Liputan6.com, Jakarta Debat Calon Presiden (Capres) sempat membahas tentang sektor pendidikan dan upaya penguatannya. Namun, Perhimpunan Pendidikan dan Guru (P2G) menilai pada Debat Capres semalam belum bicara solusi konkret masalah pendidikan.
Koordinator Nasional P2G Satriwan Salim menilai, setiap kandidat hanya berbicara normatif dalam Debat Capres 2024 putaran kelima, semalam. Sayangnya, banyak persoalan yang belum dibahas.
Advertisement
“Menyimak debat Capres isu pendidikan, P2G menilai belum menyentuh persoalan fundamental pendidikan nasional,” kata Satriwan dalam keterangannya, Senin (5/1/2024).
Satriwan menyayangkan ketiga Capres belum memperhatikan data-data riil dan aktual terkait masalah pendidikan. Dia juga menilai, para capres belum menawarkan solusi konkret yang menunjukan ragam masalah kualitas pendidikan Indonesia.
Misalnya, pada sisi nilai literasi dan matematika yang masih rendah. Merujuk Hasil Asesmen Nasional Berbasis Komputer (ANBK) tahun 2022, 1 dari 2 anak Indonesia belum mampu mencapai kompetensi minimum literasi dan 3 dari 4 anak Indonesia belum mencapai kompetensi minimum numerasi.
Skor Hasil PISA Indonesia 2022
Lebih menyedihkan lagi, kata dia, skor hasil PISA Indonesia 2022 yang terus merosot tajam. Skor Numerasi Matematika Indonesia yang berada di posisi 366 sama dengan Palestina yang kondisinya jauh lebih tidak stabil karena sekolah mereka porak poranda akibat perang. Skor Numerasi tersebut bahkan menjadi yang terendah sejak 2006.
"Skor Literasi Membaca Indonesia pada 2022 juga menjadi yang terendah di antara skor PISA tahun-tahun sebelumnya, yakni sebesar 359. Pada 2009 Indonesia pernah mencatatkan skor PISA literasi membaca sebesar 402," ungkapnya.
"Belum ada tawaran perbaikan kongkrit dan signifikan mengenai problematika mendasar rendahnya literasi dan matematika anak Indonesia," imbuh Koordinator Nasional Perhimpunan Pendidikan dan Guru tersebut.
Indeks Kompetitif Global
Selanjutnya, Satriwan menilai para Capres juga tidak menyinggung bagaimana peringkat Indeks Kompetitif Global Indonesia. Data Global Competitive Index (GCI) 2023, Indonesia belum bisa melampaui Malaysia di posisi 27, Thailand di posisi 30 dan Singapura di posisi 4.
Menurutnya, indeks ini berkorelasi dengan pendidikan, sebab kebijakan pendidikan nasional akan menentukan seberapa kompetitif peserta didik sebagai sumber daya manusia Indonesia ketika bersaing secara global nanti.
“Dalam GCI, Indonesia memang melompat 10 peringkat, namun sayangnya belum bisa menyalip tetangga sesama Asia Tenggara seperti Malaysia, Thailand dan Singapura," ungkapnya.
Advertisement
Tak Produktif
Satriwan mengatakan, dalam bersaing secara global, Indonesia juga perlu mempertimbangkan modal yang dimiliki Indonesia. Merujuk Human Capital Index (HCI) 2020, Indonesia menempati posisi 96 dari 174 negara.
Artinya berdasarkan capaian pendidikan dan status kesehatannya, diperkirakan anak Indonesia yang lahir tahun 2020, 18 tahun kemudian hanya dapat mencapai 54 persen dari potensi produktivitas maksimum.
"Kedua indeks ini tidak disentuh dan tidak diberi solusi kongkrit oleh ketiga Capres dalam debat," pungkas Satriwan.