Analisis Psikologi Capes di Debat Terakhir Capres 2024: Anies, Prabowo, dan Ganjar

Arena debat yang semula tampak sebagai ajang pembahasan substansi tema, dari sisi psikologi debat ini tiba-tiba berkembang menjadi sebuah arena perang psikologi.

oleh Tim Regional diperbarui 06 Feb 2024, 01:08 WIB
Foto kolase ketiga Calon Presiden pada Pemilu 2024 Anies Baswedan, Prabowo Subianto, dan Ganjar Pranowo (kiri ke kanan) saat Debat Kelima Pilpres 2024 di Jakarta Convention Center (JCC), Jakarta, Minggu (4/2/2024). (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta - Debat Capres pamungkas pada 4 Februari 2024 adalah debat terakhir yang sangat dinantikan oleh masyarakat luas. Apa yang ditampilkan dalam debat ini, akan dijadikan bahan untuk memantapkan atau menetapkan pilihan terhadap salah satu dari ketiga Capres pada Pemilu 2024.

Pada debat kali ini terlihat adu gagasan dari masing-masing capres sesuai tema debat tanpa menampilkan gimmick. Akan tetapi arena debat yang semula tampak sebagai ajang pembahasan substansi tema, dari sisi psikologi debat ini tiba-tiba berkembang menjadi sebuah arena perang psikologi.

Hal ini dapat dijelaskan melalui prinsip stimulus-response relationship. Sebuah prinsip tentang bagaimana sebuah stimulus atau rangsangan yang dicetuskan oleh seseorang, akan diterima dan kemudian direspon oleh lawan bicaranya.

Stimulus yang disampaikan haruslah merupakan pesan tertentu yang materinya sudah disiapkan dengan baik dan kemudian diucapkan dalam kalimat yang mudah dicerna. Kemudian menjadi lebih sempurna lagi apabila disampaikan dengan gestur tubuh tertentu.

Stimulus ini akan dipersepsi oleh penerima dan kemudian dijawab sebagai sebuah respon. Bagaimana seseorang melakukan reaksi ini sangatlah ditentukan oleh bagaimana sistem nilai yang diyakini, pengalaman masa lalu, kematangan diri (maturity), kepribadian, dan kondisi sesaat seseorang (tenang, takut, atau terkejut).

Dalam perang psikologi, penggunaan informasi, komunikasi, propaganda, dan taktik-taktik psikologis lainnya dikemas sedemikian rupa untuk tujuan menciptakan stimulus tertentu yang diharapkan akan memicu respon atau reaksi yang diinginkan dari pihak yang menjadi sasaran manipulasi tersebut.

Selama debat berlangsung, tampak sekali ada capres yang sangat piawai dalam menciptakan stimulus. Sementara ada pula capres yang tampak tidak siap untuk menerima stimulus tersebut, sehingga respon yang diberikan sangat reaktif dan tidak terstruktur. Tampak dari susunan kalimat yang diucapkan dan gestur tubuh yang menampilkan gejolak perasaan yang kurang terkontrol.

Dari sisi psikologi, seorang pemimpin apalagi presiden, diharapkan memiliki kemampuan untuk menerima stimulus apapun dan dalam waktu kapanpun juga. Kemudian memberikan respon yang tidak menampilkan gejolak perasaan yang berlebihan. Tampil tenang dan tidak terganggu emosinya.

 

 


Gaya Kepemimpinan

Hal lain yang dapat terekam selama debat adalah gaya komunikasi dan gaya kepemimpinan dari ketiga capres. Ini penting diamati karena berkaitan dengan bagaimana sosok pemimpin negara 5 tahun ke depan. Berikut ini adalah penjelasannya.

Anies: Melankolis

Anies menampilkan gaya komunikasi yang cenderung melankolis. Dia cenderung introspektif dan menunjukkan ciri-ciri pemikiran yang mendalam. Dalam debat, Anies tampak memperlihatkan perasaannya secara terbuka dengan memberikan ide spontan yang original. Ia juga menyoroti dampak emosional dari kebijakan dan ide-idenya. Dia terlihat lebih sensitif terhadap masalah-masalah sosial dan kemanusiaan.

Karakter melankolis Anies tercermin dalam upayanya membangun koneksi emosional dengan pemilih, menunjukkan empati, dan perhatian terhadap kebutuhan rakyat. Namun, kelemahannya adalah Anies mungkin terjebak dalam analisis yang berlebihan dan akan kesulitan dalam mengambil keputusan yang cepat dan tegas.

Hal lain yang dapat dicermati yaitu gaya kepemimpinan dari seorang melankolis. Gaya ini sering kali dikenal dengan kecermatan dan perhatian terhadap detail, serta kemampuan untuk merangkul pandangan yang lebih luas. Dalam kepemimpinan, ini dapat menghasilkan kebijakan yang berakar pada pemikiran yang matang dan pertimbangan yang mendalam.

Prabowo: Koleris

Di sisi lain, Prabowo menampilkan gaya koleris yang dominan. Dia tegas, percaya diri, dan bersemangat dalam menyampaikan pandangan dan gagasannya. Dalam debat, Prabowo cenderung menonjolkan kekuatan, keputusan cepat, dan ketegasan dalam menghadapi tantangan.

Gaya komunikasi koleris Prabowo menunjukkan keinginannya untuk memimpin dengan tegas dan menyelesaikan masalah dengan kekuatan dan keputusan yang kuat. Namun dalam prosesnya, dia terkesan dominan, kuat dengan ke-aku-annya, bahkan tampak kurang memperhatikan perasaan orang lain.

Gaya kepemimpinan koleris sering kali dikaitkan dengan keputusan yang cepat dan tegas. Namun, tantangannya adalah untuk mengelola kemungkinan konflik dan menjaga agar komunikasi tetap efektif. Sebuah kebiasaan yang cenderung ditampilkan oleh seorang komandan.

Ganjar: Plegmatis

Capres terakhir yaitu Ganjar menampilkan gaya komunikasi yang lebih plegmatis. Dia terlihat tenang, santai, dan cenderung menghindari konflik. Dalam debat, Ganjar cenderung menekankan pentingnya dialog, kerjasama, dan mencari solusi yang damai.

Gaya komunikasi plegmatis Ganjar mencerminkan kepribadiannya yang stabil, toleran, dan tidak tergesa-gesa. Dia berusaha untuk membangun hubungan yang harmonis dengan para pemilih, menunjukkan kemampuan untuk mendengarkan dan memahami berbagai sudut pandang. Namun, kelemahannya mungkin terletak pada kurangnya dorongan untuk mengambil inisiatif atau tindakan tegas pada situasi tertentu.

Gaya kepemimpinan plegmatis sering kali dikaitkan dengan kemampuan untuk memediasi konflik, membangun kesepakatan bersama, dan memelihara stabilitas. Namun, tantangannya adalah untuk memastikan bahwa ketenangan tidak diartikan sebagai ketidakpedulian atau kelemahan.

Berdasarkan analisis tersebut, terlihat ketiga capres memiliki gaya komunikasi yang unik. Gaya komunikasi ini akan berkaitan dengan gaya kepemimpinan yang kelak akan dibawanya saat terpilih menjadi seorang presiden.

Mengenali gaya komunikasi dan kepemimpinan merupakan salah satu kunci penting untuk keberhasilan sebuah organisasi. Pemimpin akan dapat meminimalkan risiko kesalahpahaman dan konflik melalui penyampaian informasi secara efektif dan tepat.

Gaya kepemimpinan seperti ini dapat membantu seorang pemimpin dalam menyusun konsep strategi kepemimpinannya dengan cara memotivasi bawahan, membangun kepercayaan, dan menciptakan lingkungan kerja yang produktif. Hal ini berkontribusi besar pada pembentukan budaya organisasi yang sehat, inklusif, dan berorientasi pada pencapaian tujuan bersama.

Kedua hal tersebut dapat diidentifikasi melalui asesmen psikologi yang valid dan reliabel. Melalui metode psikologi yang tepat, sesuai dengan kebutuhan organisasi, Psikku sebagai aplikasi terpadu layanan psikologi dapat membantu mengidentifikasi gaya komunikasi yang tepat serta dapat membantu pemahaman yang lebih dalam tentang diri sendiri.

 

Penulis: Dr. Rahmat Ismail, Psikolog/ Chair of PSIKKU Expert Board

 

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya