China Vonis Hukuman Mati Penulis Australia atas Tuduhan Melakukan Kegiatan Mata-mata

Menlu Australia Penny Wong telah memanggil duta besar China untuk Australia untuk meminta penjelasan terkait vonis terhadap Yang Hengjun.

oleh Khairisa Ferida diperbarui 05 Feb 2024, 17:02 WIB
Ilustrasi hukum. (Dok. Freepik)

Liputan6.com, Beijing - Penulis Australia Yang Hengjun dijatuhi hukuman mati yang ditangguhkan oleh pengadilan China, lima tahun setelah dia ditangkap dan dituduh melakukan kegiatan mata-mata.

Menurut pejabat Australia, hukuman tersebut dapat diubah menjadi penjara seumur hidup setelah dua tahun.

Yang Hengjun – seorang cendekiawan dan novelis yang menulis blog tentang urusan negara China – membantah berbagai tuduhan, yang belum dipublikasikan. Sementara itu, pemerintah Australia mengaku terkejut dengan putusan pengadilan China.

Melansir BBC, Senin (5/2/2024), Menteri Luar Negeri (Menlu) Australia Penny Wong telah memanggil duta besar China untuk Australia untuk meminta penjelasan terkait vonis terhadap Yang Hengjun.

"Kami secara konsisten menyerukan standar dasar keadilan, keadilan prosedural, dan perlakuan manusiawi terhadap Dr Yang, sesuai dengan norma internasional dan kewajiban hukum China," sebut Menlu Penny.

"Semua warga Australia ingin melihat Dr Yang bersatu kembali dengan keluarganya. Kami tidak akan menyerah dalam advokasi kami."


Peringatan China ke Australia: Jangan Ikut Campur

Ilustrasi bendera Republik Rakyat China (AP/Mark Schiefelbein)

Para pejabat Australia sebelumnya telah menyampaikan kekhawatiran mengenai perlakuan terhadapnya, namun Kementerian Luar Negeri China memperingatkan mereka untuk tidak ikut campur dalam kasus ini dan menghormati kedaulatan peradilan negara tersebut.

Temannya, menggambarkan penahanan Yang Hengjun sebagai penganiayaan politik.

"Dia dihukum oleh pemerintah China karena kritiknya terhadap pelanggaran hak asasi manusia di China dan pembelaannya terhadap nilai-nilai universal seperti hak asasi manusia, demokrasi, dan supremasi hukum," ujar temannya, akademisi asal Sydney Feng Chongyi.

Yang Hengjun, yang sebelumnya bekerja di Kementerian Keamanan Negara China, dijuluki sebagai "penjaja demokrasi", namun tulisannya sering menghindari kritik langsung terhadap pemerintah.

Dia tinggal di New York tetapi melakukan perjalanan ke Guangzhou pada Januari 2019 bersama istri dan anaknya – keduanya warga negara China – dengan visa ketika dia dicegat di bandara.

Kasus pria berusia 58 tahun ini sebagian besar terjadi secara tertutup sejak saat itu, termasuk persidangan rahasia pada tahun 2021.


Kesehatan Yang Hengjun Menurun

Ilustrasi penjara (AFP)

Direktur Human Rights Watch Asia Elaine Pearson mengatakan kasus Yang Hengjun telah menimbulkan "segudang" kekhawatiran mengenai proses hukum dan hasilnya "keterlaluan".

"Dia mengalami penundaan dan keterbatasan akses terhadap perwakilan hukum, persidangan tertutup - dan Yang Hengjun sendiri menuduh adanya penyiksaan dan pemaksaan pengakuan selama interogasinya," kata Pearson kepada BBC.

Yang Hengjun masih memiliki kesempatan untuk mengajukan banding, kata Menlu Penny, namun putranya yang tinggal di Australia sebelumnya mengungkapkan kesehatannya menurun dan dia tidak menerima perawatan medis.

Penahanan Richard McGregor – dan penahanan jurnalis Australia Cheng Lei pada tahun 2020 – turut memperburuk hubungan antara Beijing dan Canberra, namun hubungan tersebut telah stabil sejak pergantian pemerintahan di Australia pada tahun 2022.

"Ini menunjukkan di layar lebar ketidakjelasan sistem hukum China, ketidaktahanannya terhadap permintaan masuk akal dari pemerintah asing atas nama warga negaranya, dan sikap dendamnya terhadap orang-orang yang menentangnya," tutur analis dari Lowy Institute Richard McGregor, yang menilai kasus Yang Hengjun kemungkinan akan berdampak buruk pada hubungan bilateral Australia-China.

"Hukuman ini merupakan yang paling ekstrem dalam hal apa yang bisa diharapkan. Kesimpulan yang tidak bisa dihindari adalah dia akan mati di penjara."

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya