Cerita Sarjiya, Anak Penjual Gula Jawa yang Raih Gelar Profesor UGM

Sarjiya, dosen yang belum lama ini dikukuhkan sebagai Guru Besar UGM ini mengungkapkan perjuangan keluarganya agar dirinya bisa mendapatkan pendidikan.

oleh Benedikta Desideria diperbarui 06 Feb 2024, 08:00 WIB
Berasal dari keluarga sederhana, Sarjiya sang anak penjual gula jawa berhasil raih Profesor. (Foto: Dok UGM)

Liputan6.com, Jakarta Berasal dari keluarga sederhana tak mematikan mimpi seorang Sarjiya mendapatkan pendidikan yang terbaik. Dosen dari Departemen Teknik Elektro dan Teknologi Informasi, Fakultas Teknik Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta ini beberapa waktu lalu meraih gelar profesor.

Saat pengukuhan Guru Besar di ruang Balai Senat UGM, momen haru tercipta. Suara Sarjiya terdengar bergetar dan matanya berkaca-kaca saat membacakan pidato pengukuhan Guru Besar.

Beberapa kali ia harus berhenti sejenak membacakan teks pidato untuk menyeka air matanya yang mengalir deras.

Sarjiya yang lahir di Kulon Progo, Yogyakarta 51 tahun lalu memiliki ayah yang sehari-hari bekerja sebagai buruh tobong labor atau pengrajin gamping. Sedangkan sang ibu, Sumirah, merupakan penjual gula jawa yang setiap hari berkeliling menyusuri jalan di kota Yogyakarta untuk menjajakan dagangan.

“Bapak dan Ibu waktu itu berani membuat keputusan untuk mengizinkan dan membiayai saya melanjutkan sekolah,” katanya.

Bapak ibu Sarjiya tak bisa membaca karena tidak merasakan duduk di bangku sekolah tapi orangtuanya gigih menyekolahkan Sarjiya dan saudarinya.

Minta Maaf ke Sang Adik

Di kesempatan itu, ia juga meminta maaf kepada sang adik yang harus berkorban tak melanjutkan sekolah demi dirinya.

“Secara khusus saya mohon maaf kepada adikku, Suparsih, yang waktu itu terpaksa tidak bisa melanjutkan ke bangku SMA, meskipun dengan nilai ujian SMP yang sangat baik, karena kondisi ekonomi keluarga yang tidak memungkinkan untuk membiayai sekolah kita berdua secara bersamaan," kata Sarjiya.

"Semoga pengorbanan kakak-kakak dan adikku mendapatkan imbalan kebaikan yang lebih banyak dari Tuhan Yang Maha Esa,” kata anak keempat dari lima bersaudara ini mengutip laman resmi UGM.

Usai berpidato, Sarjiya langsung mendatangi sang ibu sambil bersujud. Ia memeluk ibundanya dengan erat. Selanjutnya ia menyalami empat saudari perempuannya. Ayahnya tidak hadir di momen pengukuhan dirinya karena sudah berpulang.

“Maturnuwun Bu (Terima kasih Bu),” kata Sarjiya terbata-bata.

 


Pidato Pengukuhan tentang Transisi Energi Berkelanjutan

Dalam pidato pengukuhan yang berjudul Integrasi Variable Renewable Energy dalam Perencanaan dan Operasi Sistem Tenaga Listrik Menuju Transisi Energi Berkelanjutan, Sarjiya mengatakan untuk menuju transisi energi yang berkelanjutan di Indonesia amat diperlukan. Hal itu bisa memanfaatkan secara optimal seluruh potensi energi baik terbarukan maupun non terbarukan.

Dengan karakterisitik intermitensinya, integrase potensi variable renewable energy ke dalam grid untuk memenuhi kebutuhan energi nasional menghadapi banyak tantangan. Oleh kerena itu diperlukan inovasi dalam perencanaan dan operasi sistem tenaga untuk memastikan layanan energi listrik yang handal, aman, berkualitas dapat diberikan kepada konsumen dengan biaya penyediaan yang ekonomis.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya