Konsultan Hukum: Akuisisi SBS Tidak Menyalahi Hukum dan Sesuai Aturan

Kelanjutan sidang dugaan kasus korupsi akuisisi kontraktor tambang batu bara PT Satria Bahana Sarana (SBS) oleh anak perusahaan PT Bukit Asam Tbk (PTBA) yaitu PT Bukit Multi Investama (BMI).

oleh Tim Regional diperbarui 05 Feb 2024, 23:28 WIB
Persidangan kasus dugaan korupsi akuisisi saham PT Satria Bahana Sarana (SBS) yang dilakukan PT Bukit Asam Tbk. (PTBA) melalui anak usaha PT Bukit Multi Investama (BMI). (Liputan6.com/ ist)

Liputan6.com, Palembang - Sidang dugaan kasus korupsi akuisisi kontraktor tambang batu bara PT Satria Bahana Sarana (SBS) oleh anak perusahaan PT Bukit Asam Tbk (PTBA) yaitu PT Bukit Multi Investama (BMI) kembali berjalan di Pengadilan Negeri Palembang, Jumat, 2 Februari 2024.

Saksi yang dihadirkan Jaksa Penuntut Umum atau JPU di hadapan majelis hakim adalah Kosultan Keuangan dan Pajak, Wahyu Wibowo dari HLB Hadori Sugiarto Adi dan Rekan, serta Konsultan Hukum, Eko Aprilianto dari NKN Legal.

Saksi Wahyu Wibowo menyampaikan dalam kesaksiannya di persidangan bahwa selama dilakukannya due diligence keuangan tidak ada suatu laporan keuangan dan data keuangan lain yang disembunyikan dan ditutup-tutupi oleh pihak PT SBS.

Selain itu Wahyu juga mengatakan bahwa ekuitas negatif yang dipermasalahkan oleh JPU dikarenakan asset SBS dihitung berdasarkan nilai buku namun bukan dengan nilai pasar.

"Kalau asetnya dihitung sebagai nilai pasar, bisa jadi ekuitas negatif SBS angkanya menjadi berubah," jelasnya.

Saksi Eko Aprilianto menyebut akuisisi SBS sudah sesuai dengan peraturan peundang-undangan yang berlaku dan tidak menyalahi hukum.

"Syarat-syarat yang dipersyaratkan oleh Undang-Undang sudah dipenuhi seluruhnya pada saat akuisisi," kata Eko saat ditanya oleh salah satu penasehat hukum.

Ainuddin, selaku pengacara pemilik lama PT SBS mengatakan dari fakta-fakta persidangan telah terungkap bahwa transaksi pengambilalihan PT SBS ini telah memenuhi segala peraturan perundangan yang berlaku dan tidak ada satu ketentuan pun yang dilanggar.

Menurutnya ada kesalahan pemahaman dari JPU, bahwa yang dinamakan ekuitas negatif itu adalah suatu hal yang fluktuatif, dimana besaran dan jumlahnya dapat bergerak baik itu melalui penilaian pasar atas asset, operasional perusahaan yang membaik sehingga menghasilkan laba dan sebagainya.

"Ini terbukti setelah diambilalih oleh PT BMI ekuitas PT SBS kembali positif, kan ini membuktikan kalau ekuitas negatif itu dapat berubah," katanya.

Ainuddin menyebut bahwa kerugian negara itu harus nyata dan pasti sifatnya, tidak boleh lagi berupa potensi sebagaimana diamanatkan dalam putusan Mahkamah Konstitusi.

"Jadi sepatutnya menjadikan ekuitas negatif (menjadi dasar dari kerugian negara) yang jumlahnya belum nyata dan pasti adalah suatu kesalahan fatal," ia menambahkan.

Kasus dugaan korupsi ini menjerat lima terdakwa, yakni Direktur Utama PTBA periode 2011-2016 Milawarma (M), mantan Direktur Pengembangan Usaha PTBA Anung Dri Prasetya (ADP), Ketua Tim Akuisisi Penambangan PTBA Syaiful Islam (SI), Analis Bisnis Madya PTBA periode 2012-2016 yang merupakan Wakil Ketua Tim Akuisisi Jasa Pertambangan Nurtimah Tobing (NT), dan pemilik SBS Tjahyono Imawan.

Mereka diduga merugikan negara (BUMN) sebesar Rp162 miliar dalam akusisi tersebut. Penyidik Kejaksaan Tinggi Sumatera Selatan menyebut bahwa dalam proses akuisisi PT SBS oleh anak perusahaan PTBA yaitu PT BMI pada 2015 tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan maupun peraturan internal PTBA, serta tidak menerapkan prinsip Good Corporate Governance (GCG).

 

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya