summit.

AICIS ke-23 tahun 2024 menghasilkan Semarang Charter (Piagam Semarang) yang dibacakan oleh Plt. Rektor UIN Walisongo Nizar Ali. Piagam ini memuat 9 butir kesempatan yang dihasilkan dari perhelatan AICIS 2024.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya