Liputan6.com, Jakarta Selama 10 tahun terakhir periode 2014-2023 utang Pemerintah Pusat menunjukkan tren kenaikan yang signifikan.
Wakil Rektor II Universitas Paramadina Handi Risza, menjelaskan, pada awal kepemimpinan Presiden Jokowi periode pertama, utang yang diwariskan Presiden sebelumnya yakni Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) sebesar Rp 2.608 triliun. Namun, menjelang akhir Pemerintahan Jokowi periode kedua kini utang mencapai Rp 8.041 triliun.
Advertisement
"Dulu awal Pemerintahan Jokowi diwariskan pak SBY, itu utangnya sekitar Rp 2.608 triliun, diakhir masa Pemerintahan Jokowi sekitar 8-9 bulan sebelum posisi Jokowi berakhir posisi utang kita mencapai angka Rp 8.041 triliun, jadi naiknya 4 kali lipat dalam 10 tahun terakhir," kata Handi dalam Diskusi Universitas Paramadina 'Masalah APBN, Utang dan Tax Rativo Rendah. PR Presiden Yang Akan Datang', Senin (5/2/2024).
Bahkan, jika digabung dengan utang BUMN maka utang negara Indonesia bisa mencapai Rp 10.000 triliun. Handi pun memprediksi akan terjadi peningkatan utang menjelang berakhirnya kepemimpinan Presiden Jokowi di tahun 2024 ini.
"Bisa jadi diprediksi bisa membengkak. Bahkan kalau kita gabung dengan utang BUMN nilainya bia di atas Rp 10.000 triliun," ujarnya.
Utang Pemerintah Pusat
Meskipun utang Pemerintah pusat menunjukkan tren kenaikan yang signifikan. Puncaknya terjadi ketika pandemi covid-19, dimana Pemerintah memerlukan anggaran untuk penanganan dampak pandemi baik dari segi kesehatan hingga sosial.
"Puncaknya ketika kita terkena covid 2020-2021 pertumbuhan utang kita mencapai 27,02 persen, karena ada biaya yang kita tanggung. Selain itu, juga pembiayaan untuk membiayai PEN itu juga membuat utang kita cukup membengkak," katanya.
Namun pertumbuhan utang tersebut juga menunjukkan tren penurunan pada dua tahun terakhir periode 2022-2023. Tercatat tren pertumbuhan utang pada 2022 tercatat 7,7 persen dan tahun 2023 sebesar 3,96 persen. Sedangkan pada 2020tembus 27,02 persen, dan tahun 2021 utang tumbuh 20,9 persen.
"Tapi dalam dua tahun terkahir sudah mengalami penyusutan, mungkin gara-gara menjelang pemilu angkanya dibuat lebih baik dulu, sehingga terkesan neracanya lebih baiklah turun nilainya," pungkasnya.
Indonesia Kebanjiran Modal Asing USD 3 Miliar di Awal 2024
Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo, menyebut aliran masuk modal asing dalam bentuk investasi portofolio ke pasar keuangan domestik terus berlanjut.
"Net inflows hingga akhir tahun 2023 sebesar USD 5,4 miliar dan pada Januari 2024 (hingga 15 Januari 2024) tercatat sebesar USD 3,0 miliar," kata Perry dalam konferensi pers Hasil RDG Januari 2024, Rabu (17/1/2024).
Sejalan dengan masih masuknya aliran modal asing tersebut, Perry memperkirakan Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) 2023 mencatat surplus sehingga mendukung ketahanan eksternal.
Tercatat surplus neraca perdagangan berlanjut pada Desember 2023 sebesar USD 3,3 miliar dipengaruhi oleh kinerja ekspor komoditas utama Indonesia yang tetap kuat, seperti batu bara serta besi dan baja.
"Perkembangan ini mendukung transaksi berjalan 2023 tetap sehat dan diprakirakan dalam kisaran surplus 0,4 persen sampai dengan defisit 0,4 persen dari PDB," ujarnya.
Cadangan Devisa
Disisi lain, BI mencatat posisi cadangan devisa Indonesia pada akhir Desember 2023 meningkat menjadi USD 146,4 miliar, setara dengan pembiayaan 6,7 bulan impor atau 6,5 bulan impor dan pembayaran utang luar negeri pemerintah, serta berada di atas standar kecukupan internasional sekitar 3 bulan impor.
Pada tahun 2024, NPI diperkirakan tetap surplus dengan defisit transaksi berjalan yang rendah dalam kisaran defisit 0,1 persen sampai dengan defisit 0,9 persen dari PDB.
Sementara itu, surplus neraca transaksi modal dan finansial diprediksi akan berlanjut didukung oleh aliran masuk modal asing sejalan dengan persepsi positif investor terhadap prospek perekonomian domestik yang lebih baik dan imbal hasil investasi yang menarik.
Advertisement
Bank Indonesia Tahan Suku Bunga Acuan 6% di Januari 2024
Bank Indonesia hari ini mengumumkan hasil Rapat Dewan Gubernur (RDG) bulan Januari 2024. Keputusannya, Bank Indonesia mempertahankan suku bunga acuan atau BI Rate di angka 6%.
"Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia pada 16-17 Januari 2024 memutuskan untuk mempertahankan BI-Rate sebesar 6,00%, suku bunga Deposit Facility sebesar 5,25%, dan suku bunga Lending Facility sebesar 6,75%," kata Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo di Bank Indonesia, Rabu (17/1/2024).
Perry menegaskan, keputusan mempertahankan BI Rate pada level 6,00% tetap konsisten dengan fokus kebijakan moneter yang pro-stability, yaitu untuk penguatan stabilisasi nilai tukar Rupiah serta langkah pre-emptive dan forward looking untuk memastikan inflasi tetap terkendali dalam sasaran 2,5±1% pada 2024.