Rekomendasi Kemenparekraf untuk Pemda soal Pajak Hiburan: Berlakukan Insentif Pajak Maksimal Pertengahan Februari 2024

Kemenparekraf menyatakan meski sifatnya memberlakukan insentif pajak hanya rekomendasi, pihaknya akan mengajak para pemda yang menolak menjalankan rekomendasi terkait pajak hiburan untuk mendiskusikan hal tersebut.

oleh Dinny Mutiah diperbarui 05 Feb 2024, 20:37 WIB
Menparekraf Sandiaga Uno. (dok. Liputan6.com/Dinny Mutiah)

Liputan6.com, Jakarta - Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Menparekraf) Sandiaga Uno kembali mengomentari soal pajak hiburan. Ia menyatakan pihaknya sudah membuat kajian awal tentang dampak pajak hiburan.

Sembari menunggu keputusan Mahkamah Konstitusi perihal gugatan yang diajukan beberapa pihak terkait pasal menyangkut pajak hiburan, Kemenparekraf mendorong agar pemerintah kabupaten/kota memberlakukan insentif pajak.

"Besaran persentasenya disesuaikan kondisi tiap-tiap daerah kabupaten dan kota dan ditetapkan paling lambat pertengahan Februari 2024, agar tidak timbulkan banyak keresahan di masyarakat," kata Sandiaga dalam The Weekly Brief with Sandi Uno di Jakarta, Senin (5/2/2024).

Sejumlah daerah, kata dia, sudah memberlakukan kebijakan insentif pajak tersebut, terutama pemerintah daerah kabupaten dan kota di Bali. Begitu pula dengan Labuan Bajo. "Mudah-mudahan disusul yang lain," ucapnya.

Berdasarkan kanal Bisnis Liputan6.com, ada tujuh daerah yang sudah menerapkan pajak hiburan sampai 75 persen per 16 Januari 2024. Di antaranya adalah Kabupaten Siak (Riau), Kabupaten Tanjung Jabung Timur (Jambi), Kabupaten Ogan Komering Ulu (Sumatera Selatan), serta Kabupaten Belitung Timur (Kepulauan Bangka Belitung). Ada pula daerah yang menetapkan tarif pajak hiburan tertentu 50 persen, seperti Sawahlunto, Kabupaten Bandung, Kabupaten Bogor, Sukabumi, dan Surabaya.

Karena sifatnya rekomendasi, Sandiaga membuka kemungkinan sejumlah pemda tidak mengikuti arahan tersebut. Namun, pihaknya akan mengajak pemda yang menolak untuk berdiskusi membahas referensi dan melandasi keputusan tersebut.

"Karena kita harus pastikan tidak ada penutupan usaha yang bisa berakibat penutupan operasi dan berakibat pada pengurangan kerja atau PHK," ujarnya.


Dukung Spa Keluar dari Kategori Hiburan

Pengacara Hotman Paris Hutapea dan Pengusaha Hariyadi Sukamdani di kantor Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian di Lapangan Banteng, Jakarta Pusat, Senin (22/1/2024). Kedatangan Hotman Paris dan Hariyadi Sukamdani ini untuk membicarakan mengenai pajak hiburan. (Tira/Liputan6.com)

Selain merekomendasikan pemberlakuan insentif pajak, Kemenparekraf juga mendukung agar sektor usaha spa dikeluarkan dari kategori hiburan. Sandi menyatakan pihaknya baru saja menerbitkan peraturan menteri dan menerima surat dari presiden agar mewakili pemerintah saat bersidang di MK, bersama Kemenkumham dan Kemenkeu.

"Kami akan memberikan landasan-landasan kami mengenai bahwa spa itu adalah bagian dari usaha kebugaran, bagian dari wellness tourism," ucapnya. Ia mengaku pihaknya saat ini masih menyiapkan beragam landasan, belum ada tanggal sidang yang akan berlangsung.

Sebelumnya, 22 pihak terdaftar menjadi pemohon dalam pengajuan judicial review Undang-Undang Nomor 1/2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Daerah dan Pemerintah Pusat (HKPD). MK sudah mendaftarkannya dengan nomor perkara 19/PUU-XXII/2024.

Upaya peninjauan hukum diajukan lantaran para stakeholder spa di Indonesia tak sepaham dengan pemerintah soal memasukkan usaha mereka dalam kategori hiburan di UU tersebut. Hal itu juga diamini Menparekraf Sandiaga Uno ydengan merujuk pada UU Nomor 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan, Bab VI Pasal 14 ayat 1 huruf m yang menyatakan bahwa spa termasuk usaha pariwisata.

 


Dongkrak Kunjungan Wisata

Pelayanan spa di Martha Tilaar Spa. (dok. Martha Tilaar Spa)

Menparekraf meyakini industri spa mampu mengakselerasi pencapaian target jumlah kunjungan wisatawan mancanegara (wisman) ke Bali sebagai destinasi favorit. Pemerintah, kata dia, senantiasa mendorong perkembangan industri spa, salah satunya melalui kebijakan yang mampu mengakselerasi kebangkitan sektor parekraf di Bali.

"Selagi kita menunggu proses hukumnya, tidak ada peningkatan beban pajak untuk industri spa, demikian juga industri hiburan tertentu lainnya," kata Sandi dalam Seminar Nasional Spa dengan tema Implementasi UU Nomor 1 Tahun 2022 dan Dampak Bagi Pelaku Usaha Spa di Royal Pita Maha, Ubud, Bali, Rabu (31/1/2024), dikutip dari rilis yang diterima Tim Lifestyle Liputan6.com.

Dalam Dinner Meeting Outlook Pariwisata Bali di The Payogan Villa Resort and Spa, Ubud, Selasa, 30 Januari 2024, Menparekraf mengatakan bahwa Kemenparekraf menargetkan 14,3 juta kunjungan wisatawan mancanegara ke Indonesia. Berdasarkan kajian yang dilakukan Kemenparekraf, Bali memiliki agregat untuk mampu menyumbang 50 persen dari target yang sudah ditetapkan.

"Secara agregat (kunjungan wisatawan) di Bali ini menyumbang 50 persen (dari target kunjungan wisman secara nasional). Jadi sekitar tujuh juta," kata Sandiaga.


Dikritik Pengusaha Pariwisata

Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO) Hariyadi B. Sukamdani. (Tira/Liputan6.com)

Tak hanya pengusaha spa, para pengusaha di sektor pariwisata yang bernaung dalam Gabungan Industri Pariwisata Indonesia (GIPI) akan mengajukan judicial review aturan pajak hiburan pada pekan ini. Hal tersebut diungkap oleh Ketua Umum GIPI Hariyadi Sukamdani.

"Saya rasa minggu ini tidak terkejar, mungkin awal minggu depan. Kalau tidak Senin, Selasa," kata Hariyadi dikutip dari Antara, Rabu, 31 Januari 2024.

Alasan pengajuan dilakukan awal pekan depan karena beberapa berkas yang tengah direvisi. Judicial review ini sebagai bentuk penolakan terhadap Undang-undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemda (HKPD).

Dalam permohonan itu, pengusaha pariwisata fokus pembatalan dalam UU Nomor 1 Tahun 2022 terutama pada pasal 58 ayat 2, yang di dalamnya termuat penarikan tarif PBJT untuk jasa hiburan pada diskotek, karaoke, kelab malam, bar dan mandi uap atau spa yang dipatok paling rendah sebesar 40 persen dan paling tinggi 75 persen. "Kami fokus itu saja (Pasal 58 ayat 2) karena masalahnya di situ," tuturnya.

Infografis Heboh Kenaikan Pajak Hiburan 40-75 Persen. (Liputan6.com/Abdillah)

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya